Ina meninggalkan keluarganya demi bisa bersama Ranu, dengan cinta dan kesabarannya, Ina menemani Ranu meski masalah hidup datang silih berganti.
Setelah mengarungi bahtera selama bertahun-tahun, Ranu yang merasa lelah dengan kondisi ekonomi, memutuskan menyerah melanjutkan rumah tangganya bersama Ina.
Kilau pelangi melambai memanggil, membuat Ranu pun mantap melangkah pergi meninggalkan Ina dan anak mereka.
Dalam kesendirian, Ina mencoba bertahan, terus memikirkan cara untuk bangkit, serta tetap tegar menghadapi kerasnya dunia.
Mampukah Ina?
Adakah masa depan cerah untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
01
“Ayah kemana, Bu? Kenapa sekarang Ayah tidak pernah pulang. Andri tahu, sekarang Ayah juga tidak pernah mengirim uang kan? Sebenarnya Ayah ke mana Bu?”
Suara ina seperti tercekat di tenggorokan. Dia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut putranya.
“Ibu bilang dulu ayah kerja. Ibu bilang Ayah cari uang. Kerja di mana Bu, cari uang di mana. Dulu ayah masih pulang, setelah itu Ayah hanya mengirimkan uang. Tetapi sekarang Ayah tidak pernah pulang dan bahkan uangnya juga tidak pernah sampai. Sebenarnya Ayah ke mana Bu?”
Biasanya anaknya hanya diam, tetapi nampaknya bocah itu sudah tidak lagi bisa menahan diri, hingga pertanyaan-pertanyaan yang telah terkumpul sekian lama akhirnya meluncur juga.
“Sabar ya nak, Ayah pasti pulang kok.” Dan lagi-lagi hanya kalimat itu yang bisa Ina lontarkan untuk anaknya, tanpa bisa memberikan jawaban pasti.
“Orang-orang bilang Ayah sudah menikah lagi, mereka juga bilang kalau aku punya ibu baru. Itu tidak benar kan Bu? Aku tidak mau, Aku tidak mau punya ibu baru. Aku cuma mau ibu saja.”
“Astagfirullah.” Ina beristighfar, manakala tiba-tiba saja anaknya menubruk memeluknya lalu menangis sesenggukan.
Berita dari mana yang didengar oleh putranya itu. Dan kenapa tega sekali orang yang berbicara seperti itu pada putranya. Putranya bukan seorang bocah berusia 2 tahun yang tidak tahu apa-apa. Andri sudah besar, usianya sudah 10 tahun. Tentu saja Dia bisa mengerti apa itu artinya Ibu baru.
“Besok biar Ibu cari Ayah ya, nak. Ibu akan minta alamat kerja Ayah pada Om Sugi.” Ina memberikan harapan kepada anaknya. Berharap semoga dengan begitu anaknya tidak lagi bersedih, dan tidak lagi memikirkan omongan orang.
Sugi, kemenakan suaminya yang membawanya untuk kerja di kota. Katanya di tempat tetangga dari saudaranya ada yang membutuhkan seorang tukang kebun. Jadi dia pasti tahu alamatnya. Karena kalau tidak salah perkiraan Ina, pasti rumahnya di dekat saudara Sugi.
“Andri ikut ya, Bu. Kita cari ayah sama-sama.” Andri yang semula menangis dan menyembunyikan wajahnya di depan perut ibunya tiba-tiba berujar penuh semangat. Tampak oleh Ina, putranya mengusap air mata dengan menggunakan punggung tangan.
“Bagaimana kalau Andri ikut Mbah Uti saja? Pergi ke kota itu jauh nak. Ibu takut Andri mabuk di bis nanti. Lagi pula Andri sekolah kan?” Ina mengusap air mata yang masih membasahi pipi anaknya, dan juga merapikan rambut bocah itu yang tampak acak-acakan.
“Yaaahhh..” Andri mengerucutkan bibirnya. Dia terlihat kecewa karena ibunya tidak mengizinkannya ikut. Bukannya apa, tetapi perjalanan ke kota, dengan alamat yang Ina belum tahu pasti, akan sangat repot jika Ina membawa Andri serta.
Diusapnya punggung putranya. Merasa kesal,,tega sekali orang yang bicara sembarang pada anaknya. Terkadang Ina mengusap dada, jangankan orang lain, ibu mertuanya sendiri saja terkadang suka bicara tanpa difilter. Tidak bisa berpikir jika Andri belum sepantasnya dicekoki dengan cerita yang tidak untuk anak seusianya. Tetapi terkadang Ina merasa, kalau mertuanya memang sengaja berbuat demikian.
