Sulfi sangat bahagia ketika liburan sekolah akan tiba dan ia memutuskan untuk pulang ke rumah neneknya
Saat pulang sekolah ada sebuah mobil yang menyerempet Sulfi sampai kakinya tidak bisa untuk berjalan
Pengendara mobil itu langsung membawa Sulfi ke rumah sakit dan ia akan bertanggung jawab semuanya
Sulfi yang merasa jengkel meminta pengendara itu untuk menemaninya ke rumah nenek yang ada di Kota M
Dan tanpa Sulfi ketahui kalau pengendara itu ternyata Om dari kekasih Sulfi yang bernama Hatta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Nenek Kedasih sudah dimakamkan di pemakaman umum dan masih banyak sekali orang yang datang untuk takziah.
Marshall melihat istrinya yang lemas dengan pandangan kosong. Ia pun mengajak istrinya untuk masuk kedalam kamar.
"Istirahatlah dulu, biar Mas yang menemui para tamu" ucap Marshall.
Sulfi menganggukkan kepalanya dan ia langsung merebahkan tubuhnya sambil kembali menangis.
Kedua kakak Sulfi masih berada di perjalanan dan mereka juga sama terkejutnya ketika mendengar kabar Nenek Kedasih yang meninggal dunia.
Marshall dan Alan kembali duduk saat semua tamu sudah pulang
Brugh!
"S-suara apa itu?" Tanya Marshall yang mendengar suara dari dalam kamarnya.
Marshall segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu kamar.
"Sayang!" Marshall melihat istrinya yang tergeletak pingsan tidak sadarkan diri. Ia pun segera meminta Alan untuk memanggilkan dokter agar segera datang ke rumah.
Marshall mengusap wajah istrinya yang masih saja belum sadarkan diri dan tak berselang lama dokter tiba di rumah Nenek Kedasih. Dokter langsung memeriksa keadaan Sulfi yang terlihat pucat sekali.
"Bagaimana keadaan istri saya dok?" Tanya Marshall dengan wajah cemas
"Tekanan darahnya rendah sekali" jawab Dokter yang langsung memasang selang infus ke pergelangan tangan Sulfi.
Dokter mengatakan kalau untuk sementara waktu, Sulfi harus banyak istirahat dan tidak boleh stres. Marshall sangat tahu kalau istrinya pasti sangat down ketika nenek yang ia sayangi meninggal dunia.
Setelah itu dokter berpamitan kepada Marshall dan tidak berselang lama kedua kakak Sulfi datang. Mereka berdua melihat adiknya yang masih pingsan
"Kamu suami Sulfi?" Tanya Kaka Sulfi yang belum mengenal Marshall.
Sulfi hanya mengatakan kepada kedua kakaknya kalau dia sudah menikah. Kedua kakaknya langsung setuju dengan pernikahan adiknya yang mendadak sekali dan mereka berdua pun tidak bertanya kepada adiknya tentang alasan kenapa menikah secepat ini.
Marshall menyodorkan tangannya dan ia memperkenalkan dirinya kepada kedua kakak Sulfi yang bernama Ara dan Septi
Ara dan Septi tidak menyangka jika suami adiknya sangatlah tampan dan mempesona. Mereka berdua tidak henti-hentinya memandang wajah tampan Marshall.
Marshall yang melihatnya langsung risih dan meminta Alan yang untuk menemani Ara dan Septi.
Alan pun langsung menemani dan mengajak mereka mengobrol dan mereka berdua sama sekali tidak menunjukkan wajah sedihnya.
"Kenapa mereka malah mengobrol tidak jelas? Bukankah mereka datang kesini karena nenek meninggal dunia?" gumam Alan yang tidak habis pikir dengan Ara dan Septi.
Marshall kembali masuk kedalam kamar dan melihat istrinya yang baru saja membuka matanya.
"M-mas...." panggil Sulfi.
Marshall langsung menghampiri istrinya dan ia naik ke atas tempat tidur. Ia membelai pipi istrinya dan menanyakan apa yang dirasakan Sulfi saat ini. Sulfi menggelengkan kepalanya dan ia meminta agar suaminya tidak meninggalkannya.
"Ada kedua kakak kamu didepan, Mas panggilkan ya" Sulfi langsung mencekal lengan Marshall dan memintanya untuk tidak memanggil mereka. Marshall mengernyitkan dahinya saat istrinya tidak mau bertemu dengan Ara dan Septi.
"Mas, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan. Semoga Mas tidak terkejut mendengarnya" ucap Sulfi. Ia tidak mau jika nanti suaminya tahu dari orang lain kalau dirinya adalah bukan saudara kandung Ara dan Septi. Sulfi merupakan anak dari istri kedua mendiang suami sekaligus ayah Ara dan Septi.
Marshall mencium kening istrinya dan ia memuji istrinya karena berani mengatakan semuanya kepada dirinya.
