apa jadinya kalau seorang istri dari CEO ternama selalu dipandang sebelah mata di mata keluarga sang suami.
kekerasan Verbal sekaligus kekerasan fisik pun kerap dialami oleh seorang istri bernama Anindyta steviona. memiliki paras cantik ternyata tak membuat dirinya di hargai oleh keluarga suaminya.
sedangkan sang suami yang bernama Adriel ramon hanya mampu melihat tanpa membela sang istri.
hingga suatu hari Anin mengalami hal yang membuat kesabaran nya habis.
akan kah Anin dapat membuat keluarga suaminya itu menerima balasan dendam darinya. semua jawaban itu terkuak dari novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifa Riris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Seakan menjadi sosok istri yang menyedihkan. Anin duduk di sofa yang berada di ruang tamu. Pandangannya mengarah pada cincin pernikahan yang kini ia pakai.
Sedang asyik dengan pemikiran nya. Gadis yang tadi membantu Adriel menuju ke kamarnya. Kini menuruni tangga.
"Mas Adriel udah aku layani tadi, Eh maksud aku sudah aku bantu agar tertidur di ranjangnya." Ucap gadis itu.
Tak ada jawaban sepatah katapun dari Anin. Seakan bagaikan angin yang berlalu. Anin memilih beranjak dari tempat duduknya, dan hendak melangkah pergi. Akan tetapi langkahnya terhenti oleh suara gadis yang berbicara pada nya tadi.
"Kita belum kenalan tadi. Dan... Aku minta maaf soal tadi yang mengira kamu pembantu di rumah ini." Uluran tangan gadis itu berikan pada Anin. "Sekarang kenalin aku Jessica sekertaris Mas Adriel."
Merasa sudah tak tahan lagi dengan lagak gadis di depannya. Anin pun membalikkan tubuhnya, matanya menatap lekat kearah Jessica. "Apa kamu tau tugas sekertaris?"
"Apa?"
"Apa kamu tau tugas seorang sekertaris nona Jessica?" Anin mengulangi pertanyaannya dengan nada penuh penekanan di setiap kalimatnya.
Karna memang Jessica yang melihat kalau Anin bukanlah istri yang diinginkan oleh Adriel. Dengan lantang Jessica menjawab. "Em, aku tau. Dan sekarang aku juga, cara melayani suami orang."
Meski kini hati Anin merasa sakit akan ucapan Jessica. Akan tetapi ia berusaha untuk tak memperlihatkan sisi kelemahannya itu.
Senyuman sinis Anin tunjukkan. "Kau tau baru kali ini aku melihat jalang bangga dengan kedudukannya." Sahut Anin.
"Apa? Kau bilang aku jalang?"
"Apa kau merasa kalau dirimu sekarang jalang? Tapi baguslah, aku nggak perlu ngejelasin siapa yang aku maksud jalang itu."
Terlihat oleh mata Anin. Kalau kini Jessica sedang memancarkan kemarahan dalam dirinya.
"Apa kau marah dengan ucapanku?" Anin bertanya kembali.
Belum sempat Jessica menjawab ucapan Anin. Tiba-tiba suara mertua dan adik ipar Anin pun terdengar dari arah pintu.
"Loh ada tamu rupanya." Ujar mertua Anin.
Melihat mama mertuanya yang menyambut kedatangan Jessica. Membuat hati Anin iri, tentu ia pun ingin disambut layaknya Jessica sekarang.
"Halo kak Jessica!"
Mendengar Nita memanggil nama Jessica seakan telah akrab sudah lama. Anin pun terheran, bahkan rasa penasaran pun mencuak dalam dirinya.
Hubungan seperti apa yang dimiliki Jessica terhadap keluarga suaminya itu?
"Hay Nita, ternyata Nita udah besar yah sekarang. Tambah cantik lagi." Sahut Jessica.
"Kak Jessica bisa aja, kakak juga tambah cantik banget. Gimana di amrik kak?" Dengan antusias Nita memulai obrolannya.
"Emmm.... " Ucapan Jessica menggantung sambil melirik kearah Anin berada.
Merasa kalau kini Jessica tak nyaman dengan keberadaan Anin. Mama mertuanya itu pun meminta Anin untuk pergi dari tempat itu. "Kamu ngapain disitu? Udah sana pergi."
"Iyah ma." Jawab Anin.
Dalam hati Anin merasa kalau kini dirinya telah menjadi orang asing di keluarga suaminya sendiri.
Belum sempat Anin menaiki tangga.
Suara Nita pun menghentikan langkah kakinya. "Eh, bawa ini sekalian ke kamar gue. Dan juga buatin kita minuman, cepet!"
