"Aku pikir, kamu malaikat baik hati yang akan membawa kebahagiaan di hidupku, ternyata kamu hanya orang sakit yang bersembunyi di balik kata cinta. Sakit jiwa kamu, Mas!"
Kana Adhisti tak menyangka telah menikah dengan lelaki sakit jiwa, terlihat baik-baik saja serta berwibawa namun ternyata di belakangnya ada yang disembunyikan. Akankah pernikahan ini tetap diteruskan meski hati Kana akan tergerus sakit setiap harinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Mewah Orang Tua Adnan
Sesampainya di rumah, Adnan memberikan strawberry cheesecake yang ia beli pada Bu Erin. "Bu, tolong berikan pada Cintaku. Pastikan ia memakannya sampai habis ya!" kata Adnan dengan suara yang hangat.
"Baik, Tuan." Ibu Erin menerima pemberian Adnan lalu pergi ke kamar utama.
Kana menghela nafas dalam. Rasanya sesak sekali melihat Adnan amat mempedulikan Nyonya Besar. Kana memalingkan wajahnya dan melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. Hidup menjadi istri kedua memang sungguh makan hati. Mau cemburu, rasanya Kana tak berhak. Bagaimanapun ia yang telah merebut Adnan dari istri pertamanya. Kana hanya bisa pasrah saat melihat Adnan yang begitu peduli dan perhatian pada Nyonya Besar meski hatinya teriris.
.
.
.
Adnan akhirnya menepati janjinya untuk mengajak Kana pergi ke rumah orang tuanya. Adnan melirik Kana yang terlihat amat tegang karena akan menemui mertuanya untuk pertama kali.
"Tenanglah, jangan terlalu tegang. Hadapi mereka dengan kepala dingin, jangan mudah terpancing emosi." Nasehat Adnan malah membuat Kana makin tegang. Kalau Adnan sudah mengatakan seperti itu, artinya orang tua Adnan harus Kana waspadai.
Saat memasuki gerbang besar rumah orang tua Adnan, Kana merasa jantungnya berdebar semakin kencang. Untuk pertama kalinya Kana akan bertemu orang tua Adnan. Ia tahu, pasti tak mudah mendapat restu namun Kana akan berusaha semaksimal mungkin. Kana akan menjelaskan kalau skandal yang menimpanya dulu adalah fitnah, dirinya bersih dari narkoba dan tak pernah menggunakannya sama sekali.
Rumah orang tua Adnan sungguh mewah. Interior rumah itu benar-benar memukau. Dinding-dindingnya dihiasi dengan lukisan-lukisan mahal, lantai marmernya berkilau, dan perabotan antiknya seolah menceritakan kisah masa lalu yang panjang. Lampu kristal yang tergantung di langit-langit memancarkan cahaya lembut yang membuat ruangan terasa sangat mewah.
Kana berjalan mengikuti Adnan, matanya tak lepas dari segala keindahan yang ada di sekitarnya. Ia merasa seperti sedang berada di dalam sebuah istana bukan di dalam rumah seseorang. Namun, di balik semua kemewahan itu, ia merasakan ada sesuatu yang hilang. Kehangatan, kasih sayang, dan rasa nyaman yang seolah hilang sejak lama. Rumah besar ini malah terlihat seperti bangunan kosong dan dingin.
"Rumah ini indah sekali, Mas," ucap Kana lirih.
Adnan tersenyum tipis. "Aku tahu tapi keindahan rumah ini tidak ada artinya jika tidak ada kebahagiaan di dalamnya."
Adnan dan Kana menunggu di ruang tamu. Suasana sedikit tegang, tangan Kana sampai dingin menahan rasa gugup yang ia rasakan. Tak lama, kedua orang tua Adnan datang.
Seorang wanita paruh baya dengan tatapan tajam dan seorang pria dengan usia yang hanya berbeda beberapa tahun dengan istrinya mendekat dengan wajah kaku tanpa senyum. Mereka adalah orang tua Adnan, sosok yang selama ini menjadi misteri bagi Kana.
Nyonya Sania -Mama Adnan- adalah seorang wanita berpakaian elegan dengan perhiasan berlian mencolok, menatap Kana dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapannya penuh penilaian, seolah-olah sedang memeriksa barang dagangan di hadapannya layak jual atau tidak.
Tuan Aditya Chaman -Papa Adnan- adalah seorang pria berbadan tegap dengan rahang tegas, rambutnya sudah berwarna putih semua namun wajahnya masih terlihat tampan di usianya yang tak lagi muda. Ia lebih memilih untuk diam dan mengamati Kana dari kejauhan.
Adnan berdiri dengan senyum tipis di wajahnya. "Ma, Pa, perkenalkan ini Kana, istri Adnan."
Kana berdiri menyambut kedatangan mertuanya. Ia berusaha tersenyum ramah, namun senyumnya terasa kaku. "Selamat siang, Pak, Bu. Perkenalkan, saya Kana, istri Mas Adnan." Kana mengulurkan tangannya untuk berkenalan namun kedua orang tua Adnan tak ada yang menyambut uluran tangannya.
Nyonya Sania duduk di sofa seraya menatap Kana dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Jadi, ini dia wanita pilihanmu, Nak?" tanyanya dengan suara dingin. "Kana ... sungguh nama yang pantas untuk seorang pemakai narkoba," sindirnya pedas.