Ina tahu, mertuanya memang tidak menyukaiku sejak awal. Tapi Ina berpikir, Seharusnya mertuanya tidak mengikut sertakan Andri juga. Karena biar bagaimanapun, Andri adalah cucunya. Cucu kandungnya, keturunan dari anak laki-lakinya satu-satunya.
***
“Tolong saya Dek Sugi. Saya minta alamat tempat di mana suami saya bekerja. Saya harus menyusulnya ke sana. Ini sudah 8 bulan tidak ada kabar sama sekali. Saya benar-benar khawatir dengan keadaannya.”
Hari itu setelah berpikir berulang kali akhirnya Ina memberanikan diri untuk meminta alamat tempat kerja suamiku kepada Sugi.
“Untuk apa mencarinya ke kota Mbak yu, dia akan pulang kalau memang dia ingin pulang. Kalau memang dia tidak ingin pulang ya sudah biarkan saja.” Sungguh tidak enak sekali suara Sugi di telinga Ina.
“Lalu kalau dia benar-benar tidak pulang bagaimana. Terus bagaimana dengan aku dan anakku. Apa aku harus membiarkan anakku bertanya terus tentang bapaknya setiap hari, sedangkan aku hanya bisa diam saja karena aku sendiri tidak tahu harus menjawab apa.”
Ina juga sebenarnya tidak tahu, kenapa sepertinya Sugi merasa keberatan saat Ina meminta alamat itu. Dia hanya harus memberikan alamatnya dan Ina akan mencarinya sendiri. Ina sudah berjanji tidak akan merepotkannya. Lalu apa sebenarnya yang membuat Sugi merasa enggan. Ina merasa seperti Sugi sedang menyembunyikan sesuatu.
***
Hari itu setelah Ina begitu ngeyel dan bilang kalau tidak akan pulang sebelum mendapatkan alamat dari suaminya, akhirnya Sugi memberikan secarik kertas yang berisi sebuah alamat.
Ina tidak mau menunggu lama. Setelah menitipkan anaknya kepada bibinya yang ada di desa sebelah, pagi itu dengan diantar oleh seorang tetangganya, Ina berangkat ke terminal Caruban. Ah, akhirnya Ina berangkat juga ke kota, berbekal alamat yang telah dia terima dari Sugi.
Kenapa kepada bibinya dia menitip anaknya? Karena tidak mungkin dia menitipkan anaknya pada mertua yang tidak menyukainya. Bisa-bisa anaknya dibiarkan terlantar dan kelaparan.
Di terminal Caruban, Ina mencari bis jurusan terminal Bungurasih. Agak lama karena memang hari masih pagi, dan menurut petugas yang ada di sana memang belum ada bus jurusan Surabaya yang datang.
***
Setelah menempuh perjalanan selama 5 jam dengan bus umum, akhirnya Ina sampai juga di terminal Bungurasih. Karena tidak tahu harus naik bus jurusan apa atau angkutan yang melewati alamat yang diberikan oleh Sugi, Ina lebih memilih mencari taksi saja. sopir pasti dengan mudah menemukan alamat suamiku.
Pasar Turi jalan XX, blok E nomor 123. Alamat yang diberikan oleh Sugi, Ina menunjukkan alamat itu pada sopir taksi yang duduk di belakang kemudi.
“Baik Bu, argonya mulai Saya jalankan ya.” Sopir itu berucap sebelum menjalankan mobilnya. Angka yang ada di penunjuk argo mulai bergerak. Ina berharap semoga biayanya tidak terlalu mahal.
Sebenarnya bisa saja Ina mencari angkutan, Ina juga tidak terlalu buta dengan kota Surabaya. Karena dulu Ina juga pernah tinggal di kota itu. Akan tetapi Ina tidak mau kemalaman di jalan.
***
“Apakah ini alamat yang Ibu maksud?” Tanya sopir taksi sambil menepikan mobil yang dia kendarai.
Akhirnya setelah 30 menit, taksi yang ditumpangi nya tiba di depan sebuah rumah mewah. Ina memperhatikan nomor yang tertempel di depan pagar. Dan mencocokkan dengan kertas yang ada di tanganku. Itu benar-benar sama.
“Sepertinya iya pak. Terima kasih ya. Berapa argonya, Pak?”
“Apa itu sudah yakin benar ini alamatnya?” Bukannya menjawab pertanyaan Ina, tetapi sopir taksi itu malah balik bertanya. Entahlah mungkin sopir taksi itu sedang mengkhawatirkannya.
“Insya Allah sudah benar pak. Terima kasih.” Ina mengulurkan selembar uang berwarna merah setelah matanya memindai nominal argo.