Mata Anin menatap kearah barang belanjaan Nita dan mertuanya.
Merasa geram. Nita kembali bersuara. "Eh jalang! Denger nggak sih orang ngomong. Plonga plongo malahan, tambah kayak orang begok tau nggak sih."
Tak ingin semakin dihina Anin pun mengalah dan mengambil barang yang disodorkan Nita padanya. Sekaligus bergegas membuatkan minuman untuk mereka.
Meski sudah melangkah agak jauh. Akan tetapi Anin masih mendengar dengan jelas percakapan mereka bertiga.
"Itu istri mas Adriel tante?"
"Iyah, tapi istri nggak guna. Cuman buat gantiin pembantu aja di rumah ini."
"Bener banget itu kak, yang pantes jadi istri kak Adriel kan cuman kak Jessica seorang."
Mengetahui kalau Anin mendengar percakapan itu. Jessica berpura-pura untuk menegur ucapan Nita. "Husstt... Nanti dia denger lo."
"Biarin! Emang itu kenyataan kok."
Tak ingin terlalu mendengar perkataan yang semakin menyakiti hatinya. Anin pun memilih bergegas pergi dari tempat itu.
1 jam kemudian
Jessica pun pamit untuk pulang. Setelah menceritakan semua tentang dirinya dan Adriel bertemu di club tadi. Kini gadis itu pun berpamitan pergi dari rumah pria yang ternyata adalah mantan pacarnya.
Di depan rumah mama Adriel mengantar Jessica untuk masuk ke mobilnya. "Kenapa nggak nginep aja sih? Lagian ini udah malem loh." Ucap mama Adriel dengan merangkul pinggang Jessica.
Nita yang ikut mengantar kakak ipar idamannya itu pun ikut angkat bicara. "Bener banget tuh kak, padahal aku mau ngobrol panjang sama kakak tentang suasana di Amrik loh."
"Aku sih mau aja kalau disuruh nginep disini tan, tapi.....nggak enak sama istri mas Adriel."
"Kan tadi udah tante bilang kedudukan dia disini itu apa. Lagi pula kalau bukan karna Eyang sendiri yang meminta Adriel menikah dengan si gembel itu, mungkin sekarang kamu yang akan jadi istrinya Adriel." Ucapan mertua Anin pun menjawab ungkapan Jessica.
Seperti layaknya seorang wanita yang sempurna, Jessica hanya tersenyum manis.
Tak ingin terlalu lama, dan tak mau sampai lebih kemalaman lagi. Jessica pun berpamitan untuk segera pergi.
Merasa sudah puas dengan perbincangan mereka. Kini mobil Jessica pun masuk kedalam mobil dan melajukan mobilnya meninggal kan pekarangan rumah megah itu.
Meski sudah tak nampak lagi. Tapi Nita dan mamanya masih menatap kearah Jessica pergi tadi.
Nita pun berkata. "Kalau aja kak Jessica yang jadi kakak ipar aku yah ma, mungkin aku bakal seneng banget."
"Kamu tenang aja sayang, selama mama masih hidup. Nggak akan pernah mengizinkan si gembel itu jadi menantu di rumah ini selama nya. Tunggu setelah Eyang meninggal, setelah itu si gadis miskin itu akan mama usir dari kehidupan keluarga itu."
Mendengar hal itu tentu Nita merasa senang. Dan mereka pun beranjak pergi kedalam rumah.
Tanpa sadar Anin menatap keberadaan Mertua dan adik iparnya itu dari jendela kamar yang mengarah langsung ke depan rumahnya.
Dengan tangan yang ia tumpukan pada perut rampingnya. Mata Anin pun bak seorang yang ingin membunuh. Dalam hati Anin berkata lirih. "Entah kapan? Tapi aku pastikan jika ada kesempatan dimasa depan nanti. Aku ingin membalas perbuatan kalian."
Setelah mengatakan hal itu dalam hatinya. Anin mengarahkan pandangannya pada pria yang kini telah tertidur lelap di atas ranjangnya.
"Aku memang belum bisa berdiri sendiri mas. Tanpa uang mu, aku dan keluarga ku bisa sengsara. Tapi itu semua tak harus membuat kalian memperlakukan ku serendah ini. Di masa depan nanti, jangan salahkan aku kalau aku membalas kalian lebih kejam dari pada ini." Gumam Anin.
Malam itu Anin di temani oleh air mata yang bercucuran di pipi mulusnya.
Terlalu sakitnya ia pun tak sudi tidur seranjang dengan Adriel. Dan memilih tidur di sofa yang berada di kamarnya.
Bersambung.