"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
"Mengapa kalian tidak bilang kalau pacar Aira itu pemilik Galaksi Elektronik?" Toni datang ke rumah Aira dan menemui kedua orang tua Aira dengan emosi. Karena dia mengajukan banding lewat e-mail untuk meneruskan kerjasama tapi langsung ditolak.
"Maksud kamu pacarnya Aira itu bosnya Aira?" tanya Rika. Dia tidak tahu jika ternyata Antares adalah pemilik Galaksi Elektronik tempat Aira bekerja.
"Sekarang dia memutuskan kerjasama dengan perusahaanku. Bagaimana perusahaanku bisa berjalan kalau dia sudah tidak mengambil bahan baku di perusahaanku? Kalian harus tanggung jawab!"
Rika menatap suaminya yang terus saja berbuat ulah. "Ini salah kamu! Aku sudah bilang jangan memaksa Aira."
"Bayar semua hutang kamu sekarang juga kalau kamu tidak mau bertanggung jawab," kata Toni sambil mencengkeram krah Fadil.
"Kamu tenang dulu. Aku akan menyelesaikan masalah ini."
"Dengan cara apa?" Toni melepas cengkeramannya.
Kemudian Fadil mengajak Toni keluar dari rumahnya. "Kita ngobrol di luar sambil minum-minum."
Rika menatap suaminya yang pergi dengan Toni. Sekarang apa yang sedang mereka rencanakan? Dia mengambil ponselnya dan menghubungi Aira tapi nomor ponsel Aira tidak aktif.
Kemudian Rika masuk ke dalam kamar Aira dan duduk di meja kerja Aira. Dia membuka laci meja itu satu per satu. Hingga akhirnya dia menemukan sesuatu yang dia cari.
"Hasil tes kesehatan Aira." Rika membuka hasil tes itu. Dia terkejut setelah membaca hasil tes itu bahwa Aira menderita anxiety disorder. "Jadi selama ini Aira ..."
Rika mengembalikan hasil tes itu lalu mengusap wajahnya. "Aira, jangan lagi kembali ke rumah ini, jika kamu sudah bahagia di sana. Maafkan Ibu selama ini ...."
...***...
Aira duduk di sebelah Antares saat dia berada di ruang makan. Sebenarnya dia merasa sangat canggung berada di antara keluarga Antares.
"Aira, ayo dimakan," kata Shena sambil tersenyum menatap Aira. Sudah lama sekali dia menginginkan suasana seperti sekarang, dimana ada pasangan Antares yang makan bersamanya.
"Aira, jangan sungkan. Kamu tinggal di sini saja. Tidak usah menyewa kos," kata Sky. Tanpa Antares cerita, Sky sudah tahu apa yang terjadi di antara mereka.
"Maaf, Om. Saya tidak enak kalau harus tinggal di sini. Bagaimanapun juga Pak Ares adalah atasan saya. Saya akan segera mencari tempat kos saja."
"Ya sudah kalau itu keinginan kamu. Kalau sudah menemukan tempatnya, kamu bilang sama aku, aku akan bantu kamu pindahan," kata Antares. Dia mengambil nasi lalu dia letakkan di piring Aira yang masih kosong.
Shena tersenyum mendengar perkataan Antares. Tidak memaksa tapi sarat akan perhatian. "Di dekat sini ada kontrakan rumah petak. Cukup nyaman ditinggali, tidak hanya kamar, tapi ada ruang tamu, dapur, dan juga kamar mandi. Lingkungannya juga nyaman dan bersih."
Antares tersenyum kecil. Di dekat kompleks perumahannya memang ada kontrakan rumah petak, ternyata mamanya lebih pintar darinya. Jika dekat, dia bisa memantau Aira dengan mudah.
"Kalau begitu, besok saya akan melihat ke sana," kata Aira.
"Jangan besok, lusa saja Tante antar ke sana."
Aira hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Dia kini melihat Antares yang mengambilkan lauk untuknya dan piringnya sekarang sudah penuh. "Pak Ares, ini banyak sekali."
"Dihabiskan! Ini perintah."
Aira menggembungkan pipinya sambil menatap tajam Antares yang dengan santai melahap makanannya.
