Karin, seorang editor buku yang sibuk, terbangun dalam tubuh Lady Seraphina Ashbourne, seorang karakter antagonis dalam novel percintaan terkenal yang baru saja ia revisi. Dalam cerita asli, Seraphina adalah wanita sombong yang berakhir tragis setelah mencoba merebut perhatian Pangeran Leon dari tokoh utama, Lady Elara.
Berbekal pengetahuannya tentang plot novel, Karin bertekad menghindari takdir suram Seraphina dengan mengubah cara hidupnya. Ia menjauh dari istana, memutuskan untuk tinggal di pinggiran wilayah Ashbourne, dan mencoba menjalani kehidupan sederhana. Namun, perubahan sikapnya justru menarik perhatian banyak pihak:
Pangeran Leon, yang mulai meragukan perasaannya pada Elara, tiba-tiba tertarik dengan sisi "baru" Seraphina.
Duke Cedric Ravenshade, musuh terbesar keluarga Seraphina, yang curiga terhadap perubahan sifatnya, mendekatinya untuk menyelidiki.
Sementara itu, Lady Elara merasa posisinya terancam dan memulai rencana untuk menjatuhkan Seraphina sebelum hal-hal di
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achaa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 4
Bab 4: Bayangan yang Menyusup
Karin merasa terperangkap dalam labirin yang semakin rumit. Pagi itu, meskipun matahari baru saja terbit, dia sudah bisa merasakan ketegangan di udara. Pangeran Leon, Duke Cedric, dan Lady Elara—semua orang tampak seperti mengawasi setiap langkahnya, dan semuanya menginginkan sesuatu darinya. Namun, yang membuatnya semakin cemas adalah perasaan bahwa ada tangan tak terlihat yang menarik tali dari balik layar, mengarahkan peristiwa-peristiwa ini dengan cara yang lebih gelap dari yang ia bayangkan.
Setelah pertemuannya malam itu dengan Pangeran Leon, Karin memutuskan untuk tidak hanya menunggu takdir menimpanya, tetapi juga untuk mulai menggali lebih dalam tentang orang-orang yang ada di sekitarnya. Namun, bagaimana ia bisa tahu siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang hanya menginginkan keuntungan pribadi?
Hari itu, ia memutuskan untuk menemui Lady Elara, yang sudah beberapa kali menanyakan kabarnya lewat surat-surat pendek yang dikirimkan ke kamarnya. Meskipun keduanya tidak pernah benar-benar berbicara dengan terbuka, Karin merasa ini adalah kesempatan untuk mengukur lebih dalam ambisi Elara.
Taman istana terlihat sepi pagi itu, hanya beberapa pelayan yang bekerja dengan cepat dan diam. Lady Elara menunggu di sebuah gazebo di tengah taman yang penuh dengan bunga-bunga mekar, tampak anggun dengan gaun berwarna biru muda yang mencolok. Ia tersenyum begitu melihat Karin mendekat.
"Lady Seraphina, aku senang akhirnya kita bisa bertemu," kata Elara dengan senyum ramah, namun ada ketajaman di matanya yang tidak bisa disembunyikan. "Aku khawatir kita terlalu sering terjebak dalam permainan sosial tanpa benar-benar memahami satu sama lain."
Karin duduk di seberang Elara, tidak berani melepaskan pandangannya dari wanita itu. "Apakah kamu memiliki sesuatu yang ingin dibicarakan, Lady Elara?"
Elara mengangkat alis, seolah terkesan dengan langsungnya pertanyaan Karin. "Begitu banyak yang ingin kubicarakan denganmu. Terutama tentang hubungan kita dengan Pangeran Leon."
Karin menahan napasnya. "Pangeran Leon? Apa maksudmu?"
Elara mengerutkan kening sejenak, sebelum akhirnya berbicara dengan lebih hati-hati. "Aku tahu bahwa banyak orang yang mendekatimu, mencoba mencari cara untuk memanfaatkan posisi yang kau miliki."
