Fariq Atlas Renandra seorang pria yang berprofesi sebagai mandor bangunan sekaligus arsitektur yang sudah memiliki jam terbang kemana-mana. Bertemu dengan seorang dokter muda bernama Rachel Diandra yang memiliki paras cantik rupawan. Keduanya dijodohkan oleh orangtuanya masing-masing, mengingat Fariq dan Rachel sama-sama sendiri.
Pernikahan mereka berjalan seperti yang diharapkan oleh orang tua mereka. Walaupun ada saja tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari mantan Fariq hingga saudara tiri Rachel yang mencoba menghancurkan hubungan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naga Rahsyafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Puluh Dua
Malam tiba, Vina baru saja pulang setelah bekerja seharian. Dia sangat lelah dalam bekerja. Dia sedang memikirkan bagaimana caranya lagi untuk merebut Fariq dari saudara tirinya.
"Kalau aja aku nikah sama Mas Ariq. Pasti aku nggak perlu kerja. Mas Ariq 'kan pekerja keras ... Dia pasti nggak mau merepotkan aku."
"Vina!"
"Mami."
"Ikut Mami."
Ratna menarik lengan gadis itu membuat Vina sangat kesal. Baru saja ia mau istirahat, sekarang tangannya malah ditarik oleh Ratna hingga mereka masuk ke dalam kamarnya.
"Iiih, Mami apaan sih. Tangan Vina sakit."
"Kamu buat masalah sama Rachel?" tanya perempuan itu.
"Maksud Mami?"
"Kamu tau apa, Mami malu Vina ... Gara-gara kelakuan kamu, Indi datang ke sini dan ngatain Mami yang nggak bener."
Wanita paruh baya itu memijit pelipisnya. "Kamu ngapain sih gangguin Rachel? Mami nggak mau kita berurusan sama mereka."
"Mami ... Vina benci sama Rachel. Kenapa sih dia mudah banget dapat kebahagiaan."
"Vina ... Kamu jangan membandingkan kebahagiaan kamu sama orang lain."
"Vina nggak suka. Vina nggak akan biarin Rachel bahagia."
"Sadar Vina. Ariq itu suami orang."
"Terus kenapa? Apa Vina nggak berhak bahagia?"
"Tapi nggak merebut suami orang Vina."
"Terus Mami. Mami 'kan juga merebut suami orang demi mendapatkan kebahagiaan."
Plak!
Ratna melayangkan tamparan kepada anaknya.
"Karena itu Vina! Mami nggak mau kamu berbuat buruk sama orang seperti Mami."
Ceklek!
Pintu terbuka memperlihatkan seorang pria yang sudah mengenakan baju pakaian tidur.
"Ada apa ini? Kenapa malam-malam malah ribut?"
"Papa ..." Vina langsung berlarian kearah pria itu. "Vina ditampar sama Mami."
"Kamu buat kesalahan apa sampai di tampar sama Mami kamu?"
"Vina nasehati Mami supaya Mami nggak usah ketemu lagi sama Mama Indi. Tapi Mami malah menampar Vina."
Ratna menggeleng pelan, anaknya itu sudah terlalu sering berbohong. Mungkin itu adalah karma baginya. Ryan dulu sering berbohong kepada Indi. Dan sekarang mereka mendapatkan anak malah sering berbohong kepada kedua orangtuanya.
"Kenapa lagi sama Indi?"
"Tadi Mama Indi datang. Dia marah-marah sama Mami. Terus Vina nggak terima, tapi Mami malah marah sama Vina."
"Indi datang?" tanya Ryan.
"Tadi dia memang datang. Tapi yang dibilang anak kamu itu semuanya bohong."
"Ngapain dia datang? Mau buat keributan lagi?" tanya Ryan.
"Enggak, Mas. Itu urusan perempuan. Mas nggak usah percaya sama Vina."
"Mas harus temui dia besok supaya dia nggak usah gangguin kamu lagi."
"Mas ... Mas, Ryan!"
Vina tersenyum lebar, ia berharap jika kedua wanita yang di sana akan dimarahi habis-habisan oleh Ryan.
"Kamu seneng?"
"Seneng lah, Mi. Vina juga mau Rachel merasakan kesedihan."
"Mami heran sama kamu. Sifat siapa yang ada di dalam diri kamu Vina."
"Sifat Mami lah. Perebut suami orang."
"Mami nggak sekejam kamu Vina. Bahkan sekarang kamu berani ngomong kasar sama Mami."
"Terserah Vina. Pokoknya Vina akan dapatkan Mas Ariq. Kalau perlu Vina akan buat Rachel keguguran."
"Jangan gila kamu Vina."
"Nggak usah munafik, Mi. Vina kayaknya gini juga bawaan dari Mami."
"Vina ... Mami serius. Kalau kamu beneran melakukan itu. Kamu jangan menyesal."
"Nggak akan. Vina nggak mungkin menyesal."
Ratna mengembuskan napasnya, ia tidak tau jika keturunannya akan menghasilkan sifat yang lebih buruk darinya. Dia malah menyesali perbuatannya karena telah merebut Ryan dari Indi.
