"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengantin Baru
Setelah acara pengucapan janji yang kemudian dilanjutkan dengan acara resepsi, akhirnya Nadia dan Sean bisa menghela napas lega ketika mereka sampai di sebuah kamar hotel. Itu salah satu fasilitas yang diberikan oleh pemilik hotel sebagai hadiah untuk Nadia dan Sean karena mengadakan resepsi di hotel mereka.
Nadia cukup kelelahan karena ternyata Sean mengundang banyak sekali teman atau mungkin kolega bisnis dari Eligra, Nadia sendiri tidak tahu pasti sih mereka siapa, itu hanya tebakan wanita itu saja. Tamu Nadia mungkin hanya sepertiga dari semua tamu yang hadir. Sisanya itu tamu Sean semua.
Nadia duduk di tepi tempat tidur sembari melihat ke arah gaun yang dia kenakan. Untung saja dia memakai gaun sederhana itu. Tak bisa dia bayangkan jika dia jadi memakai gaun yang dipilihkan oleh calon ... ralat, wanita itu sekarang sudah menjadi mertuanya. Nadia mungkin sudah pingsan di atas pelaminan saking beratnya gaun tersebut.
"Kamu gak mandi?" tanya Sean membuyarkan pikiran Nadia. Wanita itu mendongak dan mendapati Sean yang sudah membuka jas dan dasinya. Boleh Nadia jujur, dia selalu suka ketika Sean hanya mengenakan kemeja dan celana kain.
"Duluan aja," kata Nadia. "Aku harus hapus make up dulu," lanjutnya.
Sean pun mengangguk lalu mengambil handuk kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi yang berada di sisi kiri kamar berhiaskan kelopak mawar tersebut. Dari lantai hingga ke atas ranjang. Khas kamar pengantin baru pada umumnya. Seperti yang Nadia katakan pada Sean tadi jika dirinya ingin membersihkan make up terlebih dahulu sebelum membereskan kelopak-kelopak mawar di kamar mereka. Lagipula mereka tidak membutuhkan itu kan?
Dan ketika Sean keluar dari kamar mandi dengan mengenakan t-shirt putih dan celana pendek, kamar itu sudah bersih.
"Kok bunga-bunganya dibersihin?" tanya Sean sambil mengusap rambutnya yang basah. Matanya menatap ke arah ranjang dan lantai kemudian ke arah Nadia kembali.
"Memangnya kenapa?" Nadia balik bertanya dengan raut wajah bingung.
Sean menggidikkan bahunya samar lalu menggeleng pelan. "Gak apa-apa sih. Cuma aku suka aja liatnya. Kerasa banget gitu kalo kita ini pengantin baru," jawab sembari tersenyum hingga menampilkan deretan giginya yang rapih kemudian berlalu ke arah meja rias. Nadia mendengus pelan seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari mulut Sean.
Pengantin baru? Apakah Sean sungguh berpikir seperti itu? Nadia benar-benar kehabisan kata-kata di sana. Jangan bilang Sean juga akan menuntut haknya pada Nadia malam ini karena berpikir mereka adalah suami istri pada umumnya yang menikah karena cinta. Benar juga.
Astaga! Nadia baru ingat jika malam ini adalah malam pertama mereka. Walau mereka memang harus segera melakukannya untuk kesehatan wanita itu. Tapi, tetap saja Nadia merasa dirinya belum siap. Nadia yang tadinya masih bisa tenang seketika diserang perasaan gelisah dan takut.
"Aarrgghh!" Wanita itu sampai berteriak kaget karena saat dia berbalik Sean sudah berdiri di hadapannya.
"Belum juga diapa-apain udah teriak," ujar Sean semakin membuat pikiran Nadia kacau. Melanglang buana menembus cakrawala. Dia harus segera menghindar sebelum semuanya lepas kendali. Namun tidak semudah itu karena Sean sudah menggenggam pergelangan tangannya dengan erat membuat wanita itu berbalik menatap dengan tatapan waspada.
Tidak. Jangan malam ini. Nadia belum siap jiwa dan raga.
"Kamu tenang aja. Aku gak bakalan minta itu malam ini kok." Terkutuklah Sean dengan segala kepekaannya itu. Kenapa sih dia harus sepeka itu? Atau jangan-jangan Sean sungguh bisa membaca pikiran seseorang seperti tokoh dalam film fantasi yang biasa Nadia tonton. Sungguh, sulit sekali rasanya Nadia untuk mengelak atau berbohong di depan pria itu.
