Lucy adalah mata-mata yang tidak pernah gagal menjalankan misinya. Namun, kali ini misinya membawa dia menyamar sebagai pacar palsu miliarder muda, Evans Dawson , untuk memancing musuh keluar dari persembunyiannya.
Ketika Evans tanpa sadar menemukan petunjuk yang mengarah pada identitas asli Lucy, hubungan mereka yang semula hanya pura-pura mulai berubah menjadi sesuatu yang nyata.
Bisakah Lucy menyelesaikan misinya tanpa melibatkan perasaan, atau semuanya akan hancur saat identitasnya terbongkar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tur Kantor
Selama tur keliling kantor yang dipimpin oleh Brandon, Lucy memperhatikan setiap detail dengan seksama. Ia bukan hanya melihat fasilitas dan ruang kantor Evans yang megah, tetapi juga memerhatikan setiap karyawan yang mereka temui. Matanya bergerak cepat, mencatat ekspresi wajah, gerak tubuh, dan interaksi setiap orang yang mereka lewati. Karyawan-karyawan ini, meskipun terlihat sibuk dengan pekerjaan mereka, mungkin memiliki informasi penting yang bisa mendukung misinya.
Beberapa wajah terlihat familiar, seperti mereka memiliki posisi tinggi dalam perusahaan, sementara yang lainnya tampak lebih rendah, mungkin hanya staf pendukung. Namun, dalam pikirannya, Lucy mulai mempertanyakan siapa saja yang dapat menjadi bagian dari jaringan musuh yang sedang ia cari. Meskipun tidak ada bukti konkret, ia tahu bahwa di balik segala kemewahan dan kesuksesan Evans, bisa saja ada jaringan yang lebih gelap yang bekerja di balik layar.
Brandon, yang terus mengajaknya berkeliling, tidak tampak curiga dengan pengamatannya. Dia sibuk menjelaskan segala hal tentang perusahaan—dari proses produksi hingga pertemuan penting yang sering diadakan Evans. Lucy mengangguk di setiap penjelasan, tetapi fokus utamanya tetap pada orang-orang di sekitar mereka.
Setiap kali mereka berhenti di satu ruangan atau berinteraksi dengan staf, Lucy dengan cermat mengamati para karyawan. Ada seorang wanita muda yang sedang bekerja di meja resepsionis, tampaknya sangat profesional, tetapi ada sesuatu dalam sikapnya yang membuat Lucy curiga. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan di balik senyum manisnya.
Kemudian ada seorang pria yang sedang berdiri di depan ruang rapat, mengenakan jas yang sedikit kebesaran. Dia terlihat sangat serius, tidak seperti karyawan pada umumnya yang terlibat dalam percakapan ringan. Lucy mencatatnya dalam pikirannya. Ada sesuatu tentang pria itu yang terasa aneh, namun belum cukup jelas untuk ditindaklanjuti.
Saat mereka melewati ruang konferensi, Lucy menangkap sekilas percakapan antara dua eksekutif perusahaan yang tampaknya membahas sesuatu yang lebih serius daripada hanya urusan bisnis biasa. Ketegangan di antara mereka membuat Lucy semakin waspada. Ia menyadari bahwa meskipun mereka semua tampaknya hanya menjalani pekerjaan mereka, beberapa di antara mereka mungkin adalah bagian dari permainan yang lebih besar—sebuah jaringan yang bisa saja terkait dengan organisasi yang sedang ia telusuri.
Brandon mempercepat langkahnya, mengajak Lucy untuk melanjutkan tur mereka. Namun, sebelum pergi, Lucy melirik lagi ke arah beberapa karyawan yang baru saja mereka lewati. Tiba-tiba, ia merasa seolah ada yang sedang mengamatinya. Itu bisa jadi hanya perasaan, tetapi insting Lucy selalu tepat. Dia mempercepat langkahnya agar bisa melanjutkan tur tanpa terlalu banyak berpikir tentang apa yang baru saja ia rasakan.
Saat mereka tiba di ruang kantin perusahaan, Lucy merasakan ada sedikit perubahan dalam atmosfer. Seolah-olah suasana menjadi lebih santai, namun ia tetap waspada. Di sinilah banyak karyawan yang berkumpul untuk makan siang, berbincang ringan, dan membiarkan diri mereka sejenak lepas dari rutinitas pekerjaan yang sibuk. Namun, di balik kebisingan itu, Lucy terus memerhatikan siapa saja yang ada di sekitar.
Setiap orang yang terlihat sedikit berbeda, baik dalam cara mereka berbicara, bersikap, atau bahkan hanya dalam gerak tubuh mereka, mendapat perhatian lebih dari Lucy. "Ini adalah ruang makan kami," kata Brandon sambil menunjuk ke meja-meja panjang yang penuh dengan makanan. "Semua orang biasanya berkumpul di sini pada jam makan siang. Anda bisa lihat sendiri, perusahaan ini seperti sebuah keluarga besar."
