novel fantsy tentang 3 sahabat yang igin menjadi petualang lalu masuk ke akademi petualang dan ternyata salah satu dari mereka adalah reinkarnasi dewa naga kehancuran yang mengamuk akbiat rasnya di bantai oleh para dewa dan diapun bertekad mengungkap semua rahasia kelam di masa lalu dan berniat membalas para dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Albertus Seran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berikut adalah Bab 4: Ujian Pertama
Pagi yang cerah di Akademi Petualang terasa berbeda. Matahari baru saja terbit, dan sinarnya menyapu halaman luas Akademi, membangunkan para calon petualang dari tidur mereka yang gelisah. Di aula besar yang terletak di tengah kampus, suasana tegang dan penuh antisipasi memenuhi udara. Semua calon petualang, termasuk Aric, Lyria, dan Kael, berkumpul di sana, menunggu instruksi untuk ujian pertama mereka.
Aric merapikan baju perangnya, yang masih terlihat baru dan berkilauan. Wajahnya berseri-seri, penuh semangat dan kepercayaan diri. "Ini saatnya, teman-teman. Kita akhirnya akan membuktikan diri," katanya, matanya bersinar penuh tekad. "Aku sudah menunggu ini sepanjang hidupku."
Lyria, di sisi lain, merasa jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Ia menggenggam kalung berbentuk daun yang menggantung di lehernya, mencoba menenangkan dirinya. "Semua akan baik-baik saja, bukan?" tanyanya, meskipun ia tahu jawaban itu tidak pasti. "Aku harap kita tidak menghadapi sesuatu yang terlalu menakutkan."
Kael berdiri di samping mereka, mencoba menyembunyikan rasa cemasnya. Ia merasakan beban tanggung jawab yang berat, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kedua sahabatnya. "Apa pun yang akan kita hadapi, kita harus tetap bersama," katanya dengan nada tegas. "Kita tidak boleh terpisah, apa pun yang terjadi."
Lyria menatap Kael dan mengangguk, senyum lembut mengembang di wajahnya. "Kita selalu bersama, Kael. Itu janji kita."
Aric tertawa kecil, mencoba meringankan suasana. "Hei, kita ini tim yang tangguh. Tidak ada ujian yang bisa mengalahkan kita, percayalah!" kata Aric, mengangkat tinjunya ke udara. "Ayo, semangat sedikit. Ini bukan waktunya untuk merasa takut."
Sebuah suara keras tiba-tiba menggema di aula, membuat semua orang terdiam. Seorang pria tua dengan jubah biru tua berdiri di panggung besar di depan mereka. Jubahnya dihiasi simbol-simbol emas berbentuk bintang, dan janggut putihnya panjang, mencapai dada. Matanya yang tajam memindai para calon petualang, seolah bisa melihat ke dalam hati mereka.
"Selamat datang di Akademi Petualang," suara pria itu menggema dengan otoritas yang tidak bisa diabaikan. "Aku adalah Master Elidor, kepala pengawas ujian kalian. Hari ini, kalian akan menghadapi ujian pertama yang akan menentukan apakah kalian layak melangkah ke tahap berikutnya atau tidak."
Ruang aula terasa semakin tegang, dan bisikan-bisikan kecil terdengar di antara para calon petualang. Kael merasakan telapak tangannya berkeringat, tetapi ia memaksa dirinya untuk tetap tenang. Di sisi lain, Aric tampak tidak sabar, dan Lyria menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri.
"Ujian pertama ini adalah ujian keberanian," lanjut Master Elidor. "Kalian akan memasuki Hutan Aether yang terletak di luar tembok Akademi. Di dalam hutan itu, terdapat makhluk-makhluk magis dan rintangan yang harus kalian lewati. Tugas kalian adalah menemukan Batu Aether yang tersembunyi di dalam hutan dan membawanya kembali ke aula ini. Ingat, hanya yang berhasil membawa Batu Aether yang akan lulus."
Lyria memandang Kael dengan tatapan cemas. "Hutan Aether? Itu... terdengar sangat berbahaya," bisiknya. "Bagaimana jika kita tidak bisa menemukannya?"
