GAVIN adalah pria dewasa yang usianya sudah menginjak kepala tiga. Orang tuanya sudah mendesak untuk segera menikah,terutama
mama nya.
Tapi Gavin menolaknya mentah-mentah. Bahkan mama nya sempat menjadwalkan kencan buta untuk putra tunggal nya itu dengan beberapa anak perempuan dari teman nya,dan yang Gavin lakukan hanya diam saja ,tak menghiraukan Mama nya yang terus berteriak meminta menantu dan cucu.
Hingga suatu hari, Gavin pergi kesalah satu kafe yang sering dikunjungi oleh para anak muda. Disana ia bertemu dengan seorang gadis yang tertawa bersama teman-teman nya. Gavin terpukau oleh gadis itu.
Tanpa tau siapa gadis yang ia temui dikafe itu, Gavin meminta kepada kedua orang tuanya untuk melamar gadis tersebut, tidak peduli jika usia mereka yang terpaut jauh, karena ia sudah mengklaim gadis itu sebagai istri nya nanti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marta Safnita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22.
Raga:
Na, Lo kapan balik? Gue kesepian nih dirumah, mama sama papa baru berangkat keluar kota soalnya.
Redyna mengerutkan kening ketika mendapat pesan dari Raga. Lantas kenapa kalau Raga kesepian? Tidak ada hubungan nya sama sekali dengan nya. Seharusnya Raga tidak perlu merasakan kesepian, dirumah ada ART, tukang kebun, satpam,dan sopir yang bisa pria itu ajak mengobrol.
Ponsel Redyna kembali berbunyi, masih dengan orang yang sama yang mengiriminya pesan.
Raga:
Dibalas dong Na. Tega amat lo sama Abang sendiri.
Dengan malas, akhirnya Redyna membalas pesan dari Raga.
Redyna:
terus lo maunya gimana, Bang? Emang orang-orang yang ada dirumah pada kemana?
Raga:
CK, gitu banget sih Na, bales nya, gue males ngobrol sama mereka nggak nyambung tahu nggak. Setiap gue ajak ngelawak, mereka malah nggak pernah ketawa, seharusnya 'kan mereka ketawa karena lawakan gue. Ngelunjak emang tuh, pekerja.
Redyna tertawa geli, membaca balasan dari Raga. Tangan nya mulai kembali mengetik.
Redyna:
Lawakan Lo nggak lucu.a****g
Raga:
Hee...gue sekrinshot ya, nanti gue tunjukkin chat ini ke mama papa, awok awok.
Redyna menggeram kesal membaca balasan terakhir Raga, lalu kemudian ia menendang kaleng minuman yang ada didepan nya. B******k, umpat Redyna dalam hati.
" Belum pulang,kak?"
Sedang asyik membalas pesan dari sang Abang dengan menggebu-gebu Redyna terlonjak mendengar suara seseorang yang tepat berada disebelah nya.
" Bisa nggak sih, nggak usah ngagetin?!"
Orang itu tertawa," ya habis nya, kakak fokus banget main HP-nya. Lagi apa sih emang?" tanya nya sedikit mencondongkan tubuhnya, berusaha melihat isi ponsel Redyna.
" jauh-jauh sana lo,sat!"
"CK pelit banget, kenapa kakak belum pulang? Nungguin satria ya?"
" Idih,pede banget lo! Gue lagi nunggu jemputan."
Satria mengangguk." ya udah, kalau gitu satria pulang dulu ya, mau nyari contekan buat besok,hahaha."
selepas satria- teman sebangku yang gesrek itu pergi, Redyna kembali sendirian menunggu Gavin yang akan menjemput nya. Ponsel yang masih berada di genggaman berdering, tanpa melihat siapa yang menelepon, Redyna segera mengangkat panggilan tersebut dengan sarkasme.
" Hallo!"
"Ada apa sih ? Kok ngegas gitu suaranya?"
Terdengar suara gerutuan seseorang dibalik telepon sana, lantas saja Redyna menjauhkan ponselnya dan membaca nama si pemanggil.
" Om Gavin ?" gumam Redyna.
Lalu Redyna kembali mendekat kan ponsel ke telinga nya, kemudian melangkah berujar, " aku nggak apa-apa. Om dimana? Uda nyampe belum?"
" Udah Na."
" Terus, sekarang dimana?"
" Didepan sekolah kamu, dekat pohon mangga.cari aja yang mobil nya paling mahal dari yang lain. Kamu nggak lupa 'kan sama mobil saya?"
" Mahal sih mahal Om, tapi jangan ria juga dong. Warna mobil nya yang abu-abu kan ? Udah ya, aku tutup telepon nya." Belum sempat Gavin membalas ucapan nya, Redyna segera mematikan sambungan telepon mereka.
