SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis Dari India
Keluarga Sean datang berkunjung ke London karena Nila baru saja meninggal dunia di rumah Miller, Sonia begitu terpukul dengan kepergian ibunya itu.
Setelah dari pemakaman Nila, mereka menetap dulu selama seminggu di London karena keinginan Sonia, Zeline tidak bisa ikut karena dia ada ujian di sekolah saat ini dan sekarang tinggal bersama Kenzo, Hana yang juga satu sekolah dengan Zeline juga tidak bisa ditinggal oleh Angel dan Kenzo.
Semua tampak berduka kehilangan Nila, sosok ibu yang sangat mereka cintai, Fian juga datang ke sana bersama dengan kedua putranya, Sofi yang juga sekolah tidak bisa ditinggal oleh Naima.
Sonia masih menangis karena bersedih kehilangan Nila, Sean membawa Sonia dalam pelukannya, dia mengerti akan perasaan Sonia, apalagi Sonia anak yang begitu manja pada Nila.
“Sudah ya, kita ikhlaskan mama, jangan berlarut-larut begini.” Sonia mengangguk.
Gavino juga datang ke mansion Miller, dia turut berduka atas kepergian Nila karena dulu Nila juga sangat menerima kehadiran Gavin sebagai anak angkat Sean dan Sonia, dia datang setelah tiga hari pemakaman Nila.
“Maaf saya baru bisa datang sekarang uncle,” ucap Gavino pada Sean.
“Tidak apa-apa Gavino, bagaimana pekerjaanmu?”
“Sejauh ini lancar.”
Mereka berkumpul dan berbincang di ruang tamu, Gavino datang dari Rusia, selain berbela sungkawa, dia juga mengurus beberapa transaksi bersama dengan Miller.
“Uncle tinggal dulu Gavino, uncle mau mengantarkan Sonia dulu ke makam mama, dia ingin ke sana.”
“Iya uncle.”
Sonia pergi bersama dengan Sonia dan juga Seyyal, Miller akan menyusul mereka nanti jika urusannya dengan Gavino selesai.
“Zoya mana uncle?” tanya Gavino pada Miller.
“Dia ada di taman belakang, paling sedang baca novel, entah kenapa Zoya akhir-akhir ini sering murung.”
“Boleh saya bertemu dia.”
“Silahkan.”
Gavino menyusul Zoya ke taman belakang, benar saja, gadis itu tengah melamun sendiri sambil memegang novelnya, buku itu tertutup dan jari-jari Zoya memainkan sudut buku novelnya seakan dia sedang memikirkan sesuatu.
Sakit yang diderita oleh Zoya belum sembuh sepenuhnya, dia masih harus terus berobat rutin, hal itu juga sering menjadi pikiran untuknya.
“Memikirkanku?” tanya Gavino yang saat ini duduk di samping Zoya.
“Iya, aku merindukanmu Gavino, kenapa takdir tidak memudahkan kita untuk bersama ya?” gumam Zoya masih dalam lamunannya, suara dari Gavin tadi dia anggap sebagai halusinasinya saja karena selama ini memang dia sering memikirkan Gavino.
“Aku juga merindukanmu, bagaimana kalau kita kawin lari?” Gavino mengecup singkat bibir Zoya sehingga gadis itu tersadar dari lamunannya, Zoya menatap Gavino dan menyentuh wajah pria tampan itu.
“Gavino, kau di sini?” tanya Zoya kaget, dia masih merasa kalau Gavino hanyalah halusinasinya karena beberapa bulan ini dia tidak bertemu ataupun komunikasi dengan Gavino.
“Iya di sini, memangnya aku dimana lagi? Kau tidak lihat kalau aku duduk di sampingmu?” Zoya menampar pipi Gavino yang membuat pria itu kaget lalu menggigit bahu Gavino.
“Sakiitt Zee.” Zoya tertawa lalu memeluk Gavino.
“Berarti aku memang tidak sedang berkhayal, ini beneran kamu Gavino.” Zoya memeluk erat Gavin dan dibalas hangat oleh Gavino.
“Hei kenapa menangis?” tanya Gavino saat merasakan tubuh Zoya bergetar dan dia mendengar kalau gadisnya itu terisak.
“Aku pikir kau sudah menikah.” Gavino tertawa mendengarnya.
“Jauh sekali pikiranmu, belum ada yang bisa menggantikan posisimu di hatiku, bagaimana aku bisa menikah coba?”
“Kamu datang ke sini karena oma meninggal ya?”
“Ya salah satu alasannya iya.”
“Alasan lain?”
“Kamu.”
