Sequel Gairah Cinta Sang Presdir.
-Harap bijak memilih bacaan-
Menjadi penyebab utama kecelakaan maut hingga menewaskan seorang wanita, Mikhayla Qianzy terpaksa menelan pil pahit di usia muda. Tidak pernah dia duga pesta ulang tahun malam itu adalah akhir dari hidup manja seorang putri Mikhail Abercio.
Keyvan Wilantara, seorang pria dewasa yang baru merasakan manisnya pernikahan tidak terima kala takdir merenggut istrinya secara paksa. Mengetahui jika pelaku yang menyebabkan istrinya tewas adalah seorang wanita, Keyvan menuntut pertanggungjawaban dengan cara yang berbeda.
"Bawa wanita itu padaku, dia telah menghilangkan nyawa istriku ... akan kubuat dia kehilangan masa depannya." - Keyvan Wilantara
------
Ig : desh_puspita
....
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3 - Kemarahan Dua Pria.
"Bawa wanita itu padaku, dia telah menghilangkan nyawa istriku ... akan kubuat dia kehilangan masa depannya."
Pria berkacamata itu tak segera menjawab, dia paham atasannya tengah diselimuti kemarahan. Siapapun yang berada di posisi itu jelas akan merasakan hal yang sama, akan tetapi di sisi lain Wibowo menjadi dilema lantaran mengetahui jika wanita yang dimaksud atasannya masih begitu muda.
"Kenapa diam? Kau tuli?"
Wibowo terperanjat, suara dingin bosnya benar-benar mendominasi. Belum apa-apa pikiran Wibowo sudah tidak jernih lagi, apa yang akan dilakukan sebagai bentuk kemarahannya lantaran gadis itu sudah menghilangkan nyawa Liora, istri sang pewaris Adwyantara Group.
"Baik, Tuan."
Meski dilema membelenggu hatinya, pria itu tetap harus mengikuti perintah majikannya. Meski ada sedikit kekhawatiran dan perasaan tak tega, Wibowo harus bertindak cepat dan mengikuti kemauan atasannya.
Sementara di sisi lain, kemarahan tak hanya menyelimuti batin Keyvan saja. Melainkan pahlawan dalam hidup Mikhayla juga merasakan sakitnya, sejak kejadian tersebut Mikhail tidak banyak bicara.
Dia hanya terdiam, menatap dingin putrinya yang kini terlihat pucat dengan beberapa perban di beberapa bagian tubuhnya. Bertahun-tahun dia didik dan jaga sebaik mungkin lantaran khawatir Mikhayla akan dipertemukan dengan pria seperti dia di masa muda, kini Mikhail merasakan patah yang luar biasa.
"Maaf, Pa."
Suara putrinya terdengar lirih, Mikhail mengusap wajahnya kasar. Ingin dia tampar tapi tidak mungkin, sementara melihat Zia yang kini sembab sembari memegang erat jemari Mikhayla di sana hatinya semakin sakit saja.
Berbohong, mengemudi dalam keadaan mabuk dan menurut info yang Mikhail dapatkan putrinya mendatangi sebuah club malam sebelum peristiwa itu. Apa mungkin ini karma lantaran dia kerap berbohong kepada Kanaya di masa muda? Entahlah, yang jelas Mikhail merasa kecewa di luar batas pada putrinya.
"Kebebasan apa yang kamu mau, Mikhayla? Kamu cari apa di luar sana? Kasih sayang kami kurang sampai kamu memilih bersenang-senang bersama teman yang nyata-nyata hanya membuat kamu terjebak dalam situasi ini!!"
Kesabaran Mikhail yang memang sedemikian tipis tidak lagi mampu bersikap halus. Tidak peduli meski putrinya kini menangis, Zean dan Sean juga sama marahnya. Kedua adiknya yang kini beranjak remaja saja sudah mengerti, keduanya menatap Mikhayla dengan tatapan permusuhan.
"Mana Khayla yang Papa puja-puja dan selalu Papa banggakan dulu? Kamu tidak malu, Khayla? Siaran televisi tidak henti-hentinya membahas kesalahan kamu yang mabuk saat mengemudi, mau diakui hebat kah? Atau apa?"
Mikhayla bergetar, untuk pertama kali sang papa bersikap luar biasa dingin. Mata Mikhail tidak lagi hangat seperti biasa seorang papa yang khawatir putrinya terluka, hanya ada sesal dalam diri Khayla jika sudah begini.
