S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14. MENGEMBALIKAN
Keesokan harinya...
"El, apa kau yakin ingin pulang? Sebaiknya kau dirawat beberapa hari lagi, kau masih lemah." Farzan mencoba membujuk Elmira. Sejak pagi wanita itu ngotot ingin meninggalkan rumah sakit.
"Aku tidak bisa berlama-lama disini, Pak. Ada banyak hal yang harus aku selesaikan. Bapak tidak perlu khawatir, aku pasti akan baik-baik saja. Lagipula, aku sudah merasa jauh lebih baik." Ucap Elmira. Meski dokter sudah menyarankan untuk dirawat beberapa hari, tapi ia tidak ingin membuang waktu terlalu lama di rumah sakit. Dan beruntung, dokter mengizinkannya pulang.
"Em, baiklah jika itu kemauanmu," Farzan pun pasrah. "Kalau begitu aku akan mengantarmu mencari tempat tinggal, ayo."
Elmira menggeleng, "Tidak perlu, Pak. Aku bisa sendiri. Sebaiknya Bapak pulang saja, keluarga Bapak pasti mencari. Terimakasih sudah menemaniku semalaman disini." Ujarnya. Ia merasa tidak enak terus-menerus menerima bantuan Farzan. Sejak dulu bosnya itu selalu baik padanya. Tidak pantas saja menurutnya seorang bawahan sepertinya terlalu dekat dengan sang bos.
"Mari Pak, kita ke depan bersama." Elmira melangkah lebih dulu keluar dari ruang rawat, dibelakangnya Farzan pun menyusul dengan langkah yang terlihat lesu. Ia hanya ingin memastikan jika Elmira berada ditempat yang nyaman dan aman. Tapi wanita itu menolak niat baiknya.
"El, kau ingin kemana? Biarkan aku yang mengantarkan mu." Ujar Farzan ketika telah berada di pelataran rumah sakit. Ia masih berharap Elmira mau menerima bantuannya kali ini.
"Terimakasih atas kebaikannya, Pak. Tapi tidak perlu mengantarku, aku bisa sendiri." Elmira lalu menyetop taksi yang lewat. "Aku duluan, Pak." Ujarnya kemudian bergegas masuk kedalam taksi.
"Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian, El." Setelah taksi yang ditumpangi Elmira telah melaju. Farzan pun bergegas masuk kedalam mobilnya lalu mengikuti taksi tersebut. Ia hanya ingin tahu dimana Elmira akan tinggal, agar ia bisa memastikan keamanan wanita itu meskipun dari kejauhan.
"El, sebenarnya kau ingin kemana?" Gumam Farzan yang terus mengikuti taksi yang ditumpangi Elmira dengan jarak yang aman agar tidak ketahuan.
Hingga tak lama kemudian, taksi tersebut berhenti didepan sebuah rumah yang megah. Farzan memarkir mobilnya cukup jauh agar Elmira tak melihat bahwa ia membuntutinya.
"Rumah siapa itu?" Farzan memperhatikan dengan seksama ketika Elmira turun dari taksi hingga masuk kedalam rumah tersebut. Melihat taksi yang ditumpangi Elmira belum juga meninggalkan tempat, Farzan pun turun dari mobilnya dan menghampiri taksi itu.
"Pak, bisa antarkan saya ke jalan Kemayoran." Farzan ingin mengorek informasi, ia penasaran kenapa taksi itu belum pergi.
"Maaf Pak, saya sudah punya penumpang."
"Tapi saya tidak melihat ada penumpang?"
"Dia masuk kedalam rumah itu untuk mengambil barang-barangnya, Pak." Jawab supir taksi itu sambil menunjuk kearah rumah megah itu.
Farzan mengangguk pelan, setelah mendapat informasi iapun bergegas kembali ke mobilnya. Ia menunggu Elmira keluar dari rumah itu dengan sedikit cemas. Supir taksi itu mengatakan bahwa Elmira mengambil barang-barangnya didalam rumah itu, dan artinya itu adalah rumah Ramon.
"El, kenapa kau datang ke rumah itu. Seharusnya kau tidak perlu mengambil apapun di rumah itu. Aku bisa menggantikan semuanya." Farzan nampak kesal.
.
.
.
Sementara itu didalam rumah mega tersebut...
"Kau masih punya muka rupanya kembali ke rumah ini."
Kalimat nyelekit yang menyambut kedatangan Elmira tak membuatnya gentar. Ia melewati saja wanita yang bak pemilik rumah itu dengan gaya angkuhnya.
"Hei apa kau tuli, huh?" Bella nampak geram karena Elmira melewatinya begitu saja. Ia melangkah cepat mengusul Elmira lalu menarik tangan wanita itu.
"Lepas!" Sentak Elmira menarik tangannya dengan cukup kuat, membuat Bella terhuyung ke belakang.
