Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hancur
"Kenapa, Mas? Kau terkejut melihat kedatanganku yang tidak diundang ini?" sinis Yaya getir. Bahkan tenggorokannya rasa tercekat. Namun ia tetap berusaha tegar menghadapi para manusia yang menurutnya tidak tahu malu itu.
Yaya melirik Marissa yang sedang membenahi pakaiannya. Lipstiknya tampak berantakan. Pun rambutnya yang sedikit acak-acakan. Entah apa yang akan terjadi bila ia tidak segera datang. Ah, jangan-jangan mereka sudah sering melakukan yang lebih dari ini.
Segala prasangka dan praduga muncul di benak Yaya. Apalagi dari cara mereka bercumbu, Yaya dapat pastikan kalau ini bukanlah yang pertama.
"Yaya, maafkan, Mas, Sayang. Mas benar-benar tidak sengaja," ucap Andrian yang mencoba mendekati Yaya. Namun Yaya justru menggeser tubuhnya saat Andrian mendekat.
"Tidak sengaja? Cih, kau pikir aku percaya?" sinis Yaya sambil mengarahkan kamera ponsel di tangannya diam-diam ke arah keduanya. Yaya memang memegang ponselnya dengan tangan posisi lurus ke bawah. Ia menggenggam ponsel itu dengan kamera ke arah depan.
"Ya, ini tidak seperti yang kau duga. Kami ... kami ... "
"Kami apa, Mbak? Kami hanya khilaf? Kami nggak sengaja? Atau kami terbawa suasana? Mbak, mbak itu perempuan, seharusnya Mbak bisa menjaga sikap. Apa Mbak sadar, sikap Mbak inilah yang mencoreng status janda. Mbak tau kalau Mas Rian itu suami aku, tapi Mbak justru main belakang dengan dia. Mbak tau, hanya wanita murahan yang mau berhubungan dengan suami orang," ucap Yaya dengan tatapan nyalang yang menghunus tajam keduanya.
"Tutup mulutmu, Yaya! Jangan bicara sembarangan tentang Icha. Dia tidak seperti yang kau katakan!" bentak Andrian membuat Yaya terperangah. Ia tak percaya kalau Andrian akan membentaknya seperti ini karena kata-katanya tadi. Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata suaminya memiliki panggilan sayang pada Marissa.
"Apa Mas katamu tadi? Icha? Dan ... kau membelanya di depan aku? Kau bahkan tega membentak ku demi membela dia? Sebegitu berharganya dia kah dibandingkan aku--- istrimu?" ucap Yaya merasa speechless.
Luka yang bahkan masih basah kini jadi bernanah. Hal ini menambah kekecewaannya pada laki-laki itu.
"Ng-nggak. Mas nggak bermaksud membelanya, Ya. Mas hanya nggak mau kamu sembarangan bicara seperti itu," kelit Andrian.
"Tutup mulutmu, Mas! Kau pikir aku bodoh? Setiap saat, setiap waktu, yang kau pedulikan hanyalah dia. Bahkan kalian pun memiliki panggilan sayang, iya? Kalau panggilan sayangnya adalah Icha, lantas kau apa?"
"Ya sudah. Tolong tenangkan dirimu! Mari kita duduk! Aku akan menjelaskan semuanya."
"Bagaimana aku bisa tenang, Mas? Jelaskan padaku bagaimana caranya aku bisa tenang sementara di depan mata kepalaku sendiri aku melihat suamiku sedang bercumbu dengan perempuan lain yang dia akui sebagai sahabatnya. Dan menjelaskan apa lagi? Apa yang ingin Mas jelaskan? Mas ingin menjelaskan kalau kalian sebenarnya sudah menjalin hubungan sejak lama! Iya? Kau benar-benar, Brengsek, Mas. Sangat brengsek!" raung Yaya tak peduli kalau suaranya itu akan terdengar sampai keluar.
"Mama, Papa," panggil Tania yang entah sudah sejak kapan berada di ruangan itu. Ia hendak berlari mendekat ke arah Andrian dan Marissa, tapi baby sitter-nya mencegahnya dengan menahan pundaknya.
"Papa? Hahaha ... Bisa Mas jelaskan, kenapa dia memanggilmu Papa? Atau jangan-jangan kalau dia sebenarnya anakmu dan perempuan itu?" sinis Yaya.
"Tania. Namanya Tania, bukan dia. Dan perempuan itu adalah Marissa. Ya, dia anakku, kenapa, hah? Kau ingin marah? Marahlah padaku, tapi jangan pada mereka karena mereka tidak bersalah," ucap Andrian dengan rahang mengeras.
"Ian," pekik Marissa sambil menggelengkan kepalanya. Yaya menatap Andrian dan Marissa bergantian. Lalu ia beralih menatap Tania yang sedang meronta ingin dilepaskan.
"Papa," panggil Tania lagi yang akhirnya berhasil melepaskan diri dari pegangan baby sitter-nya dan berlari ke arah Andrian.
