Seoramg gadis yang berprofesi Dokter harus menikah dengan seorang pria yang ia tolong.
Dokter Manya Aidila adalah nama gadis itu. Usianya dua puluh enam tahun. Bertugas di sebuah daerah terpencil minim sarana dan prasarana. ia bertugas di sana selama tiga tahun dan sudah menjalankan tugas selama dua tahun setengah.
Suatu hari gadis itu mendengar suara benda terjatuh dari tebing. Ia langsung ke lokasi dan menemukan mobil yang nyaris terbakar.
Ada orang minta tolong dari dalam mobil. Dengan segala kekuatanmya ia pun menolong orang yang ternyata seorang pria bule.
Si pria amnesia. Gadis itu yang merawatnya dan ketua adat desa memintanya untuk menikah dengan pria bernama Jovan itu.
Awalnya biasa saja Hingga kejadian menimpa Manya. Jovan dijebak dan pria itu merenggut kesucian gadis itu.
Hingga tinggal dua bulan lagi Manya selesai masa dinas. Jovan yang sudah ingat akan dirinya pergi begitu saja meninggalkan istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KONFERENSI PERS
Aldebaran duduk di sebuah kursi kebesaran. Kakinya menyilang dengan kedua tangan ia sandarkan di lengan kursinya. Dari tadi pria itu diam. Sementara, Abraham dan Jovan duduk dengan sikap sama dengan bibit mereka. Wajah datar dan dingin terpancar, tak ada senyum. Hanya sepuluh wartawan diundang untuk hadir dan mendengarkan apa yang ingin mereka umumkan. Praja berjalan ke podium dan meminta salah seorang pria membagikan kertas yang sudah disiapkan.
"Selamat siang semua kawan media, hari ini saya ditugaskan pada pihak keluarga Dinata untuk mengumumkan sesuatu hal yang penting!" ujar pria tampan itu membuka acara.
"Ditangan kalian adalah sebuah foto keluarga besar kami yang terdiri dari cicit, cucu, kakek dan uyut!"
Semua riuh dan saling berbisik. Gambar tidak menjadikan satu bukti otentik.
"Kami akan memunculkan semua keturunan itu nanti!" seru Praja menghentikan riuh wartawan.
"Perlu anda ketahui jika dua tahun lalu, tuan muda kami yakni Tuan Jovan Abraham Dinata mengalami kecelakaan tunggal yang telah diketahui dalangnya oleh semua orang!"
"Apa hubungannya!"
"Jangan bertanya!" sentak Praja, "saya belum selesai bicara!"
Wartawan itu terdiam. Praja menatap tajam para kuli tinta yang duduk di sana. Hanya ada satu wartawan yang menjepret kameranya. Sejak awal, pengusaha Dinata tak begitu dekat dengan pemburu berita. Bahkan kecelakaan yang dialami Jovan hanya menggegerkan sejenak media sosial. Lalu hilang ditelan bumi dengan kasus perceraian seorang pejabat publik.
"Kita ketahui juga Tuan Muda Dinata menghilang selama tiga bulan lamanya dan ternyata beliau mengalami amnesia!" jelas Praja lagi.
Bisik-bisik lagi terdengar. Para wartawan mulai bosan dengan berita yang telah berlalu itu. Mereka ingin tau inti dari mereka berkumpul di sini.
"Dalam tiga bulan itu, ternyata Tuan muda Dinata menikah dengan dokter yang menyelamatkan dirinya ...."
"Apa! bagaimana bisa? Siapa wanita yang beruntung itu?" riuh pertanyaan langsung terdengar dari mulut para wartawan.
"Namanya ...."
"Tuan, apa benar jika wanita itu bukan bagian dari rencana kecelakaan Tuan Muda Dinata?"
Pertanyaan salah satu wartawan membuat bungkam seluruh yang ada. Jovan mengepal tangannya kuat-kuat, ia sangat geram oleh pertanyaan wartawan itu. Sedang Aldebaran tiba-tiba berpikir ke arah sama dengan wartawan itu.
"Bukankah sudah diselidiki jika Tuan Roy Aldebaran Dinata yang melakukan rencana pembunuhan, kenapa kalian malah menyeret wanita yang menolong tuan muda?" tanya Praja yang membuat Aldebaran kembali berpikir ulang tentang tuduhannya.
"Semua bukti telah membuktikan jika Roy Dinata ingin menguasai harta warisan bersama putra dan juga William!" sahut Praja tegas.
Muka Aldebaran memerah mendengar asisten cucunya hanya menyebut nama putra keduanya itu tanpa embel-embel tuan di depannya.
"Seorang pengkhianat tidak pantas dihormati!' tekannya dingin.
Aldebaran hanya menghela napas panjang. Praja mirip mendiang ayahnya. Sangat berdedikasi tinggi. Pria tua itu heran, kenapa malah putranya sendiri ingin mencelakai keponakan kandungnya sendiri.
"Lagi pula Nyonya Manya Aidila Artha tidak ada sangkut-pautnya dengan Roy!" terang Praja lagi tegas.
"Ah nama istrinya unik sekali. Manya!"
"Ya, Nyonya Manya Aidila adalah seorang dokter umum di rumah sakit Dinata's Hospital!" terang Praja lagi.
"Dan mereka telah dikaruniai tujuh anak kembar ...."
"Apa tujuh?!" seru semua wartawan tak percaya.
"Tapi, Tuan Dinata tak ada keturunan kembar!" sanggah salah satu wartawan.