[] [] []
Jam menunjukkan pukul setengah delapan pagi, pasangan suami istri itu sudah rapi dengan pakaian mereka. Keduanya sama-sama keluar dari dalam kamar. Layaknya pasangan pengantin baru, keduanya saling bergandengan tangan. Langkah kaki mulai menuju meja makan. Namun mereka kaget ketika pintu terbuka lebar.
Di sana sudah ada seorang pria paruh baya yang berdiri di depan pintu. Rachel menatap suaminya, ia tau jika telah terjadi sesuatu. Karena Ryan tidak akan datang tanpa adanya aduan dari Vina.
"Papa datang sayang."
"Mas masuk kamar ya."
"Lho." Fariq mengernyitkan dahinya.
Rachel tidak mau jika keributan itu harus melibatkan suaminya. Dia sangat menghormati Fariq hingga tidak akan membiarkan pria itu ikut terseret dalam pertikaian tersebut.
"Mas masuk kamar."
"Mama hari ini-" Ucapan Indi terhenti ketika melihat Ryan berada di dalam rumahnya.
"Ma ... Apalagi?" tanya Rachel.
"Biar Mama aja ... Ariq, masuk kamar."
"Papa datang, Ma ... Kan nggak mungkin Ariq di kamar, ini juga mau sarapan."
"Rachel ... Sarapannya di kamar aja, ajak suami kamu."
"Ayo, Mas."
"Kenapa harus di kamar sayang, 'kan ada Papa."
Rachel tetap menarik lengan suaminya. Dia membawa pria itu masuk ke dalam kamar mereka lagi. "Mas tunggu di sini ya."
"Kamu mau kemana?"
"Mas ... Papa nggak pernah datang ke rumah. Kalau pun dia datang. Pasti akan ada keributan. Biasanya-"
"Ngapain kamu marah-marah sama Ratna?!"
Rachel memejamkan matanya mendengar pertengkaran yang sudah terjadi di luar. Dia pun menatap suaminya sambil tersenyum. "Biasanya kalau Papa datang, pasti ada masalah sama istrinya di sana."
"Bisa-bisanya kamu datang ke rumah dan menjelekkan istri saya!"
"Mas tunggu disini ya. Rachel nggak mau Mas terlibat." Rachel akhirnya keluar dari dalam kamar itu. Kini ia sedang menyaksikan pertengkaran kedua orangtuanya.
"Bilang sama anak kamu, Vina. Jangan jadi seperti Ibunya, perebut suami orang."
"Kenapa kamu selalu melihat kesalahan Vina. Rachel juga salah dalam hal ini."
Orang yang memiliki nama tersebut sudah berada di dekat mereka.
"Kamu tau. Ternyata Ariq itu pacar Vina. Tapi Rachel malah merebutnya!"
"Pa-"
"Rachel diam! Jangan pancing emosi Papa."
"Ini karma kamu Ryan. Karma!"
"Ma, jangan."
"Dulu kamu berbohong sama aku. Sekarang ... Vina, anak kamu sendiri banyak berbohong."
"Mama udah. Malu sama Mas Ariq."
"Dan bodohnya lagi. Kamu percaya!" Sambung Indi.
"Kamu juga bodoh. Coba aja yang mendidik Rachel aku. Pasti dia nggak akan melawan sama aku."
"Aku bersyukur banget Rachel nggak dapat didikan dari kamu. Kamu nggak lihat Vina. Anak yang selalu kamu banggakan itu. Dia selalu mengacaukan Rachel. Apa kamu nggak sadar juga?"
"Ma, udah."
"Cukup sabar aku melihat kelakuan anak dan istri kamu ya. Kalau mereka mengganggu hidup ku, aku bisa terima ... Tapi kalau mereka sudah merusak kebahagiaan Rachel. Mereka akan berhadapan dengan ku."
"Sadar, Indi ... Rachel yang udah merusak kebahagiaan Vina. Dia yang udah merebut Ariq. Harusnya sebagai Ibu kamu mengajarkan Rachel yang baik."
"Kamu juga sebagai orang tua harusnya bisa tegas. Bisa adil ... Yang di sana kamu bela, sedangkan Rachel kamu salah-salahkan."
"Pa, hargai suami Fiza."
"Kenapa? Kamu malu kalau Ariq tau gimana kelakuan kamu?" tanya Ryan.
"Ryan! Kamu udah kelewatan. Rachel anak kamu, bisa-bisanya kamu mau mempermalukan dia."
"Kamu punya dendam sama aku sampai kamu harus marah sama Ratna?"
"Aku dendam? Kalau aku dendam. Udah dari dulu aku merusak kebahagiaan Ratna." Ungkap Indi.
"Melihat sikap kamu yang sekarang. Aku benar-benar yakin, kalau keputusan ku untuk meninggalkan kamu tidak akan pernah aku sesali."
"Papa cukup!"
"Kamu berani bentak Papa?"
"Mas!" teriak seorang wanita ketika Ryan mengangkat tangannya di hadapan Rachel.