Pada tahun 2050, bumi dilanda kekeringan dan suhu ekstrem. Keitaro, pemuda 21 tahun, bertahan hidup di Tokyo dengan benteng pertahanan anti-radiasi. Namun, tunangannya, Mitsuri, mengkhianatinya dengan bantuan Nanami, kekasih barunya, serta anak buahnya yang bersenjata. Keitaro dibunuh setelah menyaksikan teman-temannya dieksekusi. Sebelum mati, ia bersumpah membalas dendam.
Genre
Fiksi Ilmiah, Thriller, Drama
Tema
1. Pengkhianatan dan dendam.
2. Kekuatan cinta dan kehilangan.
3. Bertahan hidup di tengah kiamat.
4. Kegagalan moral dan keegoisan.
Tokoh karakter
1. Keitaro: Pemuda 21 tahun yang bertahan
hidup di Tokyo.
2. Mitsuri: Tunangan Keitaro yang mengkhianatinya.
3. Nanami: Kekasih Mitsuri yang licik dan kejam.
4. teman temannya keitaro yang akan
muncul seiring berjalannya cerita
Gaya Penulisan
1. Cerita futuristik dengan latar belakang kiamat.
2. Konflik emosional intens.
3. Pengembangan karakter kompleks.
4. Aksi dan kejutan yang menegangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Aditia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26: MEMBANGUN PLTA
Keesokan harinya, setelah tembok besar selesai, tim memutuskan untuk melanjutkan proyek besar berikutnya: mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) yang tahan panas. Keitaro menjelaskan bahwa saat kiamat panas tiba, jaringan listrik akan terputus, sehingga mereka membutuhkan sumber energi mandiri untuk memastikan benteng tetap berfungsi seperti biasanya.
“Dengan PLTA ini, kita bisa tetap memiliki listrik untuk penerangan, sistem keamanan, dan kebutuhan lainnya,” kata Keitaro sambil menunjuk desain turbin angin pada papan kayu.
Hari 1: Persiapan dan Pengangkutan Material
Pagi itu, Keitaro kembali ke kota untuk membeli turbin angin, panel kontrol, dan peralatan lainnya. Sementara itu, Kenta, Shoji, dan beruang mulai menyiapkan fondasi untuk memasang tiang-tiang turbin angin.
“Aku tidak tahu apakah kita bisa membuat ini tahan panas, tapi kita harus mencobanya,” ujar Shoji sambil menggali lubang untuk fondasi.
Beruang, seperti biasa, membantu mengangkut bahan berat seperti pelat logam dan beton ke area kerja.
Ketika Keitaro kembali dengan truk besar penuh material, Ayane dan Reina membantu menurunkan barang-barang dan memeriksa apakah semua komponen sudah lengkap.
“Kita punya waktu beberapa hari untuk menyelesaikan ini sebelum kiamat panas dimulai,” kata Ayane sambil memeriksa panel kontrol listrik.
Hari 2: Mendirikan Tiang Turbin Angin
Hari kedua, mereka mulai mendirikan tiang-tiang turbin angin. Proses ini memakan waktu lebih lama dari yang mereka duga karena ukuran tiang yang sangat besar dan berat.
Shoji, yang memanjat untuk memasang sambungan, sempat kesulitan menjaga keseimbangan.
“Kenapa aku selalu dapat tugas memanjat?!” teriaknya dari atas tiang.
“Kau sudah ahli, Shoji. Anggap saja ini latihan fisik,” jawab Kenta sambil tertawa, meskipun dia sendiri sibuk memegang tiang agar tetap stabil.
Beruang membantu menarik kabel-kabel besar menggunakan kekuatannya. Reina yang bertugas memandu pemasangan dari bawah, terus mengingatkan mereka untuk berhati-hati.
“Jangan sampai kabel ini putus, atau kita harus mulai dari awal,” kata Reina dengan nada serius.
Hari 3: Memasang Turbin dan Sistem Kontrol
Setelah tiang-tiang berdiri kokoh, mereka mulai memasang baling-baling turbin angin. Proses ini membutuhkan koordinasi yang baik, terutama karena baling-baling sangat besar dan berat.
“Kau yakin ini tidak akan jatuh?” tanya Ayane dengan nada cemas.
“Kita sudah memastikan fondasinya kuat. Selama tidak ada badai, semuanya akan baik-baik saja,” jawab Keitaro sambil memastikan semua baut terpasang dengan benar.
Reina dan Ayane bekerja di ruang kontrol, memasang sistem pengatur energi dan kabel yang menghubungkan turbin ke benteng.
“Jika semuanya berjalan lancar, kita bisa menyalakan ini besok,” kata Reina penuh semangat.
Hari 4: Uji Coba PLTA
Hari keempat, mereka melakukan uji coba pertama. Baling-baling turbin mulai berputar pelan, kemudian semakin cepat seiring bertambahnya angin. Panel kontrol di ruang utama menunjukkan bahwa energi sedang dihasilkan.
“Kita berhasil!” seru Reina dengan penuh kegembiraan.
Kenta mengangkat kedua tangannya dengan senang. “Sekarang kita bisa tetap hidup dengan listrik, bahkan saat dunia mulai runtuh!”
Ayane menambahkan dengan senyum puas, “Ini adalah langkah besar untuk membuat benteng ini benar-benar mandiri.”
Keamanan Energi untuk Kiamat
Dengan PLTA yang kini aktif, benteng mereka memiliki sumber energi mandiri yang akan tetap berjalan meskipun dunia luar dilanda kekacauan. Keitaro menatap timnya dengan bangga.
“Kalian luar biasa,” katanya dengan tulus. “Dengan tembok ini dan listrik yang stabil, kita bisa menghadapi kiamat panas dengan lebih percaya diri.”
Mereka semua mengangguk, merasakan rasa aman dan optimisme yang baru.