Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9: Ditengah Intrik yang Membara
Setelah meninggalkan taman, Ji-Woon dan Seo-Rin berjalan menyusuri lorong istana yang dipenuhi dengan ukiran dinding yang megah. Pangeran Ji-Woon melirik Seo-Rin dengan sorot yang penuh perhatian, seolah-olah ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja.
“Kau tak perlu menanggapi Kang-Ji,” ujarnya dengan nada rendah namun penuh ketegasan. “Dia mungkin putri mahkota, tetapi itu tidak berarti dia berhak menguasai semua yang ada di istana ini.”
Aluna, menatap pangeran dengan bingung. Sikap perhatian dari Ji-Woon selalu mengejutkannya. Dalam novel yang ditulisnya, Ji-Woon adalah sosok dingin dan nyaris tak terjangkau, seseorang yang sulit didekati. Namun, kali ini, kedekatan mereka terasa sangat nyata. Ia merasakan perlindungan yang tak pernah ia duga, dan itu membuat hatinya sedikit bergetar.
“Hamba hanya mengikuti apa yang Yang Mulia kehendaki,” jawabnya, mencoba meredam perasaan yang bergejolak. “Dan jika itu untuk membantu Yang Mulia, hamba akan melakukannya.”
Ji-Woon tersenyum tipis. Ada kilatan minat yang dalam di matanya, seakan ia menemukan sesuatu yang jauh lebih menarik dalam diri Seo-Rin. “Lalu, Seo-Rin,” katanya perlahan, “apa yang menurutmu Kang-Ji paling inginkan?”
Aluna tercengang dengan pertanyaan itu. Namun, ia segera menenangkan diri, mengingat bahwa Kang-Ji dalam novelnya sangat mendambakan kekuasaan dan status. “Yang Mulia, Kang-Ji menginginkan kehormatan dan kekuasaan di istana ini. Bagi beliau, menjadi putri mahkota adalah segalanya.”
Ji-Woon mendengarkan dengan saksama. “Dan menurutmu, apa yang harus kulakukan dengan ambisi itu?”
Sebelum Aluna sempat menjawab, suara langkah-langkah pelayan menghampiri mereka. Seorang pelayan menyampaikan bahwa Raja memanggil Pangeran Ji-Woon untuk rapat mendadak dengan para penasihat kerajaan.
“Seo-Rin,” bisik Ji-Woon sebelum beranjak, “beristirahatlah. Kita akan membicarakan hal ini lagi nanti.” Setelah itu, ia melangkah pergi, meninggalkan Seo-Rin berdiri sendiri di lorong yang sepi.
Sepeninggal Ji-Woon, Aluna menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan debar jantungnya. Perasaannya bercampur aduk antara ketegangan dan rasa lega. Baru saja ia hendak kembali ke paviliunnya, langkahnya terhenti ketika seorang dayang mendekat, wajahnya tampak cemas.
“Yang Mulia Seo-Rin, saya ingin memperingatkan Anda,” bisik dayang itu lirih. “Ada banyak mata yang mengawasi setiap gerak Anda di istana ini, terutama dari paviliun putri mahkota.”
Aluna mengangguk, menyadari betapa banyak intrik yang membayangi dirinya. Tanpa disadari, posisinya sebagai selir pangeran tidak hanya membawanya ke tengah perhatian sang putri mahkota, tetapi juga para bangsawan yang memiliki ambisi tersembunyi. Baginya, ini semakin terasa seperti labirin yang rumit, penuh jebakan yang bisa menghancurkan dirinya kapan saja.
Namun, di sisi lain, ia merasakan tekad yang semakin kuat untuk bertahan dan memainkan peran ini dengan cerdik. Meskipun ia hanyalah penulis yang terjebak dalam cerita yang diciptakannya, kini ia bertekad untuk mengambil kendali, bukan hanya sebagai Seo-Rin, tetapi sebagai Aluna yang memahami seluk-beluk dunia ini lebih baik daripada siapa pun.
Dengan langkah yang teguh, Aluna pun berjalan kembali ke paviliunnya, diiringi pandangan para dayang yang penuh rasa hormat namun dibumbui rasa takut. Baginya, permainan ini baru saja dimulai, dan ia bersumpah untuk tidak kalah di dalamnya.
Malam semakin larut ketika Aluna tiba di paviliunnya. Langit yang dipenuhi bintang menyaksikan sosoknya yang termenung di ambang pintu, memikirkan semua kejadian yang baru dialaminya. Bagaimana bisa ia—penulis yang tidak pernah menyangka akan hidup di dalam cerita buatannya sendiri—kini menjadi tokoh utama dalam kisah yang jauh lebih rumit dan penuh intrik dari apa yang pernah ia tulis?
Ketika Aluna melangkah masuk, seorang dayang segera datang dengan nampan teh hangat. Pelayan itu membungkuk dengan hormat, tak berani menatap langsung ke wajahnya, tetapi Aluna tersenyum tipis, mencoba menghapus ketakutan di wajahnya.
“Kau boleh pergi,” ucap Aluna lembut. Dayang itu pun segera meninggalkannya, terkejut dengan nada lembut yang belum pernah ia dengar dari Seo-Rin sebelumnya.