Zoya menyandarkan kepalanya di bahu Gavino, tangannya digenggam oleh tangan Gavino.
“Aku ingin mengajakmu keluar malam ini, apa kau mau?” tanya Gavin.
“Kemana?”
“Jalan-jalan, sudah lama kita tidak jalan-jalan berdua kan.”
“Hm boleh tapi aku harus bilang apa nanti sama papa?”
“Aku yang akan bicara dengan uncle Sean nanti.”
“Jangan sampai lupa ya.”
“Siap.”
...***...
Malam itu Gavino meminta izin pada Sean untuk membawa Zoya keluar, dengan berat hati dan bujukan Sonia, akhirnya Sean mengizinkan Zoya keluar. Zoya terlihat begitu bahagia karena mendapatkan izin dari papanya.
“Kenapa kau tidak merestui hubungan mereka Sean? Aku pikir Gavino pria yang sangat baik dan bertanggung jawab, jika nanti Zoya menikah dengan Gavino, sudah dipastikan kalau anakmu akan bahagia dan kebutuhannya pasti tercukupi.” Miller berkata begitu karena melihat Sean sangat keberatan ketika Gavino mengajak Zoya, ditambah lagi Sonia bilang kalau Sean tidak merestui hubungan putrinya dengan Gavino.
“Aku hanya ingin putriku bersama dengan pria biasa Miller, aku terlalu takut jika putriku bersama seorang mafia.”
“Tapi kau bisa beri kesempatan pada Gavino untuk membuktikan kalau dia mampu menjaga putrimu Sean?”
“Dengan menikahkan mereka maksudmu? Jika nanti putriku dalam bahaya bagaimana? Aku takut Miller, lebih baik aku menghindari semua itu dulu.”
“Ya semua keputusan ada padamu, tapi jangan terlalu memaksakan kehendak pada putrimu, nanti dia bisa stres juga.”
“Iya aku tau.”
Gavino membawa Zoya jalan-jalan, pergi ke mall, makan di cafe hingga Gavino membawa Zoya ke club karena ada beberapa urusan di sana.
“Kamu tunggu di mobil saja ya, aku hanya sebentar ke dalam.”
“Iya, jangan lama ya.”
“Oke.” Gavino memasuki club itu, Zoya memainkan ponselnya sambil menunggu Gavino datang.
Tiba-tiba ada seorang gadis yang seusia dengan Zeline mengetuk kaca mobil Zoya, Zoya membuka kaca mobilnya.
“Ada apa?” tanya Zoya pada gadis itu.
“Tolong kami nona, kami butuh bantuanmu, kami dalam bahaya nona.” Gadis itu sangat ketakutan, dia melirik ke kiri dan kanan seakan ada yang mengikutinya.
“Ada apa denganmu? Siapa namamu?”
“Saya Urfi, tolong kami nona.” Urfi tidak begitu fasih dalam berbahasa Inggris sehingga Zoya kesulitan untuk mengerti ucapannya.
“Kamu ini darimana? Aku kurang mengerti ucapanmu, apa kau ini orang India?” Gadis itu mengangguk, dari perawakannya memang terlihat kalau gadis itu dari India, ditambah dengan tanda titik kecil di keningnya.
Dari logat dan gaya bahasanya Zoya tau kalau dia dari India karena memang dia dan Sonia menyukai bollywood.
“Masuklah, kita bicara di dalam mobil.” Zoya membukakan pintu mobil bagian belakang, gadis itu langsung masuk dan Zoya kembali mengunci pintu mobilnya.
Raut lega di wajah Urfi terlihat, dia merasa nyaman ada di dalam mobil Zoya. Zoya mulai berbincang dengan Urfi menggunakan bahasa Hindi karena dia memang bisa bahasa Hindi.
“Aku berasal dari desa kecil di India, kami diculik dan dibawa ke sini untuk dijual, sangat banyak orang dari negaraku yang diculik nona, bukan hanya India saja, tapi juga dari Pakistan, Bangladesh, Afganistan dan Srilangka. Aku mohon tolonglah kami nona, kami ingin kembali ke rumah kami, orang tua kami sangat mengkhawatirkan kami nona.” Mohon Urfi pada Zoya, Zoya memberikan minum pada Urfi.
“Bisa kau tunjukkan dimana tempat gadis lain itu disandera?”
“Iya bisa, tapi kita tidak mungkin berdua saja ke sana, karena mereka semua berbahaya dan memiliki beberapa senjata, mereka tidak akan segan-segan untuk membunuh siapapun yang datang menyusup.”
“Kamu tenanglah, kita tidak akan datang berdua, aku akan membantumu Urfi.”
...***...