Blurb :
Sebuah pernikahan yang hanya di dasari oleh cinta dari salah satu pihak, akankah berjalan mulus??
Jantung Arimbi seakan runtuh ketika pria itu mengatakan 'kita akan tidur terpisah'
Akankah ketulusan Arimbi pada putri semata wayang mampu membuat Bima, seorang TNI AU berpangkat Sersan Mayor membalas cintanya?
______
Arimbi terkejut ketika sosok KH Arifin, datang ke rumahnya bersama Pak Rio dan Bu Rio.
Yang lebih mengagetkannya, kedatangan mereka bertujuan untuk melamar dirinya menjadi istri dari putranya bernama Bima Sena Anggara, pria duda beranak satu.
Sosoknya yang menjadi idaman semenjak menempuh pendidikan di pondok pesantren milik Abi Arifin, membuat Arimbi berjingkrak dengan perjodohan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 15 ~
Aku menangkap ekspresi berbeda dari raut wajah mami saat kami beradu pandang. Beliau yang tadinya sangat ingin memakan buah sunkist, kini mendadak keinginan itu pupus akibat dari pertanyaanku.
Sepertinya mami mertuaku agak sedikit terkejut, atau tak menduga mungkin.
"Kamu tahu perjanjian itu dari Bima, kenapa tanya ke mami?"
Alih-alih menjawab, mami malah bertanya balik.
"Mas Bima cuma bilang pernikahan ini hanyalah sebatas perjanjian antara mami dan mas Bima, mih"
Mami mendesah seraya menyenderkan punggung pada sandaran sofa.
"Anak itu!!!" Desis mami frustasi.
"Perjanjian itu sudah lewat, Bi. Kenapa Bima membahasnya?" Mami kembali menegakkan posisi duduknya, lalu menatapku dengan tatapan penuh mengintimidasi.
"Apa kalian ada masalah?" tanyanya menyelidik.
"Enggak mih, aku cuma ingin tahu perjanjian yang mami buat"
"Untuk apa kamu tahu sayang, perjanjian itu sudah tidak ada artinya, kamu dan Bima sudah baik-baik saja, jadi tidak perlu di bahas apalagi di fikirkan"
"Tapi mih, aku cuma ingin tahu"
Aku menatap mami penuh harap sekaligus memohon.
Mami diam, seperti tengah menimbang-nimbang sesuatu.
"Maaf ya Bi, mami nggak bermaksud menyakitimu" Kata mami akhirnya. "Tapi sungguh perjanjian itu sudah berakhir setelah enam bulan kalian menikah"
"Maksud mami?"
Untuk kedua kalinya mami menunjukan ekspresi terkejut.
"Loh, bukankah kalian sudah saling menerima satu sama lain? Kalian sudah menjalani hubungan rumah tangga seperti orang-orang pada umumnya, kan?"
Aku harus menjawab apa? Jika aku jujur, itu artinya sama saja aku membuka aib rumah tanggaku ke mami, tapi jika ku jawab bahwa kami baik-baik saja, apakah aku bisa membuat hubungan ini tetap bertahan, dan berpura-pura kalau kami sepasang suami istri yang bahagia?
"Arimbi"
Panggilan mami membuatku tersentak.
"I-iya mih!"
"Kamu baik-baik sama Bima, kan?"
"Iya mih, kami baik-baik kok. Hanya saja, aku sedikit terganggu dengan perjanjian itu"
"Bima nggak cerita?"
"Enggak" Aku menggeleng.
"Okay, mami akan cerita, tapi sebelumnya maafin mami sama Bima kalau kesannya kami memanfaatkanmu"
Aku menggigit bibir bawahku bagian dalam. Apa yang mami katakan, entah kenapa memantik rasa nyeri di dalam sana.
Kata memanfaatkan, benar-benar membuatku sesak napas.
"Nggak apa-apa mih"
"Begini, Bi" mami menggeser posisi duduknya ke ujung sofa, lalu meraih tanganku dan membawanya ke atas pangkuannya.
"Sebelum mami menjodohkan Bima dengan kamu, mami sudah tiga kali memperkenalkan wanita ke Bima, tapi dari tiga wanita itu, tidak ada yang tulus menyayangi Lala. Mereka hanya mengejar status Bima yang seorang TNI Sersan Mayor, mereka hanya pura-pura menyayangi Lala. Para wanita itu benar-benar mengharapkan imbalan dari Bima, makannya Bima ragu ketika mami jodohkan dengan kamu"
"Bagaimana mami tahu kalau mereka hanya pura-pura sayang sama Lala?" tanyaku ingin tahu.