Lucy tersenyum dan mengangguk, tetapi di dalam hati, ia tahu bahwa "keluarga besar" ini mungkin jauh lebih rumit daripada yang dibayangkan. Ketika mereka berjalan lebih jauh menuju bagian lain dari kantin, ia melihat seorang pria paruh baya yang sedang duduk sendirian di sudut ruangan. Matanya tampak penuh pemikiran, dan dia tidak terlalu berinteraksi dengan orang lain. Pria itu menarik perhatian Lucy, dan seketika, instingnya mengatakan bahwa pria ini mungkin lebih dari sekadar seorang karyawan biasa.
Brandon mengarahkan mereka menuju pintu keluar kantin, dan Lucy berusaha untuk tidak terlihat mencurigakan. Namun, pikirannya terus bekerja dengan cepat, menganalisis setiap interaksi, setiap wajah, setiap gerakan. Ia tahu bahwa misi ini tidak hanya tentang menjadi kekasih palsu Evans atau sekretaris yang baik. Lebih dari itu, ini adalah tentang menemukan siapa yang sebenarnya ada di balik layar, siapa yang mungkin memiliki informasi penting atau bahkan terlibat dalam jaringan yang harus ia ungkap.
"Brandon, saya kira saya siap untuk melanjutkan tur ini," kata Lucy dengan suara yang tenang, meskipun di dalam pikirannya masih penuh dengan pertanyaan.
Brandon hanya mengangguk dan melanjutkan untuk menunjukkan lebih banyak area perusahaan, tetapi dalam benak Lucy, tur ini telah memberinya lebih banyak petunjuk daripada yang ia duga. Sebentar lagi, ia tahu, dia harus mengambil langkah lebih jauh untuk mencari tahu siapa yang benar-benar berperan dalam perusahaan ini dan apa yang mereka sembunyikan.
...****************...
Setelah tur panjang yang dipandu oleh Brandon, Lucy akhirnya kembali ke tempatnya di luar ruangan Evans. Tempat yang telah ditentukan sebagai meja sekretarisnya tampak rapi dan minimalis, dilengkapi komputer, tumpukan berkas, dan beberapa perlengkapan kantor lainnya. Lucy duduk di kursi empuk yang telah disiapkan, mencoba menyesuaikan diri dengan peran barunya.
Saat itu, suasana kantor cukup tenang. Suara dering telepon dan ketikan keyboard dari ruangan lain menjadi latar belakang aktivitas di Dawson Corporation. Lucy menyandarkan punggungnya sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu memandang meja di depannya. Ia menyusun kembali pikirannya, mencoba membagi fokus antara tiga peran yang kini harus ia jalankan: kekasih palsu, sekretaris profesional, dan seorang agen rahasia.
Di hadapannya, ada beberapa dokumen yang tampaknya memerlukan tanda tangan Evans. Lucy menyusun dokumen-dokumen itu dengan rapi. "Setidaknya aku bisa mulai dari sini," pikirnya, sambil membaca sekilas isi dokumen untuk memastikan semuanya dalam kondisi baik sebelum ia serahkan kepada Evans.
Namun, pikirannya tak bisa berhenti memikirkan apa yang telah ia lihat selama tur keliling tadi. Beberapa wajah, interaksi, dan suasana tertentu meninggalkan kesan mendalam. Dia tahu bahwa setiap detail penting dalam misi ini. Lucy mengambil buku catatan kecil yang selalu ia bawa, membuka halaman baru, dan mulai menulis poin-poin penting yang ia ingat.
Catatan Lucy:
Karyawan resepsionis di lantai utama – sikapnya terlalu waspada, mungkin hanya kebiasaan, tapi patut diperhatikan lebih lanjut.
Pria di depan ruang rapat – terlalu tegang untuk seseorang di posisi itu, tampaknya menyembunyikan sesuatu.
Percakapan di ruang konferensi – perlu menggali lebih dalam tentang dua eksekutif yang terlihat tegang.
Pria paruh baya di kantin – sendirian dan terlihat berpikir berat, mungkin punya cerita menarik.
Ia menutup buku catatannya dengan tenang, memastikan tak ada yang bisa membaca isinya. Ini hanyalah awal dari pengamatannya di Dawson Corporation.
Setelah beberapa menit, pintu ruangan Evans terbuka. Brandon keluar dengan membawa beberapa dokumen. "Bagaimana? Sudah terbiasa di sini?" tanyanya sambil tersenyum.
Lucy mengangguk sopan. "Masih beradaptasi, tapi semuanya berjalan lancar sejauh ini," jawabnya.
"Bagus. Kalau ada yang kamu butuhkan, jangan ragu untuk bertanya," kata Brandon sebelum melanjutkan langkahnya.
Ketika Brandon pergi, Lucy melirik jam di komputernya. Masih ada beberapa jam lagi sebelum jam kerja berakhir. Dia memutuskan untuk memanfaatkan waktu ini dengan memeriksa dokumen-dokumen yang ada, memastikan dirinya terlihat profesional dan kompeten.