Karin menatap Elara dengan penuh perhatian, namun tidak mengizinkan dirinya untuk menunjukkan terlalu banyak reaksi. "Kau berbicara seperti kita adalah pesaing."
Elara tertawa pelan, namun tawa itu tidak cukup tulus untuk menghilangkan ketegangan di udara. "Kita memang bersaing, Lady Seraphina. Tetapi lebih dari itu, kita juga memiliki hubungan yang lebih dalam dengan kekuatan di istana ini. Aku rasa kita bisa lebih baik bekerja sama, daripada saling menghancurkan."
Karin berpikir sejenak. Elara memang tahu lebih banyak tentang apa yang sedang terjadi di sekitar mereka daripada yang ia kira. Tetapi apakah ini berarti Elara ingin bekerja sama? Atau ada motif lain di balik kata-katanya?
"Apa yang sebenarnya kau inginkan, Lady Elara?" Karin bertanya dengan hati-hati.
Elara tersenyum, tetapi kali ini senyum itu lebih terencana. "Aku hanya ingin melihat semua orang di sekitar kita bergerak sesuai takdir mereka. Dan aku rasa takdir kita saling terkait, meskipun kita belum sepenuhnya mengerti apa yang akan terjadi."
Karin merasa semakin cemas, namun ia tetap berusaha menjaga sikap tenangnya. "Aku bukan alat untuk mencapai tujuan apapun, Lady Elara. Kita harus berhati-hati dalam memilih jalur kita."
Elara mengangguk, seolah menghargai keberanian Karin, namun tetap ada sebuah kilatan di matanya yang mengatakan bahwa ini hanyalah permulaan dari permainan yang lebih besar.
Setelah beberapa saat hening, Elara berdiri, menatap Karin dengan tajam. "Kita lihat saja nanti. Waktu akan mengungkap siapa yang benar-benar akan keluar sebagai pemenang di antara kita."
Setelah pertemuan itu, Karin merasa semakin tertekan. Tidak hanya karena permainan politik yang semakin rumit, tetapi juga karena kenyataan bahwa ada begitu banyak orang yang memiliki agenda tersembunyi. Namun, Karin tahu satu hal pasti—ia tidak bisa membiarkan diri jatuh begitu saja dalam permainan ini.
Saat kembali ke kamarnya, sebuah surat lain tiba. Surat itu datang tanpa nama pengirim, hanya berupa segel hitam yang aneh. Dengan rasa penasaran yang mendalam, Karin membuka segel itu dan membaca isinya:
"Kau terlalu terlambat untuk memahami siapa musuhmu. Semua jalan yang kau pilih akan mengarah pada satu titik—kejatuhanmu."
Karin terdiam beberapa saat, mencoba mengerti pesan itu. Surat ini jelas berasal dari seseorang yang ingin menakut-nakutinya, atau mungkin memperingatkannya. Tetapi siapa yang bisa mengirimkan ancaman semacam itu?
Dengan wajah yang semakin serius, Karin merasa beban di bahunya semakin berat. Ini bukan hanya tentang politik atau pernikahan lagi—ini tentang bertahan hidup di dunia yang penuh dengan intrik dan kebohongan.
Namun, apa yang lebih menakutkan daripada ancaman yang tidak bisa ia hindari adalah kenyataan bahwa ada seseorang yang begitu dekat dengannya yang mungkin terlibat dalam semua ini. Pangeran Leon? Duke Cedric? Atau mungkin Lady Elara?
Setelah pertemuan dengan Lady Elara yang masih menyisakan banyak tanda tanya, Karin merasa seolah sebuah kabut tebal menutupi jalanannya. Setiap orang yang dia temui tampaknya memiliki niat tersembunyi, dan dia mulai merasa bahwa dirinya hanyalah bagian dari permainan yang jauh lebih besar daripada yang bisa dia bayangkan.
Kembali ke kamarnya, Karin duduk di depan meja rias, memandangi wajahnya yang kini tampak lebih serius. "Apa yang harus aku lakukan?" pikirnya.
