Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Siksaan Batin
Ayuna merasa lega, dia bisa bekerja dengan tenang. Oma dan Opanya tidak lagi membahas tentang perjodohannya. Ia berharap, mereka tidak lagi berniat menjodohkannya dengan pria asing yang belum dikenalinya.
Setelah selesai menuntaskan pekerjaannya yang cukup melelahkan, Ayuna berniat untuk segera pulang. Dia ingin sekali mengajak ibunya keluar untuk sedikit menenangkan pikiran.
"Hari ini aku harus pulang cepet, aku ingin mengajak Mama belanja. Sudah lama aku tidak mengajaknya belanja," gumam Ayuna dengan mengendarai mobilnya menuju rumah.
Setelah jam kerjanya selesai, Ayuna memutuskan untuk segera pulang. Apalagi tanggungannya juga sudah tidak terlalu berat, karena kebanyakan pasiennya sudah pulang karena dinyatakan sehat.
Tiba di depan rumahnya, Ayuna disambut oleh Mamanya yang tengah menyirami bunga di taman depan.
Ayuna tersenyum getir, menatap iba pada Mamanya yang dijadikan budak oleh omanya yang memiliki sifat keras.
"Mama!"
Ayuna berjalan ke arah Mamanya sembari memanggilnya.
Lidya pun menoleh dan menghapus wajahnya yang berkeringat.
"Yuna! Kamu sudah pulang nak?" tanya Lidya dengan tersenyum.
"Udah Ma. Alhamdulillah, sekarang pasienku sudah banyak yang pulang, karena sudah sehat. Jadi aku ada waktu untuk pulang lebih cepat," jawab Ayuna.
"Oh! Ya Ma, Mama lagi sibuk nggak?" tanya Ayuna.
"Enggak sayang? Mama udah masak buat makan siang. Ini tinggal menyirami bunga yang udah agak layu. Emangnya ada apa sayang?" tanya Lidya dengan menoleh pada Ayuna.
"Em, Yuna ingin mengajak Mama belanja. Kan Mama juga udah lama nggak pernah belanja, bisa kan Ma, kita keluar?" tanya Ayuna.
Lidya pun menganggukkan kepalanya. Sebenarnya dia sudah lama ingin menikmati dunia luar. Tapi sejak kedatangan mertuanya di mantion, semuanya langsung berubah.
Tidak ada lagi kata bersantai ataupun bebas keluar. Bahkan untuk menemui keluarganya sendiri saja tidak diizinkan oleh mertuanya.
"Iya sayang? Mama mau diajak keluar. Tapi apa oma kamu mengizinkan?"
Lidya ragu, mertuanya tidak memberinya izin keluar untuk menemani anaknya berbelanja.
Ayuna menghela nafasnya kasar, mengingat kejahatan yang dilakukan oleh omanya, selalu membuat hatinya terluka karena tidak pernah mendapatkan izin keluar, kecuali bekerja. Bahkan untuk jadwal kerja pun, sudah ditentukan oleh opanya, Alexander.
"Coba Yuna tanya dulu pada oma ya Ma. Semoga aja, oma ngasih izin," jawab Ayuna.
"Iya sayang? Tapi kalau nggak boleh jangan maksa ya? Nanti kamu akan dimarahin," tutur Lidya.
"Iya Ma," jawab Ayuna dengan mengangguk.
"Yaudah kalau begitu, Ayuna masuk ke dalem dulu. Mau pamit sama oma. Semoga aja oma nggak marah dan dikasih izin," ucap Ayuna.
"Iya, Mama juga mau siap-diap dulu. Belum mandi juga," jawab Lidya dengan mematian kran dan menggulung selangnya.
Ayuna bergegas menuju ke rumah, berharap mendapatkan izin dari omanya.
Di ruang tengah, terlihat omanya tengah menonton televisi sambil mengobrol dengan anak perempuannya, Anisa.
"Yuna! Kamu udah pulang?" tanya Anisa.
"Iya Tante, aku udah pulang. Aku kan dapat sift pagi. Jadi siang aku udah bisa pulang.
"Oh!"
Anisa menjawabnya dengan muka jutek.
"Em, oma! Aku minta izin ya?"
Ayuna mendekat pada omanya yang fokus menonton sinetron.
Martha langsung menoleh dengan menatapnya garang.
"Jangan aneh-aneh. Mau minta izin buat apa kamu," ucapnya ketus sedikit membentak Ayuna.
"Aku mau izin buat belanja. Kebetulan kebutuhan bulananku udah habis. Aku nggak sendiri kok, aku ditemani sama Mama," ucap Ayuna merendah dengan menundukkan kepalanya.
"Apa kamu bilang? Belanja sama Mama kamu? Tidak-tidak, oma tidak akan mengizinkan," jawab Martha tegas.
"Tapi oma.... "
"Diam!"
"Kamu nggak pernah kuizinkan buat pergi selain ke rumah sakit. Bahkan aku sangat tidak suka kamu pergi dengan Mama kamu yang kampungan itu. Kamu boleh pergi, tapi ditemani oleh Anisa, bukan Mama kamu," peringat Martha.
