Misteri Rumah Kosong.
Kisah seorang ibu dan putrinya yang mendapat teror makhluk halus saat pindah ke rumah nenek di desa. Sukma menyadari bahwa teror yang menimpa dia dan sang putri selama ini bukanlah kebetulan semata, ada rahasia besar yang terpendam di baliknya. Rahasia yang berhubungan dengan kejadian di masa lalu. Bagaimana usaha Sukma melindungi putrinya dari makhluk yang menyimpan dendam bertahun-tahun lamanya itu? Simak kisahnya disini.
Kisah ini adalah spin off dari kisah sebelumnya yang berjudul, "Keturunan Terakhir."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ERiyy Alma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MRK 5
Seorang lelaki duduk termenung di samping pintu, menatap jalanan yang begitu lengang. Begitupun rumah-rumah yang berjajar di seberang jalan, tak terlihat satupun orang disana. Sebab masyarakat desa sibuk di sawah di jam ini.
Di sampingnya tergeletak tas ransel dan jaket, sementara dirinya hanya mengenakan kaos pendek dan celana jeans panjang saja.
Langkah kaki mendekat, lelaki yang mengenakan pakaian khas santri mendekatinya dengan dua cangkir kopi panas di tangan. Lelaki itu duduk menatap teman yang sudah dikenalnya selama tiga tahun ini.
“Sudahlah Ren, lupakan saja dia. Dia sudah bahagia dengan pilihannya, kamu pun harus bangkit. Move on sobat, move on.”
Narendra mengusap wajah gusar, air mukanya terlihat begitu keruh. Namun, ia memaksakan sebuah senyum simpul untuk temannya itu. Teman yang setia mendengar ceritanya setiap malam, awalnya Rendra enggan berbagi kisah. Tapi temannya itu tipe pemaksa, hingga berceritalah dia tentang sosok wanita yang membuatnya kembali merasakan cinta, kembali merasakan semangat dalam hidupnya.
“Ngapain kamu datang kalau ujung-ujungnya begini, kamu samperin tuh cewek sama suaminya tadi?”
“Aku pikir aku mampu Dra, ternyata aku pengecut. Aku pikir hatiku sudah sembuh, ternyata melihatnya duduk di pelaminan dan banyak tertawa, hatiku sakit. Rupanya aku belum sepenuhnya ikhlas.”
“Astaga… yuk bro, aku cariin kamu cewek desa yang cakep, bening pulen kayak beras rojolele.”
Rendra terkekeh pelan, menerima cangkir kopi dari tangan temannya. Mulai menikmati wangi kopi khas desa yang menjadi candunya selama tiga tahun terakhir, saat dirinya mulai pusing ketika rasa rindu dan cinta melanda.
Narendra mahardika, putra tunggal pemilik Milkyway itu memutuskan masuk pesantren setelah lulus kuliah. Di usianya yang bukan lagi anak-anak, ia ingin memperdalam ilmu agama. Sekaligus menyembuhkan luka hatinya karena seorang wanita.
Tiga tahun sudah, dan ia kembali ke kampung halaman untuk berjumpa wanita itu terakhir kalinya. Tak menyangka malah mendapatkan undangan pernikahan, dan hari ini ia datang ke acara pernikahan itu. Tapi, ia hanya menjadi pengecut, melihat dari kejauhan bagaimana wanita yang disukainya tertawa di pelaminan bersama lelaki lain. Hatinya sakit, dan Rendra memilih kabur, kembali ke pesantren.
“Sudahlah, yuk ikut aku.”
“Kemana?”
“Diminta kyai Usman ambil telur di rumah Kang Jaya. Daripada galau terus disini, hayuk lah. Nanti kita mampir kesana… tanding kita, gimana?”
“Bolehlah,” jawab Rendra. Keduanya pun berjalan beriringan di sepanjang jalan desa, menuju rumah keluarga nenek Ratih.
***
Sejak pagi Sukma sibuk mencoba berbagai resep kue, ia beruntung hanya gagal sekali di awal. Seterusnya kue bikinannya sukses besar, terlihat nikmat dan indah dipandang mata.
Rencana kue-kue itu akan dibawa Nadira ke pesantren nanti sore, pesanan bu nyai Hasna untuk kantin. Sukma begitu bersemangat, ia mengerjakan semua seorang diri. Ibu mertuanya tengah mengambil telur di kandang, baru saja wanita tua itu mendapat telepon dari bu nyai Hasna. Mengatakan jika stok telur makan santri sudah habis.
Tok tok tok…
“Assalamualaikum..”
“Waalaikumsalam,” jawab Sukma melihat dua pria berdiri di samping pintu dapur yang terbuka. “Ya cari siapa Dek?”
“Maaf Bu, kami dari pesantren. Diutus ambil telur sama kyai Usman,” ucap salah satunya.
“Oh iya, tunggu sebentar ya. Telurnya masih diambilkan di kandang, duduk dulu saja disini.” Sukma mempersilahkan dua pemuda itu duduk di meja makan, lantas menghidangkan kue bikinannya di atas meja. “Ini, cobalah. Gratis buat kalian berdua. Ini hari pertama ibu jualan kue, doakan laris ya. Oh iya nama kalian siapa?”