Namun, saat ia berusaha menenangkan pikirannya, pintu kamarnya terbuka dengan suara pelan. Seorang pelayan muda masuk dengan membawa secarik kertas. "Maafkan saya, Lady Seraphina, ini surat dari Yang Mulia, Pangeran Leon."
Surat itu tidak datang langsung dari Pangeran Leon seperti biasa. Kali ini, ada segel merah dengan gambar naga di atasnya—tanda yang Karin tidak pernah lihat sebelumnya.
"Apa ini?" Karin bergumam, membuka segel tersebut dengan tangan yang sedikit gemetar.
Di dalamnya terdapat tulisan dengan tangan yang tidak begitu dikenal, tetapi kata-katanya jelas dan tegas:
"Aku tahu kau merasa terjebak, Lady Seraphina. Namun, kau harus tahu, ada ancaman yang jauh lebih besar yang mengintaimu sekarang. Jangan percaya pada apa yang dilihat mata—kejatuhanmu sudah dekat, dan hanya dengan membuka matamu, kau bisa melihat jalan keluar. Temui aku di Ruang Rahasia malam ini."
Pikiran Karin mulai berputar cepat. "Ruang Rahasia? Apa itu?" Namun, meskipun keraguan menyelimuti hatinya, ia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk mengetahui lebih banyak. Jika surat ini benar, berarti seseorang yang memiliki kekuasaan di istana tahu sesuatu yang jauh lebih dalam tentang intrik ini.
Malam itu, dengan hati yang berdebar, Karin mengenakan jubah hitam yang cukup sederhana untuk menyembunyikan identitasnya. Ia tidak ingin menarik perhatian, meskipun ia tahu bahwa bahkan langkah sekecil apa pun bisa terdeteksi. Langkahnya pelan namun pasti, menuju bagian istana yang jarang sekali ia kunjungi.
Ketika ia sampai di lorong yang menuju Ruang Rahasia, ia merasa seolah seluruh istana sedang memperhatikannya. Setiap langkah terdengar seperti derap yang menggema di antara dinding-dinding yang tinggi. Namun, ketika ia sampai di depan pintu yang tersembunyi di balik tirai tebal, sebuah suara lembut terdengar dari dalam.
"Kau datang juga."
Karin memutar gagang pintu dan masuk ke dalam ruangan yang gelap. Di tengah ruangan itu berdiri sosok Pangeran Leon, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda dalam cara dia berdiri—ada ketegangan di antara keduanya, seolah-olah ruangan itu dipenuhi oleh rahasia yang belum diungkapkan.
"Pangeran Leon?" Karin bertanya dengan hati-hati, matanya mencari-cari petunjuk dalam kegelapan.
Pangeran Leon menyalakan beberapa lilin, menerangi sudut ruangan yang tersembunyi dari penglihatan umum. "Aku tahu ini semua sangat membingungkan untukmu, Lady Seraphina. Tetapi percayalah, kita berada di sisi yang benar."
Karin menatapnya penuh curiga. "Sisi yang benar? Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Semua ini—Lady Elara, Duke Cedric, semua orang sepertinya memiliki tujuan tersembunyi."
Pangeran Leon menghela napas dalam-dalam, seolah berusaha memilih kata-kata dengan hati-hati. "Kau benar. Ada permainan besar yang sedang dimainkan, dan kau, Lady Seraphina, berada di tengahnya."
Karin merasa hatinya semakin berdebar. "Siapa yang mengendalikan permainan ini? Apa yang sebenarnya mereka inginkan dariku?"
Pangeran Leon menatapnya dengan serius, dan untuk pertama kalinya, Karin bisa merasakan bahwa kata-kata yang akan diucapkannya sangat penting. "Kita harus melawan mereka—mereka yang menyembunyikan kebenaran di balik wajah-wajah manis. Mereka yang ingin mengendalikan takdir kita."
"Mereka siapa?" Karin bertanya, hampir tak percaya pada apa yang didengarnya.
