"Jika aku harus mati, maka aku akan mati karena Allah dan kembali pada Allah, bukan menjadi budakmu."
"Hati - hati Jingga, Semakin tinggi kemampuanmu, maka semakin Allah akan menguji dirimu. Tetaplah menjadi manusia yang baik, menolong sesamamu dan yang bukan sesamamu."
"Karena semakin tinggi kemampuanmu, semakin pula kamu menjadi incaran oleh mereka yang jahat."
Dalam perjalanan nya membantu sosok - sosok yang tersesat, Rupanya kemampuan Jingga semakin meningkat. Jingga mulai berurusan dengan para calon tumbal yang di tolong nya.
Dampak nya pun tidak main - main, Nyawa Jingga kembali terancam karena banyak sosok kuat yang merasa terusik oleh keberadaan Jingga. Jingga semakin mengasah dirinya, tapi apakah dia bisa kuat dan bisa menolong mereka yang meminta bantuan nya? sementara nyawanya sendiri juga terancam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 31. Menyesal pun sudah terlambat.
Jingga menghabiskan sisa waktu nya di sana hari itu, tapi karena bukan libur panjang dan besok harus sekolah, dia kembali ke Jakarta hari ini dan saat ini juga. Jingga sudah bersiap dan memasukan barang nya kedalam mobil nyam, namun dengan pikiran yang masih tidak tenang.
Karena Jingga masih takut jika apa yang di lihat nya sungguhan terjadi, akhirnya Jingga mengirimi Ustad Sholeh pesan agar datang ke rumah bapak pemarah itu dan Ustad Sholeh pun sudah ke sana untuk menolong si bayi, tapi.. sudah terlambat.
Di rumah pak Wanto saat ini sedang ramai dengan suara tangisan, bukan suara tangis bayi tapi tangisan orang - orang dewasa, karena bayi malang itu sudah meninggal.
"Huhuhu... Rasya... Hiks.. Hiks.. hiks.." Ibu si bayi sampai lemas dan pingsan berulang kali.
Dia sudah lama menunggu momen nya menjadi ibu, tapi kini putra nya malah sudah di ambil kembali oleh sang pencipta. Bayi itu meninggal sekitar satu jam setelah ustad Sholeh datang, Ustad Sholeh sudah menjelaskan bahwa apa yang di katakan Jingga itu benar, dan baru ayah si bayi mempercayainya karena itu keluar dari mulut sang Ustad.
Saking terlalu lama nya bayi itu menangis sampai tidak keluar suara dan berakhir kehilangan nafas, terlihat juga ustad Soleh ada di sana, menatap bayi malang yang sudah tidak bernyawa itu dengan tatapan sedih, dia tidak bisa menyelamatkan nya.
"Pak, Jahat banget orang yang udah jadiin anak kita wadal, hiks.. Hiks.. Hiks.." Ujar si ibu bayi sambil terisak - isak.
"Orang keji mana yang tega - teganya ngambil anakku!? Aku bersumpah aku akan bunuh dia!!" Teriak si ibu bayi.
"Istigfar, mbak. Nggak boleh gitu." Ujar Ustad Sholeh.
"Huhuhuhu.. Ustad, saya mengandung selama sembilan bulan bukan ingin memberikan anakku ke orang gila itu! Mereka kaya kenapa harus ngambil anak saya!? Saya nggak terima, Ustad.. hiks.. Hiks.." Ibu si bayi terisak - isak, lalu kembali pingsan.
"Kenapa dia nggak pake anak nya sendiri buat di jadikan tumbal, jangan anak saya Ustad.." Sambung pak Wanto.
Pak Wanto yang pemarah itu kini terduduk di kursi sambil memangku jasad putra pertama nya yang masih bayi itu, air matanya mengalir karena tak bisa menerima kenyataan anak nya di jadikan tumbal pelaku pesugihan.
