"Jika kamu ingin melihat pelangi, kamu harus belajar melihat hujan."
Pernikahan Mario dan Karina sudah berjalan selama delapan tahun, dikaruniai buah hati tentulah hal yang didambakan oleh Mario dan Karina.
Didalam penantian itu, Mario datang dengan membawa seorang anak perempuan bernama Aluna, yang dia adopsi, Karina yang sudah lama mendambakan buah hati menyayangi Aluna dengan setulus hatinya.
Tapi semua harus berubah, saat Karina menyadari ada sikap berbeda dari Mario ke anak angkat mereka, sampai akhirnya Karina mengetahui bahwa Aluna adalah anak haram Mario dengan wanita lain, akankah pernikahan delapan tahun itu kandas karena hubungan gelap Mario dibelakang Karina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Tiga
Zoya terkejut, matanya terbelalak melihat Mario berdiri di depannya dengan wajah merah padam. Kemarahan menyala di matanya, suaranya mengguncang hati. Dia mundur selangkah, terkejut dan takut.
Nada suara Mario keras dan menggetarkan, membuat Zoya merasa terancam. Dia tidak pernah melihat Mario seperti ini sebelumnya. Wajahnya yang biasanya lembut kini terlihat keras dan marah.
"Jangan pernah mengancam'ku lagi! Kau belum tau siapa aku!" seru Mario.
Zoya terkejut melihat Mario berdiri di depannya dengan wajah merah padam. Matanya menyala seperti api, dan suaranya mengguncang hati.
"Apa yang kamu pikirkan, Zoya?" Mario bertanya dengan nada keras, suaranya terputus-putus. "Kamu pikir bisa mengancam'ku lagi dengan menggunakan Aluna?"
Zoya terbelalak, tidak siap menghadapi kemarahan Mario. Dia mundur selangkah, mencoba menenangkan Mario.
"Mario, tenanglah. Aku tidak bermaksud—"
"Tidak bermaksud apa?" Mario memotong pembicaraan Zoya. "Kamu tidak bermaksud memisahkan aku dari anakku?"
Zoya merasa takut, tidak pernah melihat Mario seperti saat ini. Dia mencoba mempertahankan diri.
"Aku hanya ingin Aluna bahagia, Mario. Aku tidak ingin dia terluka. Jika kamu memang menyayangi Aluna, seharusnya kamu setuju dengan apa yang aku katakan. Pernikahan ini bukan hanya untukku, tapi Aluna!" ucap Zoya mencoba meyakinkan.
"Aku akan usahakan semua kebaikan Aluna, tapi menikahi'mu bukan tujuanku!" seru Mario dengan penuh penekanan.
Zoya jadi teringat ucapan Ani, teman yang sengaja dia tempati di kantor suaminya sebagai mata-mata jika Aluna sangat menyayangi Karina. Anaknya terlihat nyaman dengan wanita itu. Hal tersebut membuat Zoya merasa terancam. Jika Aluna menyayangi dan dekat dengan Karina, itu bisa di buat senjata bagi Mario berpisah darinya.
"Kebaikan dengan mendekatkan anakku dengan istrimu yang lain?" tanya Zoya. Dia tak bisa menahan rasa ingin tahunya.
Mario memandangi Zoya dengan tatapan keheranan, matanya terbelalak. "Bagaimana kamu tahu Aluna dekat dengan Karina?" tanyanya, suaranya penuh kecurigaan.
Zoya tersenyum tipis. "Aku memiliki cara untuk mengetahuinya, Mario. Aku tahu segalanya."
Mario merasa terkejut. "Apa yang kamu maksud?"
Zoya berjalan mendekat, suaranya berbisik. "Aku memiliki seseorang yang memantau gerak-gerik Karina. Aku tahu Aluna tinggal di rumahnya."
Mario merasa marah. "Kamu memantau Karina? Mengapa?"
Mario tak suka mendengar hal itu. Dia begitu takut istrinya Karina di sakiti. Tak ada satu orang pun yang boleh menyakiti wanita yang sangat dia cintai itu.
Zoya menatap Mario dengan mata tajam. "Aku ingin melindungi Aluna dari pengaruh buruk."
Mario merasa bingung. "Pengaruh buruk? Apa yang kamu maksud?"
Zoya tersenyum sinis. "Kamu tahu sendiri, Mario."
Mario merasa bingung dan marah. "Apa yang kamu maksud dengan 'pengaruh buruk'?" tanyanya dengan nada keras.
Zoya tidak terpengaruh. "Aku maksudkan bahwa Karina tidak layak menjadi ibu bagi Aluna. Dia belum pernah hamil dan memiliki anak. Bagaimana dia tau cara menjaga dan mendidik anak-anak!" seru Zoya dengan suara sedikit lantang.