Kata-kata Nyonya Sania menusuk relung hati Kana. Ia merasa darahnya mendidih mendengar tuduhan yang tidak berdasar itu, nama indah pemberian kedua orang tuanya dihina sedemikiam rupa, membuat hati Kana terasa perih namun Kana berusaha menahan diri. Saat memutuskan untuk menemui kedua mertuanya, Kana harus siap dengan semua konsekuensinya termasuk dihina dan direndahkan seperti ini. Adnan yang berada di sampingnya menggenggam tangan Kana erat-erat, mencoba memberikan kekuatan.
"Ma!" bentak Adnan. "Jangan sembarangan bicara!"
"Mama tidak sembarangan bicara, Nak. Semua orang tahu tentang masa lalunya. Memang benar dia pernah ditangkap karena skandal narkoba, bukan? Apa ucapan Mama salah?" sahut Nyonya Sania.
Tuan Aditya menggelengkan kepala. "Aku sudah memperingatkanmu, Nak. Jangan pernah membawa wanita seperti dia ke dalam keluarga kita."
Kana berusaha menjelaskan, "Itu semua tidak benar, Bu. Saya tidak pernah menggunakan narkoba. Itu semua fitnah. Pak, saya berani bersumpah kalau seumur hidup saya tak pernah menyentuh barang haram tersebut."
Namun, perkataan Kana seolah jatuh ke telinga tuli. Orang tua Adnan tetap bersikeras dengan penilaian mereka. Mereka melihat Kana sebagai seorang wanita yang tidak pantas untuk menjadi bagian dari keluarga mereka. Bukan hanya karena masalah skandal namun latar belakang keluarga Kana yang hanya anak seorang karyawan rendahan membuat orang tua Adnan malu mengakuinya sebagai menantu.
"Apa tujuan kalian datang ke rumah ini? Mengharap restu kami? Bukankah ketidakhadiran kami di pesta pernikahan kalian sudah menjawab pertanyaan, kalau kami tak pernah merestui kalian menikah?" kata Tuan Aditya dengan pedas.
Adnan hendak menjawab pertanyaan sang Papa namun Kana sudah menjawab lebih dulu. "Aku tahu kalau kalian tak merestui dan menerimaku sebagai menantu kalian. Aku sadar kalau latar belakang dan masa laluku tak layak mendapatkan seorang Adnan Chaman yang amat hebat."
"Baguslah kalau kamu sadar," balas Nyonya Sania dengan ketus, meski dalam hatinya senang karena anaknya dipuji hebat.
Kana mengeluarkan sebuah kertas berisi hasil lab yang membuktikan kalau dirinya bukan pemakai narkoba. "Ini bukti kalau aku bukan pemakai narkoba. Seperti yang kalian ketahui, aku berasal dari keluarga sederhana. Papaku seorang ASN namun tugasnya hanya sebagai tukang bersih-bersih di salah satu kementrian. Mama hanya ibu rumah tangga yang membuka warung kelontong demi mendapat penghasilan tambahan. Sebelum menjadi artis, uang jajanku saat kuliah hanya pas-pasan."
Nyonya Sania tertawa mengejek. "Untuk apa kamu menceritakan kemalangan hidupmu pada kami? Untuk membuat kami iba?"
Kana menggelengkan kepalanya. "Bukan." Kana mengangkat wajahnya lalu tersenyum kecil. "Untuk menunjukkan betapa miskinnya keadaanku dan keluargaku. Narkoba itu mahal, aku yang punya pinjaman di bank untuk membuka usaha kafe, punya uang darimana untuk membeli barang haram tersebut? Lebih baik uangnya aku berikan pada Mamaku agar warung kelontongnya semakin maju. Atau kuberikan pada Papa agar bisa membeli mobil untuk pergi bekerja, bukan memakai Vespa butut yang seringkali mogok karena akinya habis."
Setelah mendengar penjelasan Kana, Tuan Aditya terdiam. Ia menatap dalam-dalam ke mata Kana. Sejenak, ia teringat pada masa mudanya, saat ia harus berjuang keras untuk mencapai kesuksesan.
"Apa yang kamu inginkan dari kami?" tanya Tuan Aditya pelan. Nada bicaranya tak lagi ketus, pertanda hatinya sedikit melunak.
Kana tersenyum tipis. "Aku hanya ingin kalian tahu bahwa aku tulus mencintai Mas Adnan. Aku tidak pernah berniat untuk menghancurkan keluarga kalian. Aku hanya ingin membangun kebahagiaan keluarga kecilku bersama Mas Adnan."
Nyonya Sania masih terlihat ragu. "Bagaimana dengan masa lalumu?"
"Masa lalu adalah masa lalu, sebuah perjalanan hidup yang harus kulewati, suka atau tidak suka. Aku berani jamin seribu persen kalau aku tak pernah memakai barang haram tersebut. Aku akan membuktikan bahwa aku layak menjadi bagian dari keluarga ini," jawab Kana dengan penuh keyakinan.
Adnan yang selama ini hanya menjadi penonton, akhirnya angkat bicara. "Ma, Pa, tolong beri Kana kesempatan. Kalian tidak akan pernah tahu betapa bahagianya aku saat bersamanya. Dia adalah wanita yang baik dan tulus."
Nyonya Sania dan Tuan Aditya diam sejenak seraya mencerna ucapan Kana. Keduanya saling tatap seakan memberi jawaban apa yang harus dilakukan. "Baiklah, Mama akan lihat bagaimana usahanya untuk membuktikan kalau dia layak diterima oleh keluarga kita."
****
dasar netizen, seneng bener goreng²🤦🏻♀️
tenang Kana kau akan terbebas dari semua mslh fitnah ..emang dunia entertainment penuh persaingan yg gak sehat ..saling menjatuhkan satu sama lain 🤧
Hempaskan badai ini.