"Anakmu? Bagaimana bisa?" lirih Yaya yang semakin speechless. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Tania adalah anak suaminya dan perempuan yang ia akui sebagai sahabat.
"Yaya, maafkan kami. Kami menyesal. Kami ... tidak bermaksud untuk menusuk mu dari belakang."
"Bukankah kau sudah menikah sebelumnya. Lantas bagaimana bisa anak itu anak Mas Rian? Apa kau juga berselingkuh di belakang suamimu?" Yaya tidak menanggapi kata-kata Marissa barusan. Ia jauh lebih penasaran bagaimana bisa Tania merupakan putri mereka berdua.
"Itu bukan urusanmu. Lebih baik kau pulang dulu. Kita selesaikan masalah kita di rumah," ucap Andrian yang kini sudah bisa mengontrol sedikit emosinya. Ia tidak mungkin marah-marah di depan Tania.
"Tidak. Aku tidak ingin pulang sebelum semuanya selesai dan terang benderang. Katakan padaku, apa benar kau selingkuh di belakang suamimu? Atau ... "
"Tania anak kami sebelum aku menikah. Puas? Yaya, Mbak tau kamu sakit hati dan kecewa, tapi tolong, tolong jangan bahas dulu itu di sini. Kita bisa membicarakannya baik-baik nanti."
"Yang Marissa ucapkan benar, Ya. Ayo, Mas antar kau pulang. Tidak baik pulang dengan kondisi seperti itu."
Yaya tidak peduli. Ia justru menggeleng tegas. Ia harus memastikan segalanya saat itu juga. Termasuk akhir hubungan mereka.
"Mbak, Mbak tau aku sakit hati dan kecewa, tapi kenapa? Kenapa mbak setega ini padaku? Dan kau, Mas, kenapa kau pun begitu tega padaku? Apa salah dan dosaku pada kalian? Kenapa kalian bisa berbuat sekejam ini padaku? Kenapa?" lirih Yaya dengan derai air mata yang jatuh tak tertahankan. Padahal sejak tadi ia setengah mati menahan desakan di matanya agar tidak tumpah ruah. Setengah mati ia menahannya meskipun sesak di dadanya kian menjadi-jadi. Sekuat tenaga pula iya menahan diri agar tidak terlihat lemah dan rapuh di hadapan keduanya. Namun pada akhirnya, pertahanannya runtuh jua. Kenyataan yang ia dapatkan sungguh di luar dugaan.
Baik Andrian maupun Marissa bungkam. Mereka tak tahu harus berkata apa lagi. Melihat keduanya diam, Yaya lantas kembali mengajukan pertanyaan.
"Oke, baiklah. Aku akan memberikan Mas dua pilihan. Mas tau, aku paling benci diduakan. Jadi aku berikan Mas pilihan, tinggalkan dia dan kembali padaku atau ... lepaskan aku karena aku tidak mungkin sanggup bertahan bila ada dua ratu dalam hatimu," ucap Yaya. Sebenarnya ia ingin meninggalkan laki-laki itu begitu saja, tapi memikirkan nama baik keluarganya, Yaya pun mencoba memberi pilihan. Siapa tahu kalau Andrian lebih memilih dia dan ingin mempertahankan rumah tangga mereka. Namun, jawaban dari Andrian ternyata cukup menohok relung hati terdalam Yaya.
"Tidakkah kita bisa hidup bersama, Ya? Aku yakin, hidup kita akan jauh lebih sempurna dan bahagia bila kita bisa berjalan saling berjalan berdampingan?"
Yaya menggeleng tegas. "Nggak, Mas. Aku nggak bisa. Mas harus memilih, aku atau dia. Mas hanya bisa memilih salah satu dari kami."
"Papa, kenapa Tante itu mayah-mayah?" cicit Tania. Marissa pun segera mengambil Yaya dari Andrian.
Andrian menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Beberapa detik kemudian, ia pun kembali bersuara. Namun siapa sangka, kata-kata yang Andrian ucapkan mampu mengoyak hati dan perasaannya hingga berkeping-keping.
"Maaf, Ya, aku tidak mungkin meninggalkan mereka jadi ... aku memilih mereka," putus Andrian akhirnya.
Dunia Yaya seakan runtuh. Impiannya pun seketika hancur berantakan.
"Aku ingin bertanya sekali lagi padamu, tolong jujur padaku, apa kau mencintai dia?" Yaya menunjuk pada Marissa. Entah kenapa, lidahnya rasanya kelu hendak menyebut nama Marissa.
Dengan tanpa ragu, Andrian menganggukkan kepalanya membuat Yaya rasanya dijatuhi bom atom tepat di kepalanya.
"Ya, aku ... mencintai Icha."
Tungkai Yaya sontak melemah. Ia mundur selangkah dengan wajah pias.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
...***...
...Happy reading 🥰🥰 🥰...