NovelToon NovelToon
Jalan Menuju Pencabut Nyawa

Jalan Menuju Pencabut Nyawa

Status: tamat
Genre:Action / Tamat / Fantasi Timur
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: pralam

Liu Wei, sang kultivator bayangan, bangkit dari abu klannya yang dibantai dengan Pedang Penyerap Jiwa di tangannya. Dibimbing oleh dendam dan ambisi akan kekuatan absolut, dia mengarungi dunia kultivasi yang kejam untuk mengungkap konspirasi di balik pembantaian keluarganya. Teknik-teknik terlarang yang dia kuasai memberinya kekuatan tak terbayangkan, namun dengan harga kemanusiaannya sendiri. Di tengah pertarungan antara takdir dan ambisi, Liu Wei harus memilih: apakah membalas dendam dan mencapai keabadian lebih penting daripada mempertahankan sisa-sisa jiwa manusianya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pralam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengorbanan Terakhir

Bulan merah menggantung rendah di langit Lembah Bulan Berdarah, cahayanya memantul di ribuan kolam darah yang tersebar di tanah berbatu. Liu Wei berdiri di tengah badai energi spiritual yang mengamuk, rambutnya yang hitam panjang menari liar tertiup angin supernatural yang membawa aroma kematian dan kehancuran.

"Pilih, Anak Muda," sosok putih tanpa wajah itu berkata, suaranya bergema dalam kepala Liu Wei. "Terima takdirmu sebagai wadah, atau..." dia menunjuk ke arah Liu Mei Xue yang masih tergantung dalam formasi, "...selamatkan ibumu."

Liu Wei menatap sosok ibunya. Lima belas tahun... lima belas tahun yang dihabiskan dalam dendam dan pencarian kekuatan. Dan kini, saat kebenaran terungkap, dia mendapati bahwa semua itu hanyalah bagian dari rencana yang jauh lebih besar.

"Wei'er..." suara lemah Liu Mei Xue terdengar. "Anakku..."

"Ibu?" Liu Wei melangkah maju, tapi Lao Tianwei menghalangi jalannya.

"Jangan terburu-buru, Wei'er," Lao Tianwei tersenyum. "Kau harus memahami konsekuensi dari pilihanmu. Menjadi wadah berarti kekuatan absolut, keabadian yang bahkan para dewa pun tak bisa miliki. Tapi menyelamatkan ibumu..." dia melirik Liu Mei Xue, "...berarti mengorbankan semua yang telah kau capai."

Liu Wei menggenggam erat Pedang Penyerap Jiwa, merasakan ribuan jiwa di dalamnya beresonansi dengan gejolak emosinya. Selama lima belas tahun, pedang ini telah menjadi satu-satunya temannya, saksi bisu perjalanannya mencari kekuatan dan pembalasan.

"Ada yang tidak kalian katakan," Liu Wei akhirnya berkata, suaranya tenang meski badai spiritual di sekelilingnya semakin mengamuk. "Apa yang sebenarnya kalian inginkan?"

Sosok putih itu tertawa - suara yang membuat darah dalam kolam-kolam di sekitar mereka beriak. "Cerdas. Sangat cerdas. Ini mengapa kau adalah wadah yang sempurna." Dia mengangkat tangannya, dan sebuah gulungan kuno muncul - gulungan yang Liu Wei kenali sebagai milik klannya.

"Gulungan Seribu Bayangan," Liu Wei berbisik.

"Ya, gulungan yang menyimpan rahasia mencapai tingkat di atas keabadian." Sosok putih itu menjelaskan. "Tapi untuk membuka segelnya, dibutuhkan tiga kunci: darah murni dari klan kuno, jiwa yang telah melampaui kematian, dan..." dia menatap Liu Wei, "...wadah yang telah diisi dengan kebencian absolut."

Mendadak, Liu Wei merasakan kalung jade di lehernya memanas. Potongan gulungan yang tersimpan di dalamnya beresonansi dengan gulungan yang dipegang sosok putih itu.

"Selama ini..." Liu Wei memejamkan mata, memahami kebenaran yang mengerikan. "Selama ini kalian membimbingku, mendorongku ke jalan kegelapan, membuatku mengumpulkan jiwa demi jiwa... hanya untuk ini?"

"Untuk menciptakan wadah yang sempurna," Lao Tianwei mengangguk. "Setiap jiwa yang kau serap dengan Pedang Penyerap Jiwa, setiap tetes kebencian yang kau pelihara - semuanya adalah untuk mempersiapkanmu."