"Mereka bentak-bentak Lala, Bi. Pernah saat Bima mengajak salah satu dari wanita itu jalan-jalan menemani Lala, dia mencubit Lala di depan Bima karena nggak mau makan saat di restauran, mungkin dia gemas sebab Lala sangat sensitif, dan sangat rewel. Kamu tahu sendiri kan, saat pertama kali kamu merawat Lala? mami melihat kamu kerepotan, tapi kamu terus saja bersikap sabar, lembut dan sayang sama Lala"
Benar apa yang mami katakan, dulu memang Lala begitu nakal, begitu rewel, aku bahkan kesulitan mengambil hatinya, tapi karena aku sangat mencintai mas Bima, aku juga kasihan melihat Lala yang harus di tinggalkan oleh ibunya, aku jadi memandang Lala dengan sorot iba. Dari situ aku berjanji, bahwa jika aku mencintai ayahnya, maka aku harus mencintai putrinya. Terdororong untukku menyayangi Lala sepenuh hatu. Kemudian lambat laun, cintaku pada Lala justru mampu mengalahkan cintaku pada mas Bima. Kini, aku bahkan lebih memilih berpisah dengan mas Bima ketimbang dengan Lala.
Lala segalanya bagiku...
"Terus mih?"
"Saat itu mami frustasi, mami benar-benar harus cari ibu sambung yang benar-benar tulus sayang sama Lala, supaya Lala nggak kekurangan kasih sayang dari bundanya, supaya dia merasa memiliki orang tua yang lengkap tanpa tahu aib ibu kandungnya" Sebelum melanjutkan kalimatnya, mami sempat mengalihkan pandangan pada putri kecilku yang masih terlelap begitu damai. "Sebelum Lala bisa membedakan mana ibu kandung, dan mana ibu sambung, mami harus sudah bisa menemukan sosok ibu yang mau menerimanya, supaya Lala benar-benar mengira kalau yang merawatnya itu ibu kandungnya, Bi"
"Dan kamu tahu?" Tambah mami beralih menatapku. "Mami datang ke kakek abi, mami menangis mengasihani nasib Lala dan Bima di depan kakek. Kamu tahu apa yang kakek abi katakan setelah mami mencurahkan ketakutan mami?"
"Apa mih?"
"Kakek bilang, ada wanita yang sangat mencintai Bima, dan kebetulan wanita itu belum menikah. Kakek memberitahu mami kalau wanita itu kamu, Bi. Kakek bilang kamu sudah menaruh hati pada Bima semenjak kamu masih kelas dua MA"
Mendengar kalimat terakhir mami, tiba-tiba ingatanku jatuh pada beberapa tahun silam, dimana aku sedang memandang mas Bima dengan tatapan cinta, dan kakek abi memergokiku. Di lain waktu, kakek abi justru menemukan catatan harianku yang semua isinya curahan hati tentang mas Bima.
Malu...
Saat itu aku malu, isi hati yang seharusnya hanya aku yang tahu, tapi malah di ketahui oleh pengasuh yayasan langsung.
Tak hanya itu, ketika mas Bima membawa mbak Hana ke ponpes dan memperkenalkannya sebagai calon istri pada kakek abi dan nenek umi, aku menangis. Lagi-lagi kakek abi memergokiku.
Jangan mencintai pria yang sudah mencintai wanita lain, Arimbi! Masih ada banyak pria di luar sana yang melebihi Bima kebaikannya. Setelah kamu menuntut ilmu di perguruan tinggi, di sana kamu akan bertemu dengan banyak lelaki, kamu bebas memilihnya.
Begitulah pesan kakek abi saat itu. Akan tetapi, sampai aku lulus kuliah pun, aku tak bisa mengganti nama mas Bima di hatiku dengan nama pria lain.
Hingga suatu ketika, Sosok mas Bima yang menjadi idaman semenjak menempuh pendidikan di pondok pesantren milik kakek Abi Arifin, membuatku berjingkrak dengan perjodohan ini.
"Karena mami takut kehilangan kamu, jadi mami memutuskan untuk langsung melamarmu, di situlah Bima membuat perjanjian"
Mendengar kata perjanjian, dadaku mendadak berdebar-debar seperti tak terkontrol.
Aku bergeming sambil menatap mami penuh intens. Menunggu mami kembali melanjutkan kalimatnya.
"Jika dalam waktu enam bulan kamu tidak bisa menyayangi Lala seperti ibu kandungnya sendiri, tidak bisa sabar merawat Lala, Bima akan langsung menceraikanmu, dia bahkan akan tetap bercerai darimu meskipun kamu sedang hamil"
Ku telan ludahku sendiri dengan susah payah.
"Lala adalah kelemahan Bima, Bi. Bima tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya. Dan mami sangat bersyukur karena kamu bisa melewati enam bulan itu, kamu selalu memprioritaskan Lala bahkan sempat akan resign dari pekerjaanmu demi anak malang itu. Hingga akhirnya Bima menyerah dan merobek perjanjian itu"
"Aku sayang sama Lala mih" aku menunduk menapat tanganku yang masih berada dalam genggaman mami.
"Mami tahu nak, dan mami mohon padamu jangan tinggalkan Bima sama Lala, ya!"
Tangan mami yang masih memegang tanganku, memberikan remasan lembut.
"Lala sudah sayang banget sama kamu, Bi. Dia benar-benar tidak mau kehilanganmu"
Aku tahu, tapi bagaimana dengan mas Bima? Mungkinkah dia menginginkanku pergi karena sudah ada wanita yang bisa menggantikan posisi mbak Hana, dan itu bukan aku.
Bersambung.
Semangat berkarya