"Bukan begitu, Pa ... Khayla sama sekali tidak menginginkan ini terjadi, Alka yang maksa makanya Khayla pulang malam itu," jelas Mikhayla dengan suara seraknya, saat ini memang tubuhnya hanya luka kecil dan tidak begitu parah. Namun, batinnya luar biasa tersiksa karena ada banyak yang dia sakiti dalam hal ini.
"Berhenti menyalahkan siapapun!! Papa tidak pernah mengajarkan kamu melempar kesalahan kepada orang lain, yang salah di sini tetap kamu ... sejak awal kamu mengancam untuk bunuh diri di hadapan Papa itu sudah salah, dan selebihnya perbuatan kamu lebih salah lagi."
Setelah beberapa hari memilih diam, kini amarah Mikhail benar-benar dia ungkapkan. Selama ini dia memanjakan Mikhayla dengan kasih sayang setiap detiknya, sayangnya sang putri justru berontak dan berakhir kacau seperti ini.
"Kamu tau dampak perbuatan kamu? Istri orang tewas di tempat, Khayla ... dalam keadaan hamil, bagaimana perasaan keluarganya, Sayang? Kamu bayangkan jika hal itu terjadi sebaliknya, sehancur apa perasaan Papa, Khayla!!!" bentak Mikhail meninggi bahkan memekakan telinga.
.
.
.
Bryan yang sejak tadi berada di sana segera menarik putra putri Mikhail yang lain. Tidak seharusnya hal semacam itu dilihat oleh anak seusia mereka, saat ini siapapun mungkin takkan bisa menghentikan Mikhail.
"Stop, Pa!! Jangan dipertegas, Khayla begini juga karena Papa yang selalu kekang Khayla!"
Mikhayla menangis sesenggukan, dia menatap sang Papa dengan tatapan sendunya. Paham betul jika masa depannya mungkin saja takkan sebaik yang dia harapkan, hanya saja kemarahan papanya yang begini semakin membuat Mikhayla terpukul dan membenci dirinya sendiri.
"Jawab terus, Mikhayla!! Lama-lama kamu kurang ajar ya!!" bentak Mikhail hampir saja mendaratkan pukulan di wajah putrinya, dadanya benar-benar sakit dilawan seorang putri sebegitunya.
"Tampar, Pa!! Tampar!!" tantang Mikhayla dengan suara yang kini benar-benar bergetar, nyalinya ciut dan sebenarnya takut sekali dengan kemarahan Mikhail.
"Aarrgghhh!! Mikhayla diam!!" sentak Mikhail pada akhirnya mengurungkan niat, semarah-marahnya dia Mikhail tidak akan main tangan untuk menyelesaikan masalah.
"Mas udah, putri kita juga tertekan ... jangan dibentak lagi ya," tutur Zia yang pada akhirnya tidak tega mendengar raungan putrinya, meski memang dia juga kecewa. Akan tetapi, tetap saja marah bukanlah jalan terbaik untuk saat ini.
Situasi kini hening, hanya ada isakan tangis putrinya. Zia hanya bisa memeluknya, menjadi penengah namun sama sekali dia tidak membenarkan perbuatan putrinya. Dia juga sama marahnya, tapi mau bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur.
"Tanggung jawab atas perbuatanmu, Mikhayla ... kamu bukan lagi anak dibawah umur," ungkap Mikhail tiba-tiba dan sontak membuat Zia terperanjat, Mikhayla yang sejak tadi memang sudah menangis semakin menggila dan berusaha berusaha menahan kepergian sang papa.
"Mas?!"
"Dia tidak butuh sosok Papa pengatur sepertiku, dan sekarang lihat sendiri? Itu pilihanmu, Khay. Papa pergi." Mikhail berlalu usai mengungkapkan kekecewaan tiada tara pada putrinya.
"Papa!! Jangan tinggalkan Khayla, Pa!!" teriak Mikhayla bahkan suaranya hampir habis, Mikhail benar-benar tidak kembali setelahnya.
"Papa!! Mama panggil Papa, Ma ... aku mohon."
Teriris Zia dengan keadaan ini, melihat putrinya yang menangis seperti kehilangan dirinya adalah luka yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Jika Mikhail sudah berkata begitu, bisa dipastikan suaminya akan lepas tangan. Sementara Zia takkan bisa berbuat apa-apa setelah ini, hanya bisa berharap keluarga korban memiliki belas kasihan, itu saja.
-To Be Continue-
Tim yang setuju keputusan Mikhail cung!!
****Ohayu, jan lupa votenya ya❣️****