"Aaaa..." Bella berteriak saat tubuhnya kehilangan keseimbangan, ia terjungkal ke belakang dan...
"Mira, apa yang kau lakukan!?" Bentak Ramon yang menangkap tubuh Bella dengan gesit. Ia baru saja dari dapur membawa piring bekas istrinya itu dan melihat perbuatan kasar Elmira yang mendorong Bella. Beruntungnya ia bisa berlari dengan cepat menangkap tubuh Bella sebelum terjatuh ke lantai.
"Aku tidak melakukan apapun, dia duluan yang menggangguku." Jawab Elmira dengan santai, kemudian melanjutkan langkah menuju kamarnya.
"Mas dia kembali kesini pasti ingin mengambil barang-barang berharga. Jelas dia tidak mau rugi berpisah denganmu." Sungut Bella dengan suara yang cukup keras.
Elmira hanya tersenyum miring mendengarnya.
Sesampainya dikamar, Elmira mengambil sebuah tas kecil yang dulu ia bawa saat datang ke rumah suaminya itu sebelum dialihkan atas namanya. Apa yang ia bawa saat datang, itu jugalah yang akan ia bawa kembali pergi dari rumah yang penuh dengan kenangan itu.
Beberapa pigura kecil yang merupakan foto ayah dan ibunya serta foto-foto masa kecilnya bersama kedua orangtuanya ia masukkan kedalam tas. Kemudian ia mengambil laptop miliknya yang ia beli dari hasil jerih payahnya sendiri. Laptop itu yang ia gunakan ketika menjadi sekretaris Farzan dulu sebelum menikah dengan Ramon.
Mendengar derap langkah kaki dari arah belakangnya, Elmira menyunggingkan senyum tipis. Ia tahu itu pasti adalah Ramon.
"Tenang saja, Mas. Aku tidak mengambil apapun dari rumah ini. Apa yang dulu aku bawa, itu jugalah yang aku ambil kembali." Ujar Elmira seraya berbalik menatap pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu.
"Periksa saja kalau tidak percaya, bahkan sehelai pakaian pun aku tidak berniat mengambilnya." Elmira menunjuk kearah tasnya itu. Dulu ia memang tidak membawa satupun pakaiannya, semua pakaiannya serba baru dibelikan oleh Ramon.
Ramon hanya melirik kearah tas itu sekilas, "Seharusnya kau tidak perlu pergi dari rumah ini. Ini milikmu, biar aku dan Bella yang pergi dari sini."
Elmira menggeleng pelan, "Sepotong pakaian saja aku tidak berniat mengambilnya, apalagi rumah ini. Aku kembalikan padamu, Mas. Aku tidak mau membawa apapun darimu." Elmira melangkah kearah lemari, ia membuka laci untuk mengambil sertifikat rumah. Sejenak ia tertegun menatap kalung pemberian Ramon dulu. Iapun mengambil kalung itu lalu mengambil map yang berisi sertifikat rumah.
"Terimakasih untuk waktu berharga yang sudah Mas luangkan untukku. Sekarang aku kembalikan semuanya." Elmira menyodorkan sertifikat berserta kalung itu pada Ramon.
Ramon menatap dua benda didepannya dengan mata yang membulat merah, sebelah tangannya terkepal erat. Elmira begitu sombong mengembalikan semua itu padanya.
"Baguslah jika kau sadar diri!" Ramon menarik map yang berisi sertifikat itu dari tangan Elmira, sehingga kalung yang berada diatasnya terpental dan jatuh tepat kedalam tas Elmira yang terbuka, tanpa keduanya sadari.
Kemudian Ramon mengambil sebuah amplop dari dalam saku jasnya lalu melemparnya pada Elmira.
"Itu adalah surat dari pengadilan, aku harap kau datang tepat waktu!" Tekan Ramon kemudian keluar dari kamar itu.
Elmira berjongkok mengambil amplop yang berlogo pengadilan agama itu, ia tersenyum kecut seraya berdiri. Iapun memasukkan amplop itu kedalam tasnya kemudian bergegas pergi dari rumah itu.
Saat melewati ruang tamu, Elmira menghentikan langkahnya ketika melihat seorang wanita paruh baya sedang mengepel ruangan itu. Ia dapat menebak jika wanita paruh baya tersebut pasti asisten rumah tangga yang telah disewa Ramon. Ia tersenyum simpul kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Terasa aneh baginya melihat dirumah itu memiliki asisten rumah tangga, karena semenjak menjadi istri Ramon ia selalu mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri tanpa bantuan siapapun.
Dari balik jendela kamarnya, Ramon menatap kepergian Elmira dengan sorot mata yang begitu tajam. Ia sangat yakin suatu hari nanti Elmira pasti akan kembali mengemis padanya.