Nikah Dadakan

...~Happy Reading~...

Di sebuah kamar dengan suasana yang temaram, Mikha dan Calvin merebahkan tubuh di atas kasur yang terasa empuk setelah terjadi perdebatan panjang yang tiada henti. namun seolah tak cukup untuk menenangkan kegelisahan di hati mereka. Langit-langit kamar yang biasa menjadi pemandangan tenang kini terasa penuh dengan pertanyaan yang menggantung.

"Kakak..." panggil Mikha lirih, memecah keheningan.

"Hemm," jawab Calvin singkat tanpa mengalihkan pandangan dari langit-langit.

"Sebenarnya, kakak serius gak sih sama pernikahan ini?" tanya Mikha pelan namun penuh penekanan.

Calvin menghela napas panjang. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan pikirannya. “Serius!” jawabnya tegas, tapi suaranya terdengar seperti seseorang yang ingin cepat mengakhiri pembicaraan.

"Bohong!" Mikha menyanggah tanpa ragu.

Calvin membuka matanya, melirik Mikha dari sudut pandangannya. Jawaban yang diharapkannya tak juga datang. Ketegangan mulai merayap di antara mereka.

"Kamu nanya, kakak udah jawab, Mikha," Calvin akhirnya berkata, mencoba terdengar santai meski hatinya sedikit kesal.

"Tapi jawaban kakak kurang meyakinkan!" Mikha menatap Calvin lekat-lekat, mencari kepastian yang tak kunjung ia temukan.

Calvin duduk tegak, mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Astaghfirullah, masih kurang meyakinkan bagaimana?" Kali ini nada bicaranya terdengar frustrasi.

Mikha mendesah panjang, lalu menggelengkan kepala. “Ya udahlah, gak jadi!” Ia mulai bangkit dari tempat tidur, berniat pergi, tetapi Calvin dengan cepat menangkap tangannya.

Tanpa memberi waktu untuk Mikha bereaksi, Calvin menariknya hingga gadis itu terjatuh ke atas tubuhnya. Mikha terkesiap, mencoba melepaskan diri, namun Calvin memeluknya erat.

‘’Kakak!’’

"Mikha," ucap Calvin dengan suara lembut, tapi tegas. "Apakah perlakuan kakak tadi masih kurang membuktikan kalau kakak serius sama kamu?’’

Mikha terdiam. Hatinya bergetar mendengar nada tulus di balik suara Calvin. Namun, ia masih menyimpan keraguan. “Tapi kakak gak sampai tuntas! Seolah kakak memang tidak ingin—”

‘’Mikha, kamu masih sekolah!’’ seru Calvin dengan suara tertahan, ‘’Kakak gak mau jika sampai kamu hamil saat sekolah. Bukan hanya kakak, tapi Papi dan Mami pasti juga akan marah sama kita!’’

‘’Meskipun di antara kita belum ada yang benar benar mencintai, tapi kakak benar benar serius akan hubungan ini. Bagi kakak, pernikahan hanya cukup satu kali dalam hidup. Mau bagaimana pun awal pernikahan kita kala itu, kamu sudah menjadi istri kakak dan kakak tidak akan melepaskan kamu.” Imbuh nya panjang lebar.

Mikha terpaku. Air mata mulai menggenang di matanya. Ini pertama kalinya ia mendengar Calvin bicara dengan sepenuh hati.

"Kakak..." gumam Mikha, suaranya bergetar.

"Jadi, jangan seperti ini lagi," Calvin memeluk Mikha lebih erat. "Kita bisa jalanin ini bersama, tapi kakak butuh kamu percaya sama kakak."

‘’Tapi—”

‘’Tapi apa? Katakan!’’

‘’Jangan pernah temui kak Flora lagi tanpa sepengetahuan Mikha! Seperti yang kakak katakan tadi, meskipun kita belum saling mencintai tapi kita suami istri, dan Mikha juga gak akan melepaskan apa yang sudah menjadi milik kakak! Dari dulu kakak itu milik Mikha sampai sekarang juga milik Mikha, jadi Mikha gak mau kakak lecet di tangan cewek lain apalagi itu mantan kakak sendiri. Kakak tahu kan film yang lagi viral, Mantan adalah maut, apalagi ini mantan kakak jadi ipar kakak ya makin jadi tambah maut. Makanya Mikha gak mau kakak ketemu dia lagi tanpa sepengetahuan Mikha. Dan kalau misal kakak ketemu dia di jalan lagi sendiri, plis pura pura gak tahu, kakak cuekin, kecuali lagi sama Mikha maka kakak boleh nyapa say hello sama dia! Dan kalau kakak masih gak setuju sama permintaan Mikha ya udah kakak ceraiin Mikha!’’

Calvin tak bisa berkata kata lagi selain menganggukkan kepala pelan. Jika Mikha sudah bicara panjang lebar seperti kereta tanpa ujung, maka pilihan terbaik bagi Calvin hanya diam dan mengiyakan.

