Halwa mencintai Cakar Buana, seorang duda sekaligus prajurit TNI_AD yang ditinggal mati oleh istrinya. Cakar sangat terpukul dan sedih saat kehilangan sang istri.
Halwa berusaha mengejar Cakar Buana, dengan menitip salam lewat ibu maupun adiknya. Cakar muak dengan sikap cari perhatian Halwa, yang dianggapnya mengejar-ngejar dirinya.
Cakar yang masih mencintai almarhumah sang istri yang sama-sama anggota TNI, tidak pernah menganggap Halwa, Halwa tetap dianggapnya perempuan caper dan terlalu percaya diri.
Dua tahun berlalu, rasanya Halwa menyerah. Dia lelah mengejar cinta dan hati sang suami yang dingin. Ketika Halwa tidak lagi memberi perhatian untuknya, Cakar merasa ada yang berbeda.
Apakah yang beda itu?
Yuk kepoin cerita ini hanya di Noveltoon/ Mangatoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Rasa Bersalah Rani dan Diva
Pagi sekali, sudah ada dua pasien sekaligus di salon Male dan Female, khususnya bagian make up. Tidak lain dan tidak bukan Rani dan Diva yang sengaja janjian untuk menemui Halwa di salon tempatnya bekerja.
"Eh, kalian. Pagi amat? Mau ngapain sih sebenarnya? Mau nyalon atau ngerumpi?" ledek Halwa sembari tersenyum bahagia, karena merasa dikunjungi sohib dekatnya.
"Mau nyalon dong, tapi nyalon sambil ngerumpi," bisik Rani menuju muka Halwa, sembari tertawa.
"Sudah ku duga. Ngomong-ngomong kalian mau make-upan, memang ada acara apa? Kok tumben barengan?" heran Halwa.
"Kami mau menghadiri acara lamaran teman kuliah kami jam 10.00." Diva menjawab.
"Ohhh, kirain mau ngemall."
"Jangan lupa lho, bulan depan aku nikah. Kalian jangan sampai tidak datang. Bawa pasangan kalian masing-masing," ujar Rani seraya duduk duluan di depan meja rias.
"Tenang saja. Kita pasti datang kan, Hal? Aku dengan Mas ku, kamu dengan suamimu." Diva menimpali seraya duduk di depan meja rias di samping Rani.
"Sebentar, ya. Aku persiapkan dulu alat-alatnya. Teman aku juga belum datang yang satunya lagi. Soalnya kalian datang justru saat salon baru saja dibuka."
"Kami itu sengaja datang pagi-pagi biar ngobrol lebih lama sama kamu," seloroh Rani.
"Jangan lupa ya Hal, kamu harus datang dengan suami kamu," peringat Diva lagi.
"Insya Allah. Aku tidak bisa janji, soalnya ...."
"Tidak mungkin Halwa tidak datang, dia pasti datang bareng suaminya. Bukankah calon suami aku temanan sama suami Halwa, dekat malah," timpal Rani memotong ucapan Halwa dengan penuh keyakinan.
"Tapi aku tidak bisa janji," kata Halwa lagi.
"Kenapa sih? Coba cerita. Aku penasaran nih?" Diva mulai mengorek keingintahuannya terhadap Halwa.
"Aku nggak mau cerita sama kalian, takut kalian tidak bisa jaga rahasia."
"Ih Halwa, kamu kok begitu sama kita? Kita ini sohib, kita sudah lama saling dukung dan cerita," protes Rani tidak suka.
"Kalian jujur deh, kalian pernah titip salam pada Mas Cakar lewat pacar kalian, katanya salam itu dari aku, padahal aku tidak pernah titip salam lewat kalian. Jujur kalian ngaku, deh," todong Halwa sembari tangannya gesit menyiapkan alat make up di atas meja rias dan membuka semua laci meja rias itu.
Rani dan Diva saling lempar tatap sembari keduanya cekikikan. Halwa sudah menduga, dari gelagatnya mereka berdua mengakui bahwa mereka pelakunya.
"Kalian memang pelakunya. Aku tidak akan menunjuk siapa lagi selain kalian berdua," seloroh Halwa.
"Memangnya kenapa sih, Hal? Harusnya kamu senang. Karena ulah kami, akhirnya kamu menikah dengan lelaki yang kamu sukai. Bukankah beberapa bulan yang lalu sebelum terjadi pernikahan itu, kamu pernah mengungkapkan rasa suka kamu sama Mas Cakar di depan kami, bukan?" heran Diva diangguki Rani.
"Iya sih, aku bisa menikah dengan orang yang aku suka." Halwa mengakui dengan wajah menunduk sedih, teringat kembali kata-kata pedas Cakar tadi pagi.