Nyatanya kini keluarga itu harus menerima kenyataan pahit bahwa bayi mereka sungguhan sudah di tandai sebagai calon tumbal, dan kini sudah di ambil.
"Kalo aja aku dengerin ucapan Jingga, anakku pasti masih hidup. Ini salah bapak, nak.. salah bapak.. Hiks.. Hiks.." Pak Wanto yang sebelum nya menentang apa yang Jingga ucapkan bahkan marah dan memaki Jingga kini menyesal.
"HHHHAAARRGGGG!!!! Aku bersumpah, demi apapun juga, kalau sampe aku ketemu siapa pelaku yang udah ngambil anakku di jadikan wadal, aku akan membunuh nya! aku akan arak dia di kampung dan membakarnya!" Teriak pak Wanto.
Beralih ke sisi Jingga, karena dia masih belum mendapatkan kabar apapun dari ayah Gani atau ustad Sholeh, akhir nya Jingga pun pergi. Tapi sebelum akhir nya dia pergi, Jingga sudah berpesan pada ibu nya Gani agar jangan datang ke rumah pak Wanto sampai ada kabar yang datang.
Saat ini Jingga, Elang dan Gani sudah dalam perjalanan pulang menuju ke Jakarta, mereka harus segera kembali karena besok mereka sudah harus sekolah.
'Masih belum ada kabar apapun dari pak de, apa yang aku liat itu salah?' Batin Jingga.
Ia masih saja memikirkan perkembangan atas apa yang di lihat nya, ia penasaran apakah bayi itu akhir nya bisa di selamatkan apa tidak.
"TING!"
"TING!"
TING!"
Tiba - tiba banyak notifikasi yang masik di ponsel Jingga, itu adalah dari Ilham yang sejak kemarin dia kesulitan menghubungi JIngga, karena sinyal ponsel Jingga sangat susah.
"Astagfirullah." Gumam Jingga, dia lupa mengabari abang nya juga.
"Kenapa, Ngga?" Tanya Gani dan Elang bersamaan.
"Gue lupa ngabarin abang sama papa coba." Ujar Jingga, karena dia tidak menggenggam ponsel terus menerus jadi tidak kepikiran, lagi pula di tempat nya sangat susah sinyal.
Elang dan Gani pun hanya saling pandang karena mereka pikir ada hal besar apa yang terjadi, ternyata cuma lupa kasih kabar. Jingga pun membalas pesan dari Ilham dan ayah nya juga. Dan di saat itu juga ponsel nya berdering, panggilan dari Ustad Sholeh.
"Halo.. Assalamualaikum, ustad." Sapa Jingga.
Jingga mendengarkan apa yang di sampaikan oleh ustad Sholeh dan dia tertegun saat kabar itu.
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun." Ujar Jingga, Elang dan Gani kembali menatap Jingga dengan tatapan penasaran.
"Iya pak Ustad, terimakasih banyak. Waalaikumsalam." Ujar Jingga lagi, setelah Ustad Sholeh sudah selesai bicara.
"Jingga, ada apa?" Tanya Gani.
"Keponakan bu de, meninggal Ni." Ujar Jingga, Gani pun terkejut.
"Nah kan, rasain tuh bapak. Mau di tolongin malah nyerang, keras kepala sih." Ujar Elang.
"Astagfirullah, El.. Istigfar, nggak boleh gitu." Ujar Jingga.
"Oiya sorry - sorry." Ujar Elang.
Tapi Jingga sendiri juga merasa lega, ibunya Gani jadi tidak terfitnah seperti apa yang ada dalam pengelihatan nya. Gani yang duduk di belakang juga kembali menatap Jingga dengan tatapan terimakasih, karena Jingga menyelamatkan ibunya.
•○•○•○•
Akhirnya setelah ber jam - jam menempuh perjalanan, akhirnya mereka kini sampai di rumah ayah Ilham sekitar jam 11 malam. Terlihat ayah Ilham sudah berdiri di depan rumah, menunggu kedatangan Jingga.
