novel fantsy tentang 3 sahabat yang igin menjadi petualang lalu masuk ke akademi petualang dan ternyata salah satu dari mereka adalah reinkarnasi dewa naga kehancuran yang mengamuk akbiat rasnya di bantai oleh para dewa dan diapun bertekad mengungkap semua rahasia kelam di masa lalu dan berniat membalas para dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Albertus Seran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Pertempuran yang tak terhindarkan
Fajar mulai menyingsing ketika Aric dan rombongan kecilnya mendekati benteng yang menjadi pusat kekuasaan para penguasa zalim. Di hadapan mereka, benteng itu berdiri menjulang, dikelilingi tembok batu tinggi yang dipenuhi dengan prajurit bersenjata. Aric memandangi benteng itu dengan tekad yang membara, tangannya mengepal. Ini adalah puncak dari semua penderitaan yang telah mereka alami—saatnya untuk melawan dan mengambil kembali kebebasan mereka.
Lyria melangkah ke samping Aric, memberikan semangat. _"Kita sudah sampai sejauh ini, Aric. Tak ada jalan kembali sekarang. Kita harus memperjuangkan ini sampai akhir."_
Aric menatapnya dan mengangguk. _"Kau benar, Lyria. Apa pun yang terjadi, kita akan bertarung bersama."_
Dari sudut matanya, Aric melihat Kael yang berdiri sedikit jauh, memandangi mereka dengan tatapan penuh kecemasan namun juga tekad yang kuat. Aric tahu bahwa hubungan mereka telah melalui banyak pasang surut, namun mereka harus bersatu menghadapi pertempuran ini. Hanya dengan persatuan dan keberanian mereka bisa mengalahkan musuh yang tangguh ini.
_"Baiklah,"_ ujar Aric, menatap para prajurit yang bersiap di belakangnya. _"Kita akan melawan mereka di pintu gerbang, memecah kekuatan mereka agar mudah kita hadapi."_
Prajurit yang mengikuti Aric mengangguk serempak, menyiapkan senjata masing-masing. Sebuah gemuruh lembut terdengar dari jauh; musuh telah bersiap-siap untuk bertarung.
Tepat ketika matahari mulai menyentuh puncak bukit, para prajurit musuh keluar dari benteng dan berdiri di hadapan mereka, jumlahnya lebih banyak daripada yang mereka harapkan. Aric menarik napas dalam-dalam, merasakan kekuatan naga di dalam dirinya berdesir, siap dilepaskan.
_"Mereka memang banyak, tapi kita punya sesuatu yang mereka tidak miliki—kebulatan tekad dan keinginan untuk hidup bebas!"_ seru Aric dengan suara lantang, membakar semangat para prajurit di belakangnya.
Dengan aba-aba dari komandan musuh, pertempuran dimulai. Aric melompat maju, membabat prajurit pertama yang menghadangnya. Ia mengayunkan pedangnya dengan kecepatan dan kekuatan luar biasa, berkat kekuatan naganya yang telah ia asah. Setiap ayunan pedangnya memancarkan api, membakar musuh yang ada di dekatnya. Kael mengikuti di sisinya, menghalau serangan musuh dengan gerakan cepat dan tangkas.
_"Aric, di sebelah kanan!"_ seru Kael, memperingatkan saat melihat sekelompok prajurit mendekat dengan tombak terhunus. Aric segera bergerak ke arah yang ditunjukkan Kael, menangkis serangan mereka dengan pedangnya yang menyala api.
Di sisi lain, Lyria bertarung dengan lihai, memanfaatkan ilmu sihirnya untuk melumpuhkan musuh dari jarak jauh. Setiap gerakan tangannya menghasilkan gelombang energi yang mendorong musuh mundur, membuat celah bagi Aric dan Kael untuk bergerak maju.
Pertempuran berlangsung dengan sengit. Aric mulai merasakan kelelahan, namun ia tahu bahwa tak ada waktu untuk mundur. Suara benturan senjata dan teriakan pertempuran memekakkan telinganya, namun di dalam hatinya, ia hanya terfokus pada satu hal: menuntaskan misi ini dan menghancurkan para tiran yang telah menindas mereka.
Di tengah-tengah pertempuran, sosok seorang komandan musuh yang bertubuh besar muncul, membawa pedang berukuran besar. Komandan itu tampak sangat tangguh dan berpengalaman, setiap gerakannya penuh dengan kepercayaan diri.