"Pasti kamu bahagia banget bisa menikah dengan Mas Cakar. Meskipun dia duda, tapi pesonanya luber ke mana-mana. Buktinya dia banyak dikagumi cewek-cewek, terutama KOWAD-KOWAD sekesatuannya."
Ucapan Rani seketika meruntuhkan rasa percaya diri Halwa, terbukti saingannya saja cewek-cewek berseragam. Dan pada kenyataannya Cakar sama sekali tidak mencintainya. Jangankan mencintai, menganggapnya saja tidak. Cakar hanya membutuhkannya saat hasratnya sedang menyala. Terlebih Cakar memang sudah mengakuinya sendiri, saat pertengkaran tadi pagi di meja makan.
"Kamu bahagia kan, Halwa? Mas Cakar pasti memperlakukan kamu dengan sangat baik bukan? Ah, tentu saja, meskipun suamimu banyak digandrungi cewek-cewek berseragam juga, tapi aku rasa dia tidak akan berpaling dari kamu. Kamu pasti pandai melayaninya," sambung Diva mencoba meyakini dugaannya.
Namun Halwa menggeleng seketika, perubahan wajahnya yang sedih kentara oleh kedua sohibnya. Sehingga memancing rasa penasaran keduanya.
"Yang benar Halwa? Coba kamu cerita, ayo cerita. Kami harus tahu seperti apa kehidupan rumah tangga kamu bersama suamimu itu?" Rani mencoba mengorek cerita rumah tangga Halwa. Mereka bukan hanya penasaran, tapi kini raut wajah mereka diliputi rasa penyesalan.
Setelah didesak, akhirnya Halwa menceritakan kisah rumah tangganya diiringi isak tangis. Padahal ia tadinya tidak ingin menceritakan kehidupan rumah tangganya pada kedua sohibnya. Kini sudah terlanjur, Rani dan Diva akhirnya tahu juga.
Diva dan Rani terhenyak dan sungguh sangat menyesal karena telah terlibat dalam perjodohan Halwa dan Cakar. Tahu begini, mereka berdua tidak akan mau menitipkan salam palsu Halwa lewat pacar-pacarnya untuk disampaikan pada Cakar.
"Aku sungguh menyesal Hal, jika kenyataannya begini. Aku minta maaf, ya. Aku salah," ujar Rani meminta maaf sembari merangkul Halwa yang masih terisak.
"Aku juga, Hal. Aku menyesal dan minta maaf karena sudah menyampaikan salam palsu kamu ke suamimu lewat pacarku. Aku menyesal." Begitupun Diva, ia menyesal dan minta maaf sama Halwa lalu memeluk Halwa.
"Kalian tahu, bahkan yang lebih parah dan sakitnya hati aku. Selain menyebut aku cewek caper, dia mengatai aku sebagai perempuan tidak punya harga diri yang tidak tahu malu. Karena selalu ngejar-ngejarnya dengan menitip salam lewat teman-temannya. Padahal aku sama sekali tidak pernah lakukan itu. Aku sangat sedih dan ingin menyerah saja dengan rumah tangga ini," tutur Halwa masih terisak.
Rani dan Diva semakin dilanda menyesal, mereka kian erat merangkul Halwa. Mereka sungguh merasa berdosa terhadap Halwa, karena telah mencomblangi Halwa pada lelaki yang salah.
"Kamu jangan menyerah begitu saja Halwa, anggap saja ini ujian pertama kamu sebagai seorang istri tentara. Apalagi keluarga suami kamu sangat mendukung kamu. Maka kami harap, kamu bertahan dulu. Kita yakin, suatu saat suami kamu akan mencintai kamu kalau kamu terus menunjukkan bukti cinta dan baktimu. Lihat saja nanti." Rani membesarkan hati Halwa yang kini begitu sedih.
"Iya Halwa, kamu harus bertahan dulu. Belum setahun, masa kamu harus mengalah dengan waktu yang singkat. Dan untuk berpisah, tidak akan gampang, terlebih pernikahan kalian sudah tercatat di catatan sipil. Bercerai dengan seorang abdi negara itu akan sulit jika alasan intinya tidak jelas. Kalau bukan KDRT atau bukti perselingkuhan yang konkrit, maka perceraian itu akan sulit dikabulkan," tutur Diva mengemukakan hal yang ia tahu.
Halwa mendesah kecewa. Ia tahu, untuk mengajukan cerai, tentu akan sangat sulit. Kecuali ada dua bukti kuat yang dikemukakan tadi oleh Diva, yakni KDRT dan salah satu pasangan terbukti berselingkuh. Itupun harus memberikan bukti yang konkrit.
"Kamu yang sabar, ya, Hal. Aku dan Diva turut prihatin. Dan mulai sekarang kami hanya bisa mendoakan dan memberi motivasi supaya kamu tidak menyerah secepat itu." Rani kembali memberi dukungannya untuk Halwa yang kini dilanda sedih yang mendalam.