"Mereka berdua sama sekali tidak perduli dengan Nenek Kedasih dan setelah ini mungkin mereka akan meminta rumah ini agar segera dijual. Sebenarnya Sulfi sangat berat hati jika rumah peninggalan Nenek Kedasih harus dijual, karena banyak kenangan yang ada dirumah ini.
Marshall meminta istrinya untuk tidak khawatir karena ia sudah tahu apa yang harus dilakukan agar rumah ini tidak diambil Ara dan Septi.
Malam harinya dimana para tamu sudah pulang setelah menghadiri acara tahlilan di rumah Nenek Kedasih.
"Sulfi, ada yang ingin kita bicarakan" ucap Ara yang meminta agar Sulfi untuk duduk di ruang tamu.
Sulfi pun langsung duduk dihadapan mereka berdua yang seperti ingin melahap dirinya. Marshall menggenggam tangan Sulfi dan memintanya untuk tidak takut menghadapi kedua kakaknya.
"Kakak minta agar kamu lekas menjual rumah ini" ucap Ara yang sudah tidak sabar ingin menjual rumah Nenek Kedasih. Hal yang ditakutkan oleh Sulfi akhirnya terjadi juga.
Sulfi meminta agar kedua kakaknya tidak menjual rumah nenek Kedasih dimana banyak kenangan dirumah ini.
"Baiklah kalau kamu tidak mau menjual rumah ini, asalkan kamu mau bercerai dengan suami kamu" ucap Septi yang suka dengan Marshall.
PLAAKKKK!
Suara tamparan yang Sulfi layangkan ke pipi kakaknya yang tidak tahu diri.
"Untuk kali ini aku sudah tidak bisa bersabar lagi menghadapi kalian berdua, aku akan menjual rumah ini daripada aku kehilangan suamiku" Sulfi langsung masuk kedalam kamar meninggalkan kedua kakaknya yang tidak tahu malu.
Marshall meminta Alan untuk mengambil yang sudah ia siapkan di dalam mobil. Ia pun langsung memberikannya kepada Ara dan Septi.
"Rumah ini sudah aku beli, jadi jangan ganggu Sulfi lagi" ucap Marshall yang langsung mengusir mereka berdua. Ia meminta agar Alan mengantarkan mereka berdua ke terminal.
Melihat tas koper yang penuh dengan uang, Ara dan Septi langsung keluar tanpa berpamitan kepada Marshall maupun Sulfi. Marshall hanya bisa menggelengkan kepalanya saat melihat kelakuan Ara dan Septi pukul f
KMP
Marshall mengetuk pintu kamar dimana istrinya ada di dalam sana.
"Masuklah Mas, tidak aku kunci" ucap Sulfi sambil mengusap air matanya.
Marshall masuk kedalam dan melihat istrinya yang sedang duduk di samping tempat tidurnya. "Sayang, ini akte rumah Nenek Kekasih" Marshall memberikan akte itu kepada istrinya
Ia mengatakan kalau dirinya sudah membeli rumah ini dan uang juga sudah ia berikan kepada Ara dan Septi. Sulfi langsung memeluk tubuh suaminya dan mengucapkan terima kasih karena sudah membantunya.
"Sayang, kita sekarang sudah menjadi suami istri jadi sudah kewajiban seorang suami untuk membantu istrinya" ucap Marshall.
Marshall tidak tega melihat istrinya yang selalu didzolimi oleh kedua kakaknya.
"Apakah mereka masih di depan?" Tanya Sulfi yang tidak tahu jika kedua kakaknya sudah pergi dengan membawa uang penjualan rumah.
"Mereka sudah pergi dan Mas melarang mereka untuk mengganggu kamu lagi" jawab Marshall yang tidak suka dengan kedua kakak Sulfi.
Setelah itu Marshall meminta istrinya untuk segera istirahat karena besok ia akan mengajak Sulfi ke makam nenek Kedasih. Ia berencana akan di kota M sampai selesai tujuh hari Nenek Kedasih.
Sementara itu Alan sudah sampai di rumah nenek Kedasih dan ia melanjutkan membersihkan ruang tamu yang belum sempat ia bersihkan. Disaat sedang membersihkan ruang tamu, Alan dikejutkan dengan suara ketukan pintu.
Alan langsung membuka pintu dan melihat ada wanita cantik yang sudah berdiri di hadapannya.
"M-mau mencari siapa?" tanya Alan.
"S-saya mau mengantarkan ini untuk Mas, semoga suka ya" jawab Wanita itu yang memberikan semangkuk kolak hangat. Wanita itu langsung pulang dan meminta Alan untuk menghabiskan kolak buatannya.
Alan sendiri tidak mengenal siapa wanita yang memberikan semangkuk kolak hangat. Ia langsung melanjutkan membersihkan ruang tamu sambil sesekali mencium aroma kolak yang sangat menggodanya dan akhirnya ia mencicipinya sampai habis.