Setelah itu Redyna, mulai melangkah kan kaki menuju pohon mangga yang jaraknya 100 meter dari gerbang sekolah. Begitu sudah melihat mobil mewah Gavin, tanpa ragu Redyna langsung masuk kedalam. Matanya memindai Gavin yang tengah fokus pada ponsel nya. Bahkan pria itu sampai tidak menyadari Redyna yang sudah duduk disebelah nya.
"Om," panggil Redyna.
"Om."
"Om !" suara sudah dikeraskan, tapi masih tidak ada jawaban dari sang empu disebelah nya. Apa yang sedang pria itu lakukan dengan ponsel nya, sampai-sampai suara Redyna yang keras tidak terdengar sama sekali oleh nya.
Redyna berdecak kesal saat tidak mendapat respon dari Gavin. Hingga sebuah ide jahil terlintas dikepala nya, ia tidak memikirkan konsekuensi apa yang akan ia terima nantinya.
Dengan setengah berani, Redyna mencium rahang Gavin yang langsung membuat pria itu menghentikan kegiatan nya.
Merasa tidak mendapat respon kembali, Redyna kembali melancarkan aksinya dengan membuka dasi Gavin secara perlahan. Setelah itu Redyna bergelayut manja dilengan kekar Gavin, mulut nya membulat saat merasakan betapa kekarnya otot bisep pria itu. Tak tinggal diam, tangan Redyna yang menganggur ia gunakan untuk mengelus d**a bidang Gavin, membuat pola abstrak disana.
Sedangkan sibuk tangan nya bergerak kesana kemari membuat pola, tiba-tiba saja tangan nya dicekal dan mengharuskan Redyna untuk menatap sitangan yang berani-beraninya menghentikan kegiatan nya.
"Om !" Redyna melayang kan protes nya, alisnya menukik tajam menatap Gavin.
Tadinya Gavin masih setia melihat apa yang akan dilakukan Redyna dengan wajah datar nya. Lama kelamaan, Gavin sudah tidak bisa menahan diri lebih lama lagi, ketika jemari-jemari Redyna yang lentik terus menari diatas dadanya yang bidang, dan itu berhasil membangkitkan sesuatu yang ada didalam diri Gavin.
" Udah cukup main-main nya, sayang," ujar Gavin. Detik setelah nya ia mencium bibir Redyna dengan cepat, bibir yang selalu dia idam-idamkan. Perlahan bibirnya mulai bergerak dengan pelan dan melumat nya halus. Tidak menghiraukan Redyna yang terus-terusan memukul dadanya.
Setelah beberapa Minggu yang lalu, dimana Gavin mencium bibir Redyna untuk kali pertama, mulai dari sana rasa ingin terus mengecup, melumat,dan menghisap bibir mungil itu, timbul yang perlahan menjadi candu untuk dirinya memakan habis gadis nya.
Napas kedua nya terengah setelah beberapa saat mereka melepas ciuman nya. Gavin menempel kan keningnya pada kening Redyna dengan mengulas senyum dibibir nya. " Manis," ucap nya berhasil membuat pipi Redyna merona malu.
Mata gadis itu melotot ketika Gavin membawa tangan nya menuju area Pangka paha pria itu. Lebih melotot merasakan sesuatu yang keras disana. Ia menatap takut wajah Gavin yang masih tersenyum itu, tidak berani melirik kebawah.
" O-om, apa itu?" tanya Redyna dengan gugup. Dalam hati, Gavin menggeram kesal. Betapa murahan nya milik nya ini, hanya sebuah ciuman saja mampu membuat kejantanan nya bangun.
Seberpengaruh itukah Redyna terhadap Redyna?
Redyna menelan ludahnya dengan keras, bersiap memukul sesuatu yang keras itu dengan tangan nya sendiri. Tapi disaat Redyna akan mengayunkan tangan nya, Gavin telah lebih dulu menahan nya. Menahan sang gadis pujaan agar tidak melukai aset masa depan nya.
Jangan macam-macam ya Na. Kalau nanti kita nggak punya anak gara-gara kamu udah macam-macam sama aset saya ini gimana? Kamu beneran nggak mau punya anak? Ucap Gavin tegas, dirinya begitu kesal.
" apa-apaan sih! Om duluan yang mulai ! Dasar om-om tua m***m !"
"Biarpun kamu ngatain saya om-om tua m***m, tapi situs m***m ini yang bakalan jadi suami kamu," balas Gavin acuh tak acuh, setelah itu ia memaksa Redyna untuk berpindah kepangkuan nya.