Kael mencoba menenangkannya, meskipun ia sendiri merasa khawatir. "Kita akan menemukannya," katanya. "Selama kita tetap bersama, kita bisa melewati ini."
Master Elidor melanjutkan, "Dalam ujian ini, kalian diizinkan membawa senjata dan perlengkapan yang kalian bawa, tetapi ingatlah: Hutan Aether memiliki cara sendiri untuk menguji hati dan pikiran kalian. Tidak semua makhluk di sana adalah musuh, dan tidak semua rintangan bisa diatasi dengan kekuatan. Kadang, keberanian sejati datang dari kebijaksanaan."
Aric menggenggam gagang pedangnya dan tersenyum. "Aku suka tantangan seperti ini," katanya dengan semangat. "Ayo, teman-teman. Ini petualangan pertama kita yang sesungguhnya."
Kael menarik napas dalam-dalam. Ia tahu bahwa ini lebih dari sekadar ujian fisik. Hutan Aether terkenal dengan makhluk-makhluknya yang misterius dan jebakan ilusi yang bisa membuat orang kehilangan akal. "Kita harus berhati-hati," katanya, mengingatkan Aric. "Jangan terlalu gegabah. Kita tidak tahu apa yang menunggu di dalam sana."
Master Elidor mengangkat tangannya, dan cahaya biru memancar dari telapak tangannya. Sebuah portal besar muncul di tengah aula, cahayanya berputar seperti pusaran air yang bercahaya. "Kalian akan memasuki Hutan Aether melalui portal ini," katanya. "Kelompok pertama, bersiaplah."
Aric, Lyria, dan Kael saling bertukar pandang. Mereka adalah kelompok ketiga yang dipanggil, dan waktu mereka hampir tiba. Aric menepuk bahu Kael. "Kau terlalu khawatir, Kael," katanya dengan senyum lebar. "Kita dilahirkan untuk ini. Tidak ada yang bisa menghentikan kita."
Kael ingin percaya kata-kata Aric, tetapi sesuatu di dalam dirinya masih merasa gelisah. "Aku hanya ingin kita semua keluar dari ini dengan selamat," jawab Kael pelan.
Portal berputar dengan suara lembut, seperti bisikan angin yang memanggil mereka. Saat nama mereka dipanggil, mereka melangkah maju dengan langkah penuh tekad. Lyria menggenggam tangan Kael untuk sesaat, memberikan rasa tenang yang ia butuhkan. "Kita siap," katanya, meskipun suaranya sedikit gemetar.
Mereka berdiri di depan portal, cahaya biru memancar di wajah mereka. Aric mengambil langkah pertama, menoleh ke belakang dan berkata, "Ayo, ini saatnya memulai petualangan kita."
Lyria dan Kael mengikutinya, dan bersama-sama, mereka melangkah ke dalam pusaran cahaya. Sensasi dingin melingkupi mereka, dan dunia di sekitar mereka berubah dalam sekejap. Mereka tiba di tengah hutan yang lebat, di mana bayangan pohon-pohon raksasa menyelimuti mereka. Hutan Aether terasa hidup, seolah setiap helai daun dan setiap batang pohon mengawasi mereka.
Kael mengamati sekeliling, telinganya menangkap suara burung aneh yang berkicau di kejauhan. "Kita harus tetap bersama," katanya, suaranya bergetar dengan kewaspadaan.
Aric menghunus pedangnya, mengayunkannya dengan percaya diri. "Baiklah, Hutan Aether," katanya dengan semangat. "Perlihatkan apa yang kau miliki."
Lyria meraih tongkat sihir kecil dari tasnya, matanya memancarkan cahaya kehijauan. "Kita siap menghadapi apa pun," katanya, meskipun hatinya berdebar kencang. "Selama kita bersama, kita tidak akan kalah."
Mereka melangkah lebih dalam ke dalam hutan, bayangan pepohonan bergerak seiring dengan langkah mereka. Petualangan pertama mereka di Akademi Petualang baru saja dimulai, dan tidak ada yang tahu bahaya apa yang menanti mereka di dalam kegelapan Hutan Aether.