Tak terasa air bening itu telah menetes di pipinya. Hatinya hancur berkeping-keping, saat gagal mengajak Mamanya pergi.
Lidya masuk ke dalam dan mendapati Ayuna tengah menangis. Dia ingin bertanya, namun dia sangat takut mendapatkan makian dari mertuanya.
"Ini pasti ukah kamu. Kamu kan, yang membujuk Ayuna untuk diajak belanja. Supaya kamu bisa bersenang-senang di luar dengan berfoya-foya menghabiskan uang Ayuna. Iya kan? Ayo ngaku," bentak Martha menatap tajam pada Lidya.
"Enggak Ma, aku tidak mengajaknya," jawab Lidya.
"Bohong! Kamu sudah berani membantahku, kalau saja aku tidak sayang pada anakku, mungkin aku sudah tendang kamu dari sini," sentaknya lagi.
"Astaghfirullah hal azim, Oma!"
Ayuna langsung beranjak dari tempat duduknya dengan memelot di depan omanya. Hatinya tidak bisa menahan lagi, melihat Mamanya mendapatkan perlakuan buruk dari omanya.
"Oma! Oma boleh marah sama aku, tapi jangan perlakuan orang tuaku seperti ini. Memangnya apa kesalahan orang tuaku, sampai oma tega padanya. Seandainya saja anak oma diperlakukan sama seperti oma memperlakukan Mamaku, apa yang akan oma lakukan. Apa oma terima, saat anaknya dibentak-bentak seperti ini."
Ayuna tidak lagi menghormati omanya. Tidak terima, mendapati Mamanya dibentak oleh mertuanya tanpa ada rasa iba.
"Ayuna! Apa yang kamu lakukan? Kenapa kau membentak omamu. Yang kamu katakan jelas salah Ayuna. Keturunan oma, nggak ada yang dibentak-bentak orang lain. Kamu tau kenapa? Karena turunan oma bukan orang kampungan dan miskin. Jadi, kami tidak akan mendapatkan perlakuan buruk dari orang lain, beda sekali sama Mama kamu, udah kampungan miskin lagi."
Anisa memberikan ejekan pada Ayuna dan juga Lidya dengan senyuman smirk.
Ayuna pun mengepalkan tangannya, ingin sekali memberikan pukulan pada Tantenya yang sama seperti omanya.
Lidya hanya bisa diam dengan menundukkan kepalanya. Hatinya hancur direndahkan oleh mertuanya yang tidak pernah menganggapnya sebagai menantu.
Ayuna mendekat pada pada Mamanya dan mengajaknya pergi dari hadapan mereka.
"Ayo Ma, kita pergi. Jangan dengarkan ucapan mereka. Suatu saat nanti, mereka pasti akan mendapatkan ganjarannya," tutur Ayuna.
"Ayuna! Mama nggak papa, Mama baik-baik saja kok. Kamu jangan bantah mereka, kamu harus menghormati mereka. Dia itu Oma dan Tante kamu, nggak seharusnya kamu bersikap seperti itu pada mereka."
Lidya merasa tidak enak hati karena Ayuna sudah sangat berani pada pada neneknya.
"Ma! Siapapun bisa kita lawan kalau sudah menginjak-injak harga diri kita. Walaupun kita orang miskin, setidaknya kita punya harga diri Ma. Dan mereka orang kaya, jika tidak bisa mengimbangi kelakuannya, maka dia jauh lebih miskin dari kita."
Ayuna menggandeng Tanga Mamanya, dan mengajaknya menuju kamar.
"Aku akan lakukan apapun untuk bisa pergi dari sini Ma. Aku janji, aku tidak peduli kalau Papa ataupun kakak tidak mau ikut keluar dari mansion. Kita cari tempat tinggal yang lebih nyaman Ma, nggak papa kalaupun hidup kita nggak semewah tinggal di mansion," tutur Ayuna.
"Tapi Yuna! Mama nggak mau menjadi istri yang durhaka karena tidak patuh pada suaminya. Dan Mama tidak mau membuat masalah dengan oma kamu. Demi kalian tetep bahagia dengan apa yang kamu gapai, Mama rela kok, di sakiti sama mereka. Mama sangat yakin, suatu saat nanti, mereka akan menyadari semuanya," ucap Lidya dengan berjalan beriringan menuju kamarnya.
"Tapi mereka tidak memiliki perasaan Ma. Sampai kapan Mama akan diam diperlakukan seperti ini."
Ayuna tidak habis pikir, kenapa Mamanya begitu baik, wala sudah diperlakukan sangat buruk, tapi dia masih tetap bertahan hanya demi anak-anaknya hidup bahagia berkumpul dengan keluarganya.
"Pokoknya Ma, aku harus ngomong sama Papa. Aku minta sama Papa supaya kita bisa keluar dari Mansion ini!"
seperti nya Martha ini operasi plastik niru wajah nya istri sah Alexander deh