Pangeran Leon diam beberapa saat, sebelum akhirnya berbicara dengan suara rendah. "Ada organisasi rahasia yang sudah lama ada di istana ini. Mereka mengendalikan segala hal dari bayang-bayang, memanipulasi setiap keputusan yang diambil. Mereka adalah kekuatan tersembunyi yang memanfaatkan kelemahan para penguasa. Dan, Lady Seraphina, mereka akan menghancurkanmu jika kau tidak berhati-hati."
Karin merasa tubuhnya kaku, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Lalu apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku bisa melawan kekuatan yang begitu besar?"
Pangeran Leon mendekat, menatapnya dalam-dalam dengan ekspresi yang penuh tekad. "Kau harus memilih. Bergabunglah dengan kami—atau hancurkan dirimu sendiri dengan bertahan sendirian. Tetapi jika kau bergabung, kau harus siap dengan konsekuensinya."
Karin merasa cemas, tetapi dalam hati ia tahu bahwa pilihan ini adalah titik balik dalam hidupnya. "Apa yang akan terjadi jika aku bergabung?"
Pangeran Leon tersenyum tipis, sebuah senyuman yang penuh rahasia. "Kita akan mengungkap semua yang tersembunyi, Lady Seraphina. Kita akan mengubah takdir ini. Tetapi ingat, dalam permainan seperti ini, tidak ada yang bisa keluar tanpa kehilangan sesuatu yang penting."
Saat itu, suasana di ruang itu terasa semakin tegang. Karin tahu bahwa ia tidak bisa mundur lagi. Apa pun yang terjadi, ia harus melangkah maju.
Karin merasakan ketegangan yang begitu mencekam di udara saat Pangeran Leon berbicara. Setiap kata yang keluar dari mulutnya tampak membawa beban yang lebih berat daripada sebelumnya. Rasanya, dunia yang selama ini ia kenal seolah runtuh dalam sekejap, menggantikan kedamaian dengan bayang-bayang yang mengintai setiap langkahnya.
"Bergabung dengan kami…" Pangeran Leon mengulang kata-katanya dengan tegas, "ini adalah kesempatanmu untuk merubah takdirmu, tetapi juga akan ada konsekuensi yang tak bisa dihindari. Seseorang harus mengorbankan dirinya untuk melawan mereka."
Karin menatapnya, perasaannya campur aduk. Ia merasakan ketertarikan yang mendalam terhadap ide untuk melawan organisasi rahasia ini, namun di sisi lain, rasa takut akan apa yang harus ia korbankan begitu nyata. Ia berpikir tentang keluarganya, tentang hidup yang telah ia jalani, dan seberapa jauh ia bersedia mempertaruhkan segalanya demi sebuah perlawanan yang tak pasti.
"Kapan kita mulai?" Karin akhirnya berkata, suaranya mantap meskipun hati kecilnya berdebar. "Aku tidak bisa hanya diam dan menunggu mereka menghancurkanku. Jika itu berarti harus mengambil risiko, maka aku siap."
Pangeran Leon mengangguk dengan penuh pengertian. "Baik. Tapi ingat, kau tidak akan sendirian. Ada orang-orang di istana ini yang juga merasa terperangkap dalam permainan ini, dan mereka ingin perubahan. Kita tidak akan melakukannya sendirian."
Karin menghela napas, merasa sedikit lega mendengar kata-kata itu. Namun, ada sesuatu yang mengusik hatinya. "Siapa saja yang akan bergabung? Dan bagaimana kita tahu siapa yang bisa dipercaya?"
Pangeran Leon berjalan ke jendela besar yang menghadap ke halaman istana, matanya menyapu pemandangan yang tampaknya damai namun penuh dengan potensi bahaya. "Ada beberapa orang yang akan bersedia membantu kita. Tetapi kau benar, tidak semua orang bisa dipercaya. Beberapa dari mereka adalah bagian dari sistem ini, dan mereka akan berusaha menghancurkan kita."
Karin mengangguk, merasa semakin terjerat dalam perang yang jauh lebih besar dari apa yang ia duga. "Apa langkah pertama kita?"