Ayah Ilham terkejut saat melihat Elang yang ikut tidur di dalam mobil, dia tidak tahu Elang ikut dengan Jingga. Ayah Ilham pun dengan pelan membangunkan Jingga.
"Nak, bangun udah sampai." Ujar ayah Ilham, dan Jingga tampak terbangun.
"Papa?" Jingga kebingungan, ayah Ilham pun terkekeh.
"Masih ngantuk ya? Ini kenapa bocah ini ngikut?" Tanya ayah Ilham, yang di maksud adalah Elang.
"Oh, Elang? El, bangun El udah sampe." Jingga menepuk lengan Elang kemudian Gani.
Elang dan Gani bangun bersamaan dan Elang terkejut saat melihat wajah ayah Ilham, ia pun menyengir kuda.
"Om, hehe.." Elang bagai maling yang ketangkap basah.
"Ngapain kamu di sini?" Tanya ayah Ilham
"Ikut Jingga, om." Ujar Elang, ia menyengir.
Ayah Ilham bagai banteng yang siap menyeruduk, dia menatap Elang dengan tatapan yang sangat datar. Dan akhirnya Elang di antar keluar gerbang oleh Jingga dan ayah Ilham yang masih melipat kedua tangan nya di depan dada.
"Dah Jingga, om.. Assalamualaikum." Ujar Elang.
"Waalaikumsalam." Sahut ayah Ilham dengan nada datar, Elang pun pergi.
Jingga tau ayah nya mungkin marah, tapi dia tidak menunjukan nya pada Jingga. Jingga juga jadi ikut merasa bersalah sekarang.
"Bisa - bisa nya anak laki ngikutin anak perempuan. Dia macem - macem sama kamu nggak, nak?" Tanya ayah Ilham.
"Enggak, pa. Malah dia ikut jagain Jingga. Maaf ya pa, Jingga nggak ngasih tau papa, lupa." Ujar Jingga, ayah Ilham pun tersenyum, dia tidak bisa marah pada Jingga.
"Ya udah, masuk yuk." Ajak ayah Ilham, dan mereka pun masuk ke dalam.
Ayah Ilham dan Jingga masuk ke dalam, dan saat di dalam mereka bertemu Gani yang masih duduk di ruang tengah sambil minum.
"Tidur lagi ya, besok sekolah." Ujar ayah Ilham pada Jingga.
"Iya pa." Sahut Jingga, lalu naik ke atas.
Ayah Ilham menatap Gani seolah banyak sekali pertanyaan yang akan dia utarakan pada Gani, Gani pun tetap berdiri di sana seakan sudah tahu arti tatapan ayah Ilham.
Setelah terdengar suara pintu kamar Jingga yang terbuka dan tertutup lagi, ayah Ilham pun menghampiri Gani.
"Gani, apa terjadi sesuatu selama Jingga di kampung nya?" Tanya ayah Ilham.
"Ada sosok kiriman yang ikut ke rumah Jingga, om. Aku nggak tahu dia ikut siapa dan dari mana, aku dan Elang begadang semalaman karena sosok itu terus berada di atap rumah Jingga." Ujar Gani.
"Terus om, Jingga.. dia mendapat pengelihatan lagi. Dan kali ini.. dia sudah menyelamatkan nyawa ibuku." Ujar Gani, ayah Ilham pun tertegun.
"Maksudmu?" Tanya ayah Ilham.
"Jingga nggak bilang masalah ini sama aku, tapi Jingga menyelamatkan ibuku dari fitnahan, berkat pengelihatan nya." Ujar Gani.
'Kemampuan nya semakin terbuka, pada dasar nya dia adalah keturunan orang spesial.' Batin ayah Ilham.
BERSAMBUNG..
Bakar aja skalian dgn rumahnya. Jangan kasih kesempatan idup, berbahaya tuh orang
pokok Ny Makasih 😍,
Msh Ada 2 Jones Belum Ada Jodoh Ny tu