Di saat Aluna duduk termenung, pintu paviliun berderit terbuka lagi. Kali ini, bukan dayang yang masuk, melainkan seorang pria berusia sekitar empat puluh tahun dengan janggut tipis dan pakaian resmi yang menunjukkan statusnya sebagai penasihat kerajaan. Dia membungkuk sedikit sebagai tanda hormat.
“Yang Mulia Seo-Rin,” ujarnya tenang, “saya diperintahkan oleh Pangeran Ji-Woon untuk menyampaikan undangan pertemuan rahasia kepada Anda besok malam. Beliau meminta agar Anda datang ke taman belakang istana pada waktu yang telah ditentukan.”
Aluna menatap penasihat itu, merasa ada sesuatu yang mendesak dari pesan ini. Pertemuan rahasia? Mengapa pangeran memintanya bertemu di tempat yang tersembunyi, seolah ada sesuatu yang ingin dibicarakan tanpa sepengetahuan siapa pun?
“Terima kasih, sampaikan pada Yang Mulia bahwa saya akan memenuhi undangan tersebut,” jawabnya tegas, meskipun hatinya masih berdebar-debar.
Setelah penasihat itu pergi, Aluna kembali duduk, mencoba memahami maksud undangan tersebut. Sementara itu, pikirannya terus digelayuti oleh bayangan pertemuan sebelumnya dengan Pangeran Ji-Woon. Pangeran yang awalnya dingin itu kini tampak menunjukkan perhatian dan minat yang tak terduga. Namun, di balik semua perhatian itu, Aluna juga menyadari risiko yang semakin mengancamnya dari arah yang tak terduga, terutama dari Kang-Ji yang semakin merasa terancam.
Keesokan malamnya, Aluna mengenakan pakaian yang sederhana, namun tetap anggun sesuai statusnya sebagai selir pangeran. Ia melangkah menuju taman belakang, tempat yang ditunjuk untuk pertemuan rahasia. Di sana, cahaya bulan menerangi taman yang tenang, memancarkan suasana misterius yang membuatnya sedikit merasa gugup.
Ketika ia tiba, Pangeran Ji-Woon sudah berdiri menunggunya di bawah pohon sakura yang sedang bermekaran. Tatapannya tenang namun penuh arti, seolah siap mengungkapkan sesuatu yang penting.
“Seo-Rin,” panggilnya lembut saat Aluna mendekat. “Kau pasti bertanya-tanya mengapa aku memanggilmu ke sini di malam seperti ini.”
Aluna mengangguk pelan, menahan diri untuk tidak menunjukkan kegelisahannya. “Ya, Yang Mulia.”
Pangeran Ji-Woon menghela napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, “Aku membutuhkan seseorang yang dapat dipercaya, seseorang yang bukan hanya setia padaku, tetapi juga memiliki kemampuan untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di istana ini.”
Aluna terdiam, mencoba mencerna maksud dari ucapan itu. “Apa maksud Anda, Yang Mulia?”
“Banyak orang di sekitarku yang hanya mementingkan ambisi dan keuntungan pribadi,” jawabnya dengan nada penuh kesungguhan. “Termasuk mereka yang tampaknya setia, namun diam-diam menjalin hubungan dengan orang luar yang memiliki kepentingan lain. Seo-Rin, aku tahu betapa pintarnya kau menilai orang dan menyingkap apa yang tersembunyi di balik topeng mereka.”
Perkataan itu membuat Aluna terkejut. Dia tak pernah menyangka Pangeran Ji-Woon akan mempercayainya sedalam itu. “Yang Mulia, hamba hanyalah seorang selir. Mengapa memilih hamba untuk tugas yang sebesar ini?”
Pangeran Ji-Woon menatapnya dengan tajam. “Karena aku tahu, Seo-Rin, kau memiliki kemampuan untuk membaca pikiran dan niat orang. Aku membutuhkan sekutu yang tidak hanya bisa dipercaya, tetapi juga cukup kuat untuk menghadapi semua rintangan ini. Kang-Ji mungkin putri mahkota, tetapi aku butuh seseorang yang bisa memahami dunia ini dengan cara yang berbeda.”
Aluna menelan ludah, menyadari bahwa situasi ini membawa konsekuensi yang jauh lebih besar daripada sekadar menjadi sekutu pangeran. Tanpa ia sadari, dirinya kini menjadi bagian dari lingkaran dalam kekuasaan istana, dan segala pilihan yang ia buat akan mempengaruhi nasibnya.
“Baiklah, Yang Mulia,” jawab Aluna akhirnya, dengan suara yang mantap. “Hamba akan menjalankan apa pun yang Anda perintahkan.”
Pangeran Ji-Woon tersenyum, namun di balik senyuman itu ada ketegangan yang sulit disembunyikan. “Seo-Rin, malam ini adalah permulaan dari sebuah permainan yang penuh tipu daya dan intrik. Kau dan aku, kita akan menghadapi banyak hal yang mungkin tak pernah kau bayangkan.”
Dan dengan ucapan itu, Aluna menyadari bahwa ia baru saja masuk lebih dalam ke dalam dunia yang penuh misteri dan konspirasi—dunia yang mungkin jauh berbeda dari yang pernah ia tuliskan.
Bersambung >>>