"Tapi secepatnya aku tetep harus hamilin kamu sih. Ingat kata dokter Ai kemarin kan?" kata Sean tersenyum menggoda sambil memainkan kedua alisnya bersamaan dengan melepaskan genggaman tangannya pada Nadia. Wanita itu kembali dibuat terperangah pada kata-kata Sean yang terlalu gamblang. Si4lan! Pria itu semakin berani saja.
"Terserah kamu!" Lebih baik sekarang dia segera masuk ke dalam kamar mandi untuk mendinginkan kepala dan tubuhnya yang tiba-tiba saja terasa panas.
Meninggalkan Sean yang tersenyum puas melihat Nadia kesal hingga ponselnya yang berada di atas meja bergetar. Pria itu mengulas senyum sebelum menempelkan benda pipih itu di telinganya.
"Halo," sapa Sean ramah.
"....."
"Iya, terimakasih. Seharusnya kamu juga datang."
"....."
"Iya, aku ngerti kok."
"....."
"Pasti." Sean melirik ke arah pintu kamar mandi yang tertutup di mana Nadia sedang mandi di baliknya. "Dia kan sekarang istriku. Aku pasti akan membawanya ke sana," lanjut menarik satu ujung bibirnya membentuk sebuah seringai yang hanya Sean yang tahu maksudnya.
***
Sean benar-benar membuktikan apa yang dia ucapkan. Padahal Nadia sudah berpikir yang iya-iya ketika dia keluar dari kamar mandi. Namun bukan Sean yang akan menariknya kemudian menindihnya di atas tempat tidur yang dia dapati, melainkan Sean yang sedang tertidur pulas dengan posisi miring ke kanan. Ternyata hanya Nadia yang berlebihan di sini. Wanita itu pun menghela napas karena malam ini dirinya selamat. Tapi tidak tahu malam-malam yang akan datang.
Ditambah kata-kata Sean tentang 'harus secepatnya menghamilimu' membuat Nadia semakin frustasi. Mungkin benar tujuan dia menikah dengan Sean agar dia bisa hamil dan menyusui namun tetap saja Nadia merasa belum siap melakukannya. Bodoh memang jika Nadia ingin mundur sekarang.
"Kita lihat saja nanti mau gimana," gumam Nadia menyerahkan semuanya pada garis takdir meski dalam hati dia berharap agar Sean melakukannya ketika dirinya benar-benar sudah siap.
Nadia pun mengganti bathrobe dengan piyama yang telah disediakan di sana. Kemudian beranjak ke tempat tidur untuk membaringkan tubuhnya yang terasa lelah luar biasa dengan posisi berbaring ke sebelah kiri membuat mereka saling membelakangi di sana.
Nadia merasa jika dirinya baru tidur sekitar satu jam namun rasa nyeri tiba-tiba menyerang dada bagian kirinya. Dokter Ai memang sudah mengatakan jika benjolan di dada kiri Nadia lebih banyak dari yang kanan dan hari ini Nadia lupa meminum obatnya.
Bodoh sekali.
"Akh!" rintih Nadia bangun sembari memegangi dadanya yang terasa semakin sakit. Peluh mulai membasahi dahi Nadia. Tubuhnya pun terasa lemas dan dingin. Ya Tuhan, dimana dia meletakkan tasnya? Kenapa di saat genting seperti ini dia justru lupa?
Sepertinya Tuhan masih menyayanginya, dengan pandangan yang mulai mengabur, Nadia melihat tasnya yang berada di atas sofa. Dengan sisa tenaga yang masih ia punya, wanita itu berjalan sempoyongan ke arah sofa tersebut.
Belum sempat Nadia meraihnya, tubuhnya sudah seperti tak bertulang dan hampir terjatuh di atas lantai. Untung saja seseorang sudah lebih dulu meraih tubuhnya.
"Nadia, kamu gak apa-apa?"
"Sean ...." lirih Nadia melihat raut wajah Sean. Pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi dan langsung mengangkat tubuh Nadia menuju tempat tidur. Setelahnya Sean mengambil tas milik wanita yang telah sah menjadi istrinya itu untuk mencari obat.
"Sssttthhh! Sakit banget!" Nadia kembali merintih membuat Sean dengan cepat mengeluarkan obat tersebut.
"Ayo kamu minum obat dulu," kata Sean meletakkan kepala Nadia di dadanya agar wanita itu bisa meminum obatnya dengan lancar. Nadia masih sadar di sana namun setelah obat itu masuk pandangan wanita itu seketika menghitam. Entah dia pingsan atau tertidur Nadia hampir tak bisa membedakannya.