“Apakah sebaiknya saya menunggu Ibu selesai dengan urusan ibu ataukah tidak?” Tanya sopir taksi itu lagi. Ina juga tidak tahu. Dia orang asing, mereka baru bertemu hari itu. Tapi kenapa sopir itu tampak khawatir sekali.
"Apakah aku tampak begitu menyedihkan?" gumam Ina.
“Tidak perlu, Pak. In Syaa Allah ini sudah benar alamatnya.” Ina meyakinkan sopir itu agar segera menerima uang yang dia ulurkan.
“Ibu bisa mencatat nomor ini. Jika Ibu membutuhkan tumpangan lain kali, Ibu bisa menghubungi saya.” setelah menerima uang yang Ina ulurkan, Sopir itu berbicara sambil menunjukkan sebuah nomor yang tertempel di kaca mobil bagian depan.
Ina pun melakukan apa yang sopir itu katakan. Tidak ada salahnya menyimpan kontak itu. Barangkali memang dia akan membutuhkannya suatu saat nanti.
“Bismillah…” Ina memejamkan mata sebelum kemudian mendekat ke arah pintu gerbang.Menekan bel yang berada di salah satu sisi dinding pinggiran gerbang.
Menunggu beberapa saat sampai kemudian seorang laki-laki mengenakan seragam satpam datang membuka pintu.
“Yaa? Ada apa?” Satpam itu bertanya sambil memperhatikan penampilan Ina dari atas sampai bawah. “Maaf di sini tidak menerima permintaan sumbangan!”
Sungguh perkataan satpam itu sangat membuat Ina merasa terhina.
Ina memejamkan mata untuk mengumpulkan kesabaran. Mungkin karena penampilannya yang memang orang desa, jauh dengan penampilan orang kota yang modis, sehingga membuatnya berpikir bahwa Ina adalah seorang pengemis yang meminta-minta.
“Maaf, Pak. Saya datang bukan untuk meminta sumbangan. Saya ingin mencari Mas Ranu. Apa benar Mas Ranu bekerja di rumah ini?” Tanya Ina kemudian.
“Pak Ranu?”
Ina tidak tahu apa yang salah dengannya, tapi lagi-lagi satpam itu memperhatikan dirinya dari atas sampai bawah. "Apakah penampilanku benar-benar menjijikkan?" pikir Ina
“Iya Pak, Mas Ranu. Bukankah dia bekerja di rumah ini? Saya mendapatkan alamat ini dari saudaranya yang ada di desa, dia yang membawa Mas Ranu untuk bekerja di sini.” Ina menjelaskan maksud kedatangannya.
“Kamu ini siapa? Dan apa hubunganmu dengan Pak Ranu?” tanya satpam itu, yang di dadanya tertulis nama Basuki.
“Saya ini… ‘
“Awas sana minggir dulu.”
Belum sempat Ina menjelaskan siapa dirinya, satpam bernama Basuki itu menyuruhnya minggir karena ada mobil yang datang. Lelaki yang ina tafsir berusia kira-kira 35 tahun itu segera membuka pintu gerbang.
Ina terkesiap melihat siapa yang berada di dalam mobil dan bertindak sebagai pemegang kemudi. Itu adalah orang yang dia nantikan siang dan malam, orang yang pergi meninggalkan dia dan anaknya tanpa kabar berita. Itu adalah Ranu suaminya.
Bener wajah itu miliknya. Tetapi apa benar itu dia. Meskipun terhalang kaca mobil Ina bisa melihat penampilannya yang berbeda. Dia memakai baju yang bagus, dan rambutnya juga disisir klimis. Dan apa ini, suaminya bisa menyetir mobil? Sejak kapan?
Mobil telah masuk ke dalam halaman yang luas. Dari luar gerbang yang belum tertutup, Ina melihat ada seorang pria turun dari pintu bagian kemudi.
“Mas Ranu…” Ina berlari menerobos ke dalam halaman. Benar itu adalah dia. Itu adalah suaminya yang sudah 8 bulan tidak ada kabar berita.
“Hei, jangan lancang!” Basuki berteriak memanggilnya.
Ina tidak peduli, dia berlari dan terus berlari hingga akhirnya tiba juga di hadapan orang yang dia rindukan.
“Mas Ranu…!” Ina menghambur memeluk pria itu.
“Apa-apaan kamu ini!”
Ina tersentak kaget saat seorang wanita cantik menarik tangannya hingga pelukan yang belum sampai 1 menit itu pun terlepas.
ttp semngat thor/Good/
padahal belum tentu Ranu mau meresmikan pernikahannya.. pasti alasannya krn sayang duitnya.. 😅😅😅