"Bisa, itu karena ada penjelasan ilmiahnya dan anda bisa cek sendiri di Internet!" jawab Praja lugas.
Semua membuka ponsel mereka mencari kebenaran itu. Rata-rata mendapatkan hal sama, jika tak melulu kembar itu dari keturunan walau benar akan lebih kuat jika ada garis keturunan kembar itu.
"Jadi apa jelas?" tanya Praja lagi.
Semua mengangguk, ingin menyanggah tapi banyak artikel membenarkan berita itu.
"Nama-nama dari para keturunan adalah ...."
Sedang di ruangan lain, Manya tengah menemani tujuh bayi kembarnya. Wanita itu dengan telaten menjawab pertanyaan-pertanyaan fantastis dari para bayi super tersebut.
"Mama ... polensi pes ipu pa'a?" tanya Abraham dengan mata bulatnya.
"Konferensi pers itu adalah sebuah kegiatan seorang petinggi yang penting untuk mengumumkan sebuah berita pada media agar diketahui masyarakat luas," jawab Manya panjang lebar.
Abraham makin menggaruk kepalanya. Ia tak mengerti apa perkataan ibunya, tapi bayi tampan itu mengangguk saja seolah-olah mengerti.
Manya terkekeh melihat tingkah sok tau salah satu putranya itu.
"Papa yayah ladhi polensi pes ya ma?" tanya Agil dengan suara kecilnya.
"Iya baby, sama uyut dan popa juga," jawab Manya.
"Yuyut judha bolepsi bes?" tanya Lika dengan anggukan kepala.
"Iya baby," jawab Manya.
"Moma eundat itut?" tanya Alamsyah.
"Moma nggak ikut, beliau sedang ada urusan lain," jawab Manya.
"Pulusan papa Ma?" tanya Alaina sambil mencopot kaki boneka Barbie yang dibelikan moma nya.
"Wah ... popot!" seru Bhizar dan Agil bersamaan.
"Ah ... beusti pilopasi!" seru Abraham panik.
"Uiuiuiuiuiuiu!!" Abi menirukan bunyi ambulans.
"Payo boptel Pijal ... polon tati nanat poneta pelpi!" ujar Alaina lalu meletakkan boneka yang ia copot kakinya.
"Bait ... pana balum, penan ... pita oblas tati nanat poneta palpi!" seru Bhizar.
Manya nyaris tertawa mendengar perkataan putranya. Ia juga ingin mengambil bagian.
"Boleh saya bantu dokter?!"
Semua menoleh pada ibunya lalu mereka saling pandang satu dengan lainnya.
"Baitlah!" ujar Syah.
"Bana tatinya!"
Alaina menoleh ke kanan dan ke kiri mencari kaki yang tadi ia buang begitu saja.
"Eh ...?"
"Nemejjehbbanhshnanaja!" Bhizar memarahi saudara kembarnya yang perempuan itu.
"Nehjnshgwnhdh nushanuusjwn!" elak Alaina bersikeras.
"Walu bana tatina!?" seru Bhizar.
"Ah ... pita bapon lopisi!" seru Abi memberi saran.
Manya nyaris terbahak mendengar perkataan salah dari putranya Alamsyah.
"Polisi baby," ralatnya.
"Oh ... butan lopisi?" Manya menggeleng.
"Piya, pita pon owisi!" sahut Abrahan.
Tiga bayi merangkak cepat. Para suster berlarian, sangat gesit dan tak bisa terkejar, bahkan para pengawal bisa terkecoh dengan gerakan bayi yang dikira lurus malah belok dan bersembunyi di bawah meja.
Denna berusaha membujuk Alamsyah dan Ailika yang ada di bawah meja, sedang Abigail telah tertangkap oleh salah satu pengawal. Sedang yang lain ditangani oleh Retta, Leni dan Neni.
"Baby ... ayo, kita harus menolong kaki anak Barbie kan?!" ajak Denna.
Dua bayi saling lirik. Para bodyguard sudah mengelilingi meja agar pergerakan mereka bisa diatasi.
Keduanya kembali merangkak. Jika Alamsyah ke kanan sedang Ailika ke kiri. Kedua bayi tertawa ketika tangan panjang hendak meraihnya.
Lagi-lagi kegesitan bayi mampu membuat nyaris seratus pengawal kualahan. Entah, pergerakan orang dewasa yang kurang gesit atau Ailika yang sangat pintar. Bayi cantik itu merangkak di antara kaki meja yang berjejer sambil terpekik kesenangan. Sedang saudaranya tengah dikejar oleh para bodyguard lain ke arah berlawanan.
Ailika masuk ke ruangan konferensi pers dengan cepat. Semua wartawan yang ribut perkara nama-nama para bayi tiba-tiba terdiam ketika mendengar pekikan Ailika.
Jovan langsung berdiri dan mencari keberadaan putrinya itu.
"Lika ... baby?" pria itu langsung tau suara salah satu bayi cantiknya.
"Papa yayah," bisiknya.
"Baby where are you?"
Abraham dan Aldebaran ikutan berdiri dan mencari keberadaan Ailika. Jovan jongkok dan mendapati putrinya berada di bawah kursi tengah tengkurap. Bayi cantik itu langsung keluar dari persembunyiannya dan merangkak ke arah ayahnya.
"Papa yayah!" serunya sambil terpekik nyaring.
bersambung.
astaga baby ... 🤦
next?
kurang ngudeng aku