Aruni sudah sangat pasrah dengan hidupnya, berpikir dia tak akan memiliki masa depan lagi jadi terus bertahan di kehidupan yang menyakitkan.
"Dasar wanita bodoh, tidak berguna! mati saja kamu!" makian kejam itu bahkan keluar langsung dari mulut suami Aruni, diiringi oleh pukulan yang tak mampu Aruni hindari.
Padahal selama 20 tahun pernikahan mereka Arunilah sang tulang punggung keluarga. Tapi untuk apa bercerai? Aruni merasa dia sudah terlalu tua, usianya 45 tahun. Jadi daripada pergi lebih baik dia jalani saja hidup ini.
Sampai suatu ketika pertemuannya dengan seseorang dari masa lalu seperti menawarkan angin surga.
"Aku akan membantu mu untuk terlepas dari suamimu. Tapi setelah itu menikahlah denganku." Gionino.
"Maaf Gio, aku tidak bisa. Daripada menikah lagi, bukankah kematian lebih baik?" jawab Runi yang sudah begitu trauma.
"Kamu juga butuh seseorang untuk menguburkan mu Runi, ku pastikan kamu akan meninggal dalam keadaan yang baik."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LFTL Bab 4
Aruni mengangkat tangan kanannya dan menghapus air mata yang sempat jatuh, juga mengambil satu langkah mundur agar menjauh dari Gio.
Bicara tentang kematian selalu membuatnya merana, antara memutus tali penderitanya sendiri atau meneruskan penderitaan untuk sang anak.
Dan mungkinkah dia akan meninggal dalam keadaan yang lebih baik dari ini? Atau akhirnya dia hanya terkapar di jalanan.
Namun mendengar keseriusan Gio justru membuatnya takut. Gemetar ini hanyalah pintu menuju ke penderitaan yang lain. Aruni sangat tahu, keluarga Gionino bukanlah keluarga yang mampu dia sentuh.
"Jangan mengasihani aku Gio, lebih baik kamu tertawakan saja nasibku," ucap Aruni, dia menunduk. Tiap kali bicara tak berani membalas tatapan Gionino.
"Selama 20 tahun ini kita telah hidup di jalan masing-masing, aku pun tidak pernah mengusikmu lagi. Jadi aku mohon, pergilah," timpal Runi.
Gionino tertegun saat melihat air mata Aruni yang jatuh, sampai membuatnya terdiam dan tak mampu berkata-kata seperti ini.
Luka yang telah digoreskan Hendra terlampau dalam, sampai dia tak mampu menyentuh hati Aruni lagi.
Kedua tangan Gionino terkepal kuat, tekadnya semakin membara untuk menarik Aruni keluar dari neraka tersebut.
Ketika Aruni akhirnya memilih pergi, Gio tidak menahannya. Hanya dia lihat langkah Aruni yang nampak ringkih.
"Di masa lalu aku sudah memberimu kesempatan untuk pergi, sekarang aku tidak akan melepaskan mu lagi ... Aruni," ucap Gio.
Matahari semakin beranjak turun, pertemuan dan pembicaraan yang mereka lakukan seperti menguap di udara begitu saja bagi Aruni.
Dia tak punya waktu untuk memikirkannya, sebelum hari semakin gelap Aruni mempercepat langkah untuk menuju sebuah warung. Beras di rumahnya hanya cukup untuk masak besok pagi, hari ini Aruni haru membeli beras lagi.
Hidup masih harus berjuang untuk bisa bertahan, lalu apa gunanya berkubang dengan masa lalu yang telah selesai?
"Mbak, beli berasnya 2 kilo," ucap Aruni.
"Sekalian bayar hutang suamimu ya Mbak, tadi dia hutang rokok di sini. Sebenarnya aku tidak mau kasih, tapi daripada berdebat dengan Hendra lebih baik ku kasih saja."
Aruni terdiam sesaat, pikirannya langsung menghitung uang yang dia dapatkan hari ini. Semuanya tak bisa dia gunakan, harus ada yang disimpan untuk dana darurat. Jika tiba-tiba Adrian sakit dia harus punya pegangan.
"Kalau begitu berasnya 1 kilo saja Mbak."
"Iya," balas sang pemilik warung seraya mempersiapkan yang Aruni beli. Beras 1 kilo, gula seperempat dan tempe satu potong.
Dengan barang belanjaannya itu Aruni kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah. Tapi kesialan seperti tak pernah habis menghampiri Aruni.
Tiba-tiba plastik yang dia bawa sobek hingga membuat beras berjatuhan di jalanan.
"Ya Tuhan," lirih Aruni, rasanya nelangsa sakali saat melihat butiran beras itu berserak di jalanan.
Secepat yang Aruni bisa dia mengikat plastik sobek itu dan memungutinya satu satu. Di usia yang sudah tak muda lagi pandangannya bahkan sedikit kabur, Aruni hanya bergerak sesuai dengan nalurinya. Terkadang bahkan ada batu kecil yang masuk ke dalam plastik.
Harusnya Aruni tiba di rumah sebelum jam 6 sore, tapi hari ini Aruni pulang lebih malam.
Dilihatnya sang suami yang tengah duduk di ruang tengah dengan kaki yang terangkat di atas meja. Sementara Adrian tak terlihat di manapun, sang anak pasti berada di dalam kamarnya.
Aruni segera menyimpan belanjanya di dapur dan menemui sang suami. "Mas, tadi kamu hutang rokok di warung mbak Dian?" tanya Aruni.
"Iya, kenapa? kamu keberatan?"
"Bukan begitu Mas, tapi daripada beli rokok lebih baik untuk beli telur."
"Jangan protes, sudah jadi tugasmu untuk memenuhi kebutuhan ku dan Adrian. Aku sudah malas bekerja!" balas Hendra dengan suara yang makin tinggi.
Aruni menghela nafas perlahan, menenangkan diri dari tiap bentakan yang dia dapatkan. Ditatapnya sekitar rumah ini yang nampak berantakan.
Di luar sana dia harus bekerja, di dalam rumah pun Aruni tak bisa langsung beristirahat.
Yang remuk bukan hanya hatinya, tapi juga seluruh badan.
Saat mendengar suara sang ayah mulai meninggi, Adrian akhirnya keluar dari dalam kamarnya.
"Nak," panggil Aruni.
Sementara Hendra pura-pura tak melihat anak laki-lakinya tersebut.
"Masuklah ke kamar mu lagi, ibu akan siapkan makan malam," ucap Aruni yang langsung tersenyum saat melihat sang anak.
"Aku akan membantu, ibu."
"Baiklah," jawab Aruni. Mereka berdua menuju dapur. Adrian melihat beberapa barang belanjaan ibunya di atas meja makan. Saat dia buka alangkah terkejutnya Adrian ketika melihat beras yang nampak kotor.
Seolah ibunya memungut di jalanan, bukan membeli di warung. Hati Adrian pedih sekali, tapi dia tak bisa berbuat banyak.
"Maaf Nak, tadi ibu menjatuhkan berasnya di jalan. Jadi kotor seperti itu, nanti akan ibu bersihkan."
"Biar aku saja yang bersihkan," balas Adrian.
cerita ortunya d novel mana