Shena masih saja tersenyum melihat interaksi keduanya. Sangat menggemaskan. "Tidak usah dihabiskan tidak apa-apa, Aira. Memang Ares suka usil."
Aira hanya menganggukkan kepalanya. Makanan yang sudah berada di piringnya, tentu saja akan dia habiskan meskipun lama.
Antares melipat kedua tangannya sambil menatap Aira yang terlihat sudah kekenyangan tapi masih berusaha menghabiskannya. Tiba-tiba dia mengambil piring Aira dan menghabiskan makanan yang masih tersisa. "Sudah, kamu istirahat saja. Jangan lihat HP, kamu harus langsung tidur."
Shena masih saja tersenyum melihat mereka berdua. Dia tak juga beranjak dari duduknya meskipun sudah selesai menghabiskan makanannya. "Kamu istirahat saja, Aira."
Aira menganggukkan kepalanya lalu dia berjalan ke kamarnya.
Setelah menghabiskan makanannya, Antares meneguk segelas air putih lalu beralih ke sofa yang berada di ruang tengah. Dia melihat kakinya yang kembali terasa sakit karena dia paksa bergerak bebas sedari tadi.
"Lihat kaki kamu hampir bengkak lagi." Sky duduk di sebelah Antares lalu memangku kaki putranya dan mengolesnya dengan minyak urut. "Kamu tahan."
Antares mencengkeram lengan papanya saat kakinya mulai dipijat. "Papa jangan! Nanti salah urat."
"Biar tidak sakit lagi."
Akhirnya Antares membiarkan papanya memijat kakinya.
"Jadi, kamu memutuskan kerjasama dengan Toni karena Toni ingin menikahi Aira?" tanya Sky.
"Iya. Toni terus mengancam Aira dan ingin menjadikan Aira istri kedua. Aku kasihan sama Aira karena keluarganya terus-terusan menyiksa Aira. Dia bekerja keras di Jepang juga tidak dapat apa-apa. Dia terus dimanfaatkan keluarganya. Sampai dia kena anxiety disorder dan sering minum obat penenang," cerita Antares.
"Kasihan sekali. Mana ada orang tua seperti itu. Apa Aira bukan anak kandung mereka?" tanya Shena sambil duduk di dekat Antares.
"Entahlah, aku tidak tahu. Untunglah Aira sudah memutuskan untuk keluar dari rumahnya." Antares menahan tangan papanya yang masih memijat kakinya. "Sudah Pa. Sudah mendingan."
"Ya sudah, kamu cepat tidur." Kemudian kedua orang tuanya pergi meninggalkan Antares.
Antares tidak berpindah ke kamar. Dia justru merebahkan dirinya di sofa sambil menatap layar ponselnya. "Toni ajukan banding? Tidak mungkin bisa." Kemudian Antares mencari alternatif bahan baku dari perusahan lain. "Masih banyak perusahaan lain yang mau bekerjasama denganku."
Antares meletakkan ponselnya di meja lalu dia melihat kucingnya yang berjalan pelan menghampirinya. "Bintang sini!" Dia mengangkatnya dan memeluk kucing itu. "Tidur sama aku ya." Antares memejamkan matanya sambil mengusap bulu lembut itu di pelukannya.
Hingga malam telah berlalu, Aira terbangun dan mencari kucingnya. Dia menguap panjang sambil berjalan. "Udah jam tiga pagi, Bintang kemana?" Aira melihat Antares yang tidur di sofa sambil memeluk kucingnya.
"Aduh, kasihan nanti Bintang gak bisa napas." Aira berlutut dan melepas tangan Antares yang memeluk kucingnya erat. Akhirnya kucing itu terlepas dan berlari masuk ke dalam kamar. Tapi saat Aira akan pergi, Antares justru menarik kepala Aira dan memeluknya. Dia mengusap rambut Aira hingga berantakan.
"Pak Ares!" Aira memukul lengan Antares.
"Bintang, tangan kamu besar sekali," gumam Antares sambil memejamkan matanya. Dia masih saja mengusap rambut Aira.
"Pak Ares!" Pukulan Aira semakin keras hingga membuat Antares membuka kedua matanya.
"Aira!"
akhirnya ngaku juga ya Riko...
😆😆😆😆
u.....