Dan di dalam kamar itu, di bawah langit-langit yang menyimpan rahasia keheningan, mereka berdua mulai merajut kembali kepercayaan yang sempat rapuh. Hari-hari ke depan mungkin tak akan mudah, tapi mereka tahu, selama mereka bersama, semuanya akan baik-baik saja.

**

Riuh ricuh suara murid-murid di kantin sekolah memenuhi udara, bercampur dengan aroma khas makanan kantin—gorengan, mie goreng, dan es teh manis. Di sudut kantin, Mikha duduk di bangku kayu bersama dua sahabatnya, Alana dan Mawar. Ketiganya tampak menikmati waktu istirahat setelah jam pelajaran yang melelahkan.

Mikha memainkan sendok di mangkuk mie ayamnya, wajahnya tampak lesu. Alana, yang duduk di seberangnya, menyadari ekspresi itu. Ia menyikut lengan Mawar yang sedang asyik menyeruput es teh.

"Lihat deh si Mikha," bisik Alana.

Mawar menoleh, mengernyitkan dahi. “Kenapa lo, Mikh? Kok dari tadi diem aja? Mie ayamnya gak enak?” tanya Mawar sambil melirik mangkuk Mikha yang masih hampir penuh.

Mikha mendongak, berusaha tersenyum tipis. “Gak kok. Enak. Gue aja yang gak selera makan.”

Alana langsung mencondongkan tubuhnya ke depan, mendekati Mikha. "Hah, gak selera makan? Tumben banget. Biasanya lo yang paling semangat kalau soal makan mie ayam."

Mikha menghela napas, lalu menatap kedua sahabatnya. “Gue lagi pusing.”

“Pusing kenapa?” tanya Mawar, meletakkan gelasnya.

Mikha meletakkan sendok dan sumpit nya lalu melipat kedua tangan nya di meja seolah seperti ingin mendekatkan diri kepada dua sahabat nya.

‘’Jadi, semalem gue dapet curhatan gitu dari sepupu jauh gue, dan ternyata dia udah nikah padahal dia masih sekolah!’’ kata Mikha dengan sangat hati hati.

‘’Wait, sepupu lo yang mana?’’ tanya Alana penasaran.

‘’Emmtt yang itu, ah meskipun gue jelasin juga kalian gak bakal kenal. Mereka ruh selama ini tinggal di luar kota, dan baru dua hari ini datang ke Jakarta.’’ Jawab Alana berbohong.

‘’Oh oke, terus gimana lanjutan ceritanya?’’ tanya Mawar penasaran.

‘’Nah, ternyata dia itu kan udah nikah, gue juga awalnya kaget karena gue gak ada undangan sama sekali. Katanya sih waktu itu pernikahan dia bertepatan kita ulangan makanya dia gak ngundang gue.’’ Jelas Mikha masih dengan sangat hati hati, ‘’Dan, pas dia curhat tuh katanya dia bingung.”

‘’Bingung kenapa?’’

‘’Bingung aja, suami dia itu baru nyentuh dia setelah menikah beberapa bulan. Dan kalian tahu? Sekalinya dia di sentuh Cuma kaya di mainin gitu doang.”

Alana dan Mawar kompak mengerutkan dahi nya, menatap wajah Mikha dengan raut semakin bingung.

‘’Di mainin gimana?’’

‘’Di mainin, apa sih namanya gue juga lupa pokoknya mereka saling bercinta tapi gak sampai inti, paham gak kalian?’’ tanya Mikha, membuat kedua sahabat nya kompak menggelengkan kepala nya.

Mikha menepuk kening nya seperti percuma jika meminta solusi kepaa mereka berdua, pikir nya, ‘’Intinya gini, meskipun dia sudah menikah tapi dia masih perawan. Dan pas dia tanya ke suaminya, kenapa itu burung gak di masuk masukin juga, katanya si suami dia takut kalau dia hamil pas masih sekolah, makanya mereka main aman. Itu intinya!”’

‘’Oalah, jadi suami sepupu lo takut kalau sepupu lo itu hamil?”

“YUps, dan itu menurut kalian masuk Akal gak sih?’’

‘’Antara iya dan enggak!’’ jawab Alana.

‘’Maksudnya?’’ Kini gantian Mikha yang bingung.

‘’Gini ya Mikha, buat apa suami sepupu lo itu takut istrinya hamil? Yaelah jaman sekarang udah canggih, alat pencegah kehamilan itu udah banyak. Kaya misal sarung rasa, itu rasa nya udah banyak banget di jual bebas, jadi kalau emang takut istrinya hamil ya pakai itu aja, beres! Di jamin aman!’’ ungkap Alana panjang lebar, membuat Mikha seketika langsung terdiam dan berfikir.

‘Sarung rasa? Sarung nya yang kaya gimana itu?’ gumam nya dalam hati.

...~To be continue…....