Mario wajahnya memerah, mata menyala marah. Dia menatap Zoya dengan tajam, otot wajahnya tegang. Kemarahan memancar dari tubuhnya, membuat ruangan terasa mengecil.
Tangan Mario tergenggam erat, seolah-olah siap menghantam. Napasnya terengah-engah, dada bergetar. Wajah Zoya terbayang di pikirannya, kata-katanya tentang Karina terus menggema.
Mario merasa terpukul, harga dirinya terinjak. Dia tidak bisa menerima Zoya meragukan kemampuan Karina sebagai ibu. Kemarahan itu membangkitkan keinginan untuk membela.
Langkahnya kuat, mendekati Zoya. Tatapan Mario membuat Zoya merasa terancam. Suasana menjadi tegang, penuh ketegangan.
Mario merasa terpukul. "Itu tidak benar! Karina adalah ibu yang baik!"
Zoya mengangguk. "Mungkin saja dia ibu yang baik bagi anak yang lain, tapi tidak bagi Aluna. Aku tidak ingin Aluna terluka setelah dia tau jika dia anakmu dan aku!"
"Karina tak begitu. Walau dia tau Aluna putrimu, dia tak akan menyakitinya!"
"Buktinya dia tetap meninggalkan Aluna!"
"Kau mematai Karina hingga sejauh ini? Jika terjadi sesuatu dengan Karina, aku tak akan melepaskan mu!" ancam Mario.
"Kenapa aku harus memata-matai istrimu itu? Jika aku mau, dari dulu aku sudah katakan padanya tentang hubungan kita. Aku rela menjadi simpanan kamu selama lima tahun. Apa aku masih salah juga? Padahal aku telah memberimu keturunan!" seru Zoya.
Tangan Mario terangkat, ingin menampar wajah Zoya, tapi diurungkan. Dia tak mau Aluna melihat saat dia menyakiti wanita itu.
"Kita tanya Aluna, siapa yang akan dia pilih. Kamu atau Karina!" seru Mario.
Mario memanggil Aluna dengan suara lembut. "Aluna, Sayang, ke sini, Nak. Papi ingin bertanya sesuatu."
Aluna yang sedang bermain di kamar berlari keluar ke arah Mario, matanya bersinar dengan kepolosan. "Papi, ada apa?"
Mario berlutut, memeluk Aluna erat. "Aluna, Papi ingin tahu siapa yang kamu pilih. Apakah Mami Zoya atau Bunda Karina?"
Aluna tidak ragu-ragu. Dengan lantang dan jujur, dia menjawab, "Bunda Karina, Papi!"
Zoya terkejut, wajahnya merah padam. Dia merasa seperti terpukul. "Apa?!" suaranya terdengar tinggi. Dia tak percaya jika putrinya lebih memilih Karina, wanita yang baru dia kenal.
Mario memandang Zoya dengan tatapan lembut. "Kamu dengar'kan, Zoya. Itu pilihan Aluna."
Tapi Zoya tidak bisa tenang. Dia merasa kecewa dan marah. "Bagaimana bisa?! Aku yang merawat'mu, Aluna! Aku yang memberimu cinta dan kasih sayang!"
Aluna menatap Zoya dengan mata polos. "Mami Zoya, aku sayang kamu. Tapi Bunda Karina lebih baik. Dia lebih sering bermain dengan aku dan mendengarkan aku. Masakan Bunda Karina juga enak. Dia tak pernah marah kayak Mami!"
Zoya merasa terluka. Dia tidak pernah menyangka bahwa Aluna akan memilih Karina. Dia merasa seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Dia juga merasa malu karena putrinya terus terang mengatakan hal itu di depan Mario.
Mario mendengar setiap ucapan Aluna dengan tersenyum. Dia merasa puas mendengar kata demi kata yang keluar dari bibir mungil putrinya.
"Apa yang kamu maksud 'Bunda Karina lebih baik'?" Zoya bertanya dengan nada keras.
Aluna menjawab dengan jujur. "Bunda Karina lebih sabar dan lebih sering bermain dengan aku. Dia tidak pernah marah seperti Mami Zoya."
Zoya merasa terpukul. Dia tidak pernah menyangka bahwa Aluna akan mengatakan hal seperti itu. Dia merasa seperti kehilangan kontrol atas situasi.
Mario memandang Zoya dengan tatapan lembut. "Zoya, kamu dengar sendiri'kan apa yang Aluna katakan?"
"Kamu pasti yang telah mempengaruhi Aluna. Kamu ajari dia untuk mengatakan semua itu! Apa pun yang dia katakan, aku tak peduli. Dia putriku!" seru Zoya dengan emosi.
Kamu harus mengatakan kebenaran ini ke Mario , biar bagaimana pun Mario harus tahu kebeneran ini
Dan semoga dgn kabar ini kan mempererat hubungan Karina dan Mario.
laaah lalu anak siapa ayah biologis dari Aluna. Berarti Mario korban dari Zoya