Pangeran Leon berbalik, ekspresinya serius. "Kita akan memulai dengan mengumpulkan informasi. Kita harus tahu siapa yang ada di balik organisasi ini, dan apa yang mereka inginkan. Aku sudah memiliki beberapa petunjuk, tapi kita perlu lebih banyak data."
Karin mengerti. Ini adalah langkah pertama yang logis—tanpa informasi yang cukup, mereka tidak akan bisa melawan musuh yang tersembunyi. Namun, ia juga tahu bahwa untuk mengumpulkan informasi ini, mereka harus sangat berhati-hati. "Kita harus sangat diam-diam," kata Karin, "Tidak boleh ada yang tahu apa yang kita rencanakan."
"Tentu," jawab Pangeran Leon, senyum tipis muncul di wajahnya. "Kita akan bergerak perlahan, seperti bayangan. Tidak ada yang boleh mencurigai apa yang sedang kita lakukan."
---
Karin meninggalkan Ruang Rahasia dengan perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa ia baru saja membuat pilihan yang tidak dapat diubah. Perjalanan ini akan membawa banyak risiko, dan banyak orang yang akan terlibat. Tapi ia juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mengendalikan takdirnya. Jika ia tidak bertindak, takdir itu akan menghancurkannya begitu saja.
Namun, seiring berjalannya waktu, Karin mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekedar ancaman—ada semacam perasaan yang mulai berkembang dalam dirinya, yang ia tidak bisa jelaskan. Perasaan itu datang setiap kali ia memandang Pangeran Leon, sebuah perasaan yang lebih dari sekedar rasa hormat atau kewajiban. Ada ketertarikan yang mendalam, yang meskipun ia coba sembunyikan, semakin sulit untuk ditangani.
Pangeran Leon juga tampak berubah. Ia semakin sering menghabiskan waktu bersama Karin, berlatih strategi dan berbicara tentang langkah-langkah yang harus diambil. Meskipun dia tetap menunjukkan ketegasan dan kecerdasan yang luar biasa, ada sesuatu dalam tatapannya yang lebih lembut, seolah memperlakukan Karin dengan rasa hormat yang lebih dari sekadar sekutu. Karin pun merasa ada perasaan yang semakin kuat berkembang di dalam dirinya—perasaan yang tak bisa ia kontrol, meskipun ia tahu bahwa ini adalah permainan yang penuh bahaya.
Di sisi lain, Lady Elara mulai mendekati Karin lebih sering. Kali ini, dia tidak datang hanya dengan senyum ramah dan kata-kata manis. Ada sesuatu yang lebih intens dalam tatapannya. "Aku mendengar kau mulai bekerja sama dengan Pangeran Leon," katanya suatu pagi saat mereka bertemu di taman. "Kau pasti menyadari, dia adalah orang yang sangat berbahaya. Tidak ada yang bisa benar-benar memprediksi apa yang akan dilakukannya."
Karin menatapnya dengan tajam, tak ingin menunjukkan ketegangan yang mulai menjalar di tubuhnya. "Aku tahu apa yang aku lakukan, Lady Elara. Aku harus melangkah dengan hati-hati."
"Aku hanya ingin memperingatkanmu," kata Elara dengan senyum yang setengahnya menyembunyikan ancaman. "Kau mungkin pikir kau tahu siapa yang kau hadapi, tapi Pangeran Leon bukanlah orang yang mudah dipahami. Dia memiliki banyak sisi, dan tidak semuanya baik."
Karin merasa terpojok oleh kata-kata Elara. "Terima kasih atas peringatannya, Lady Elara. Namun, aku rasa aku bisa menghadapinya."
Lady Elara menatapnya, dan untuk sekejap, tatapan mereka bertemu—sebuah tatapan yang mengandung lebih banyak dari sekadar persaingan, tetapi juga ancaman yang tersembunyi di balik kata-katanya. "Aku berharap begitu," jawabnya, dan kemudian berbalik pergi, meninggalkan Karin dengan pikiran yang semakin penuh.
---