_"Jadi, kaulah pemimpin pemberontakan ini,"_ ejek komandan itu, suaranya menggema di tengah medan pertempuran. _"Kau pikir kekuatan kecilmu ini cukup untuk mengalahkan kami?"_
Aric menatap tajam komandan itu. _"Kekuatan kami mungkin kecil, tapi tekad kami jauh lebih kuat daripada apa pun yang kau miliki."_
Dengan amarah membara, Aric melangkah maju untuk melawan komandan itu. Mereka bertarung dengan sengit, pedang Aric bertemu dengan pedang besar sang komandan. Setiap serangan dari komandan itu sangat kuat, hampir membuat Aric terjengkang beberapa kali. Namun, Aric tidak gentar; ia mengingat semua latihan dan tekad yang telah ia bangun selama ini.
Di saat yang genting, Aric merasakan kekuatan naga di dalam dirinya semakin kuat, hampir tak terbendung. Ia menyadari bahwa ini adalah saatnya melepaskan kekuatan yang sesungguhnya. Dengan sorot mata penuh keyakinan, ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, lalu dengan suara keras, ia mengeluarkan teriakan yang menggelegar, membuat langit seakan bergetar.
_"Api Naga Kehancuran!"_ serunya sambil menghantamkan pedangnya ke tanah. Seketika, api berwarna merah menyala menyebar dari pedangnya, mengelilingi tubuhnya dan melesat ke arah komandan musuh. Api itu begitu panas dan kuat hingga menghancurkan pertahanan komandan itu, membakar lapis demi lapis perlindungannya. Sang komandan terhuyung, matanya membelalak kaget melihat kekuatan dahsyat yang dimiliki Aric.
Namun, meskipun komandan itu kewalahan, ia masih tetap berdiri. Dengan nafas terengah-engah, komandan itu kembali mengangkat pedangnya, bersiap untuk melancarkan serangan balasan. Tapi kali ini, Aric sudah siap. Dengan kecepatan yang luar biasa, ia melesat ke depan dan menyerang komandan itu dengan kekuatan penuh.
Dalam beberapa detik yang mencekam, Aric berhasil melumpuhkan komandan musuh dengan satu pukulan terakhir, membuatnya jatuh terkapar di tanah. Para prajurit musuh yang menyaksikan kekalahan komandan mereka mulai mundur ketakutan, kehilangan semangat untuk bertarung.
Melihat situasi itu, Aric dengan cepat memberikan aba-aba pada pasukannya untuk memanfaatkan kesempatan ini. _"Sekarang! Ini saatnya kita menuntaskan pertempuran ini!"_
Lyria dan Kael bersama pasukan lainnya bergerak maju dengan penuh semangat, mengejar musuh yang mulai mundur. Mereka terus menyerang dengan gigih, mendorong musuh kembali ke dalam benteng.
Setelah beberapa waktu, akhirnya mereka berhasil menduduki benteng, meruntuhkan sisa pertahanan musuh yang tersisa. Benteng yang selama ini menjadi simbol penindasan kini telah jatuh ke tangan mereka, membawa harapan baru bagi kebebasan.
Setelah pertempuran usai, Aric berdiri di tengah benteng yang hancur, memandang sekelilingnya dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, ia merasa lega karena berhasil mencapai kemenangan, namun di sisi lain, ia tahu bahwa perjalanan mereka belum selesai.
Lyria menghampirinya, matanya bersinar penuh kebanggaan. _"Kita berhasil, Aric. Ini adalah kemenangan besar untuk kita semua."_
Aric tersenyum lelah, tapi penuh kebahagiaan. _"Ya, tapi aku tahu bahwa ini baru permulaan. Masih banyak yang harus kita lakukan untuk memastikan kebebasan kita."_
Kael juga datang mendekat, meletakkan tangannya di bahu Aric. _"Apa pun yang terjadi selanjutnya, aku akan selalu ada di sisimu, sahabat."_
Mereka bertiga berdiri di tengah benteng, melihat matahari yang mulai terbenam, menyinari tanah yang kini bebas dari penindasan. Meski perjalanan mereka belum berakhir, mereka tahu bahwa bersama, mereka bisa menghadapi apa pun yang akan datang.