Karya ini hanya imajinasi Author, Jangan dibaca kalau tidak suka. Silahkan Like kalau suka. Karena perbedaan itu selalu ada 🤭❤️
Perjodohan tiba-tiba antara Dimas dan Andini membuat mereka bermusuhan. Dimas, yang dikenal dosen galak seantero kampus membuat Andini pusing memikirkan masa depannya yang harus memiliki status pernikahan.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Star123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Alarm pukul 5 pagi berbunyi, Dimas yang lebih dekat dengan meja terbangun duluan dan melihat Dini yang masih tertidur dengan posisi yang sulit diartikan.
"Kemana pembatasnya?" tanya Dimas dalam hati sambil mengecek. Ternyata pembatasnya sekarang berada disamping Dimas.
"Astagfirullah" ucap Dimas menepuk kepalanya. Dilihatnya Dini yang masih tidur dalam dekapannya, ingin rasanya Dimas mengecup kening wanita yang sudah halal untuknya. Tapi ada perasaan takut.
Alarm masih saja berbunyi membuat Dini terusik. Dimas yang melihat itu lekas menutup matanya kembali. Pura-pura tidur.
Dini membuka matanya dan kaget. Apa yang dia lakukan? Kenapa bisa-bisanya dia memeluk Dimas.
"Eh, syukurlah dia masih tidur" Dini mengecek Dimas. Sekarang gantian Dini yang melihat Dimas tidur, wajah tampan tanpa cela. Ada kumis halus diatas bibirnya. Tanpa sengaja, tangan Dini menyentuh bibir Dimas.
"Bagaimana rasanya disentuh bibir galak ini ya?" ucap Dini pelan masih memperhatikan Dimas yang tidur. Setelah puas menyentuh bibir Dimas, dengan perlahan Dini bangun dari tempat tidurnya, melepaskan tangan Dimas yang berada dipinggangnya. Setelah berhasil terlepas dari Dimas, Dini segera mematikan alarm dan pergi ke kamar mandi.
"Nakal juga kamu, Dini" ucap Dimas. Dimas mengangkat torsonya dan mengecek handphone yang berada diatas meja. Hari ini hari minggu, tidak ada jadwal kuliah.
Ceklek. Pintu terbuka menampilkan Dini yang sudah berwudhu.
"Eh, Bapak sudah bangun?' tanya Dini gugup.
"Heum" Dimas mengelurkan jurus andalannya.
"Mau jamaah atau sendiri-sendiri, Pak?' tawar Dini mengajak shalat shubuh. Tanpa kata, Dimas segera pergi ke kamar mandi dan langsung mandi.
"Ini gue disuruh nunggu apa bagaimana ya?" Dini menatap pintu kamar mandi yang tak kunjung buka.
Sambil menunggu Dimas, Dini duduk dipinggir tempat tidur. Layar handphone Dimas berkedip menandakan ada panggilan masuk.
"Angkat ga ya? Sopan ga seh?" Dini malah sibuk dengan fikirannya.
"Ga sah lah kan perjanjian ga boleh ikut campur masalah pribadi" Dini mengingatkan diri sendiri.
Ceklek. Dimas keluar dari kamar mandi sudah dengan baju koko dan sarung.
"Ayo' ajak Dimas dan Dini langsung mengikuti gerakan shalat Dimas. Dini lupa kalau tadi dia kesal disuruh nunggu Dimas.
"Oh, iya pak tadi ada yang nelpon" lapor Dini setelah selesai shalat, Dimas menoleh ke Dini "Siapa?"
"Ga tau. Saya ga berani angkat"
"Kenapa? Kamu kan istri saya. Tidak ada masalahnya kan? Bukannya kamu juga sudah berani menyentuh bibir saya? Apa kamu mau ngerasain?" tantang Dimas.
"Ha? bapak sudah bangun tapi pura pura masih tidur?" tanya Dini dengan muka yang merah.
Dimas menatap manik mata Dini. Mendekat, mendekat, jarak mereka semakin dekat.
"Ahhh, Pak" Dini mendorong dada Dimas agar menjauh. Detak jantung Dini sudah tidak karuan. "Saya pergi dulu, Pak" Dini lekas membuka mukenanya dan langsung menggantung.
"Ya Allah, ini jantung kenapa ya" Ucap Dini diluar kamar.
Dimas? Ga sah ditanya, dia malah tersenyum. Apakah benih-benih cinta yang tumbuh sedikit-sedikit sudah mulai menampakkan pucuknya.
***
"Kenapa lo ga angkat telepon gue, Mas? Gue tahu lo udah bangun" Citra meradang dan melempar botol minuman yang ada ditangannya.
"Ayo, kita pulang Cit" ajak Linda sang manager.
"Gue kangen Dimas, Lin. Kenapa sesakit ini merindukan seseorang" ucap Citra sedikit mabuk. Hari ini, dia bertemu teman kampusnya dulu dan kebetulan temannya memiliki nomor baru Dimas. Jadilah, Citra tahu nomor Dimas dan tanpa menunggu lagi Citra langsung menghubungi namun tidak ada respon.
the best kalian