Liu Wei membuka mata, dan untuk pertama kalinya sejak malam pembantaian itu, dia merasa... lelah. Lelah dengan dendam, lelah dengan pencarian kekuatan tanpa akhir.

"Wei'er..." Liu Mei Xue kembali memanggil. "Ingat... ingat apa yang kukatakan malam itu..."

Dan Liu Wei ingat. Kata-kata terakhir ibunya sebelum menutup pintu lemari rahasia: "Jangan pernah percaya pada Sekte Awan Hitam."

Tapi ada yang lebih dari itu. Ada sesuatu dalam nada suara ibunya, sesuatu dalam cara dia menatap...

Liu Wei memejamkan mata, membiarkan ingatannya membawanya kembali ke malam itu. Dan di tengah kabut kenangan, dia melihatnya - gerakan tangan ibunya saat mengalungkan kalung jade, mantra kuno yang dia bisikkan...

"Ah," sosok putih itu tiba-tiba berkata, seolah merasakan sesuatu. "Kau mulai memahami."

Liu Wei membuka mata, dan kali ini, ada kilatan pemahaman di dalamnya. "Gulungan itu... tidak pernah ada tiga bagian, bukan?"

Lao Tianwei tersentak. "Apa?"

"Yang ada hanyalah dua," Liu Wei melanjutkan, tangannya bergerak ke kalung jade-nya. "Bagian yang ibu telan, dan bagian yang kau ambil. Bagian ketiga..." dia tersenyum tipis, "...adalah jebakan."

"HENTIKAN DIA!" sosok putih itu berteriak, tapi terlambat.

Dengan gerakan cepat, Liu Wei menghancurkan kalung jade-nya. Tapi alih-alih potongan gulungan, yang keluar adalah... sebuah diagram formasi kuno yang rumit.

"Formasi Pembalik Takdir," Liu Mei Xue tiba-tiba berkata, suaranya kini kuat dan jernih. "Formasi yang hanya bisa diaktifkan oleh darah dan kebencian."

Liu Wei memahami semuanya sekarang. Ibunya telah merencanakan ini sejak awal. Dia tahu Liu Wei akan dipaksa menempuh jalan kegelapan, mengumpulkan jiwa dan memelihara kebencian. Dan semua itu... adalah untuk moment ini.

"TIDAK!" sosok putih itu bergerak maju, tapi formasi di tanah mulai bersinar dengan cahaya keemasan, mengunci semua yang ada dalam jangkauannya.

"Wei'er," Liu Mei Xue tersenyum, air mata mengalir di pipinya. "Maafkan ibu yang membuatmu menempuh jalan yang begitu gelap. Tapi hanya dengan cara inilah kita bisa mengalahkannya."

"Ibu..." Liu Wei bisa merasakan air mata di pipinya sendiri - air mata pertamanya sejak malam pembantaian itu.

"Sekarang, Wei'er," Liu Mei Xue mengangguk. "Selesaikan apa yang telah kita mulai lima belas tahun lalu."

Dengan tangan gemetar, Liu Wei mengangkat Pedang Penyerap Jiwa. Tapi kali ini, bukan kebencian yang mengalir dalam nadinya.

Ini adalah pengorbanan terakhir - pengorbanan seorang ibu yang rela membiarkan anaknya tersesat dalam Kegelapan, dan pengorbanan seorang anak yang akhirnya menemukan cahaya dalam kegelapan itu.

"Terima kasih, Ibu," Liu Wei berbisik. "Dan... selamat tinggal."

Pedang Penyerap Jiwa bergerak dalam tarian terakhirnya. Dan di bawah bulan merah yang menjadi saksi, takdir yang telah dirajut selama ribuan tahun... akhirnya mencapai akhirnya.

Karena terkadang, untuk mengalahkan kegelapan, kita harus rela mengorbankan cahaya terakhir yang kita miliki.

1
Yurika23
cresendo teh naon nya?
Yurika23
keren
Yurika23
suka karakter MC ya..kereeen...
ricky suitela
keren thor ceritanya jangan sampe berhenti
ricky suitela
up terus thor
ricky suitela
gasss
ricky suitela
mantap
ricky suitela
mantap
Yurika23
aku mampir ya Thor ..
Siti Komariyah
cukup bagus, semoga terus berlanjut ya
Anonymous
cukup bagus lanjutkan terus ceritanya
yos helmi
go..
asri_hamdani
Menarik. Penyampaian cerita berbeda dari kebanyakan.
Ismaeni
awal cerita yang menarik, bahasanya enak tidak berat. ..semoga selalu update ..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!