“Nama saya Indra Bu, ini teman saya Rendra. Terima kasih kuenya, semoga laris manis Bu…. Ren, ayo makan,” ajak Indra penuh semangat.
“Sama-sama, oh iya kalian bisa panggil saya bu Sukma. Saya menantunya nenek Ratih.”
“Terima kasih Bu Sukma,” ucap Rendra.
Sementara itu Nadira sedang bermain game di kamar, sedikit pun ia tak tertarik membantu ibunya di dapur. Siang itu matahari terasa begitu terik, ia mulai kegerahan dan sengaja membuka jendela kamarnya. Namun, sepertinya jendela itu tak pernah terbuka selama ini, semak belukar menghalangi geraknya.
“Astaga, aku harus minta pak lek bersihkan rumput-rumput ini. Gimana kalau ada ular? kan bahaya,” gumamnya lirih. Nadira merasa cukup puas saat angin berhembus cukup kencang, menerbangkan tiap helai anak rambut yang menutupi keningnya.
Menatap rumah kosong yang berdiri kokoh di depan mata, Nadira kembali teringat kejadian malam itu. “Masa iya sih aku cuma halu seperti kata nenek? kok kayaknya nggak ya.”
SREK….
Nadira berjingkat, ia melihat bayangan hitam bergerak cepat di lantai dua bangunan rumah itu. Gadis itu menggosok mata, berusaha mempertajam pandangannya.
SREK….
Kali ini pergerakan sosok hitam berpindah di lantai dasar, tepatnya di teras rumah yang dipenuhi rumput merambat. Nadira merasakan angin sepoi-sepoi sejuk yang membuatnya meremang, dan dia menggigil. Ditutupnya lagi jendela kamar, perasaannya benar-benar tak nyaman.
“Itu tadi apa ya? masa hantu berani muncul siang bolong begini sih? hii…” Nadira bergidik ngeri, ia berbalik badan hendak keluar kamar. Bermain game di teras sepertinya bukan ide buruk, tapi langkahnya terhenti kala mendengar suara ketukan pada jendela kamar yang baru ditutupnya itu.
Tak Tak Tak…Tak Tak….
Pelan-pelan Nadira berbalik badan, detak jantungnya bertalu. Dalam otaknya bersarang segala adegan film horor yang pernah ditontonnya selama ini. Gimana kalau ada wajah seram di jendela? gimana kalau jendela pecah dan hantunya masuk?
Nadira bermonolog dalam hati, gadis itu sengaja menutup wajah dan sedikit mengintip dari celah jari-jemari. Saat itulah, ia melihat hewan melata berukuran sebesar jari telunjuk orang dewasa, terjepit di pintu. Tubuhnya yang panjang meliuk-liuk, bergerak-gerak dan menghantam jendela. Mengakibatkan bunyi ketukan berkali-kali.
Nadira merasa jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa saat lamanya, ia paling takut hewan berdarah dingin itu, hingga memutuskan menjerit sekuat tenaga.
“U… u-ular…. tolong! ada ular!”
Ibunya terkejut mendengar jeritan sang putri, wanita yang tengah sibuk memanggang kue itu segera berlari ke kamar. Begitupun dua pemuda yang tengah menikmati kue, turut mengekor sang pemilik rumah.
“Dimana, dimana ularnya Dira?”
“I-ibu…” Nadira memeluk sang ibu, bersembunyi dibalik tubuh pendek ibunya itu. Sementara tangan kanannya menunjuk ke arah jendela, dimana kondisi ular masih tetap sama.
“Astaga, kenapa bisa kejepit gitu? siapa yang jepit?”
“Aku, tapi Dira nggak sengaja Bu. Ibu tolong dibuang, Dira takut…”
“Aduh, ibu juga takut Dira. Mana pak lekmu belum datang lagi, lama juga ambil telurnya.”
“Ma-maaf, boleh kami bantu?”
Sukma terkejut menyadari bahwa bukan hanya dirinya dan sang putri yang berada dalam kamar. Rupanya dua pemuda dari pesantren itu mengikutinya. Keadaan tak jauh berbeda bagi Nadira, gadis itu justru tak mampu berkedip, dengan mulut sedikit terbuka ia berkata, “Kak Rendra… ke-kenapa bisa ada disini?”
Narendra tak berminat menjawab pertanyaan itu, ia justru tengah berpikir bagaimana cara mengambil hewan melata itu.
“Ren, kamu kenal dia?” bisik Indra. Namun, tak mendapat respon sahabatnya.
“Biar saya yang ambil Bu, lebih baik ibu dan mbak keluar dulu ya,” ucapnya sopan.
“A-apa? mbak?” Nadira tercengang, baru kali ini ada yang memanggilnya mbak. Terasa menggelikan di hati, tapi ia tak punya kesempatan untuk protes karena ibunya sudah menariknya keluar kamar. Sementara Rendra berusaha mencari sesuatu untuk digunakan sebagai senjata menangkap hewan melata itu, ia benar-benar tak peduli Indra yang cerewet menanyakan bagaimana dirinya bisa mengenal putri bu Sukma.
.
Tbc