Pembaca baru, mending langsung baca bab 2 ya. Walaupun ini buku kedua, saya mencoba membuat tidak membingungkan para pembaca baru. thanks.
Prolog...
Malam itu, tanpa aku sadari, ada seseorang yang mengikuti ku dari belakang.
Lalu, di suatu jalan yang gelap, dan tersembunyi dari hiruk-pikuk keramaian kota. Orang yang mengikuti ku tiba-tiba saja menghujamkan pisau tepat di kepalaku.
Dan, matilah aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Penampakan?
Sudah lama aku tidak merasakan yang namanya merinding. Was-was, dan jantung berdetak kencang. Sudah lama aku tidak merasakan adanya hawa yang dingin dan menusuk.
Saat ini, entah ada angin apa, aku terbangun di jam dua belas malam tepat. Suara dentingan keras besi yang di pukul terdengar dari kejauhan. Itu tanda sang penjaga malam sedang melakukan tugasnya. Di setiap satu jam, dia akan memukul besi sesuai jam berapa saat itu.
Aku sudah yatim piatu. Ya, buat kalian yang sudah membaca buku pertamaku, kalian pasti sudah tahu bagaimana ceritanya. Aku memang masih punya saudara, tapi mereka jauh di negara antah berantah karena mengemban tugas negara. Dia secara rutin mengirim uang bulanan kepadaku untuk kehidupan ku sehari hari. Tapi, bukan itu yang ingin aku ceritakan.
Aku duduk termenung di sudut ranjang tempat tidurku saat ini. Cerita Udin, dan bagaimana wajahnya ketika mengintip dari balik jendela rumahnya begitu terngiang-ngiang di kepalaku. Wajahnya memang Udin. Tapi wajahnya pucat pasi, seolah dia sedang sakit. Menurut pengalamanku selama ini, yang mengintip itu bukanlah Udin. Tapi, sosok lain yang sedang menyerupai Udin. Dia adalah setan, jin atau sebangsanya. Tapi, kenapa saat ini aku harus mengalami kejadian mistis seperti ini setelah sekian lama?
Kini, aku berjalan menuju ruang tamu. Lalu duduk di kursi besi yang dudukannya terbuat dari helaian karet warna-warni. Hidupku terasa sepi semenjak Levi mengalami hilang ingatan. Dia adalah temanku satu-satunya di jaman ini. Namun, tadi siang dia mengajak aku berbincang setelah sekian tahun. Apakah dia sudah mulai mengingat apa saja yang telah dia lupakan? I don't know gaess.
Lamunanku buyar ketika dari arah luar rumah terdengar suara gelak tawa menggelegar.
Siapa? Dia ga ada otak kah tertawa terbahak bahak seperti itu di tengah malam seperti ini? Penjaga? Sekuriti? Atau siapa kah?
Aku mengintip keluar jendela.
Sepi, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Di depan rumahku, ada pohon rambutan berukuran besar. Dan di bawahnya ada warung kecil milik tetanggaku. Lalu, ada pohon sirsak di sebelah Utara pohon rambutan. Dan di bawahnya ada tenda kecil yang di buat secara acak-acakan oleh anak pemilik warung kecil tadi. Lalu di seberang jalan sana ada rumah Udin yang berdiri kokoh.
Rumah itu gelap gulita, tidak seperti biasanya yang selalu menyalakan lampu teras rumahnya saat hari sudah menjelang magrib.
Kini pandangan ku tertuju ke rumah yang ada di sebelah barat rumahku. Rumahnya besar, milik orang kaya. Terkaya di desa Mulyorejo ini mengalahkan keluarga besar Levi yang dulunya adalah tuan tanah. Setelah kejadian santet menyantet keluargaku, dan akhirnya praktek perdukunan nya terbongkar. Akhirnya, lambat Laun kekayaan mereka mulai habis.
Set!! Bayangan hitam bergerak sangat cepat di depan rumah Udin sedunia.
Set!! Bayangan itu kembali lagi ke arahnya semula.
Set!!! Dan dalam hitungan Mili detik. Bayangan hitam itu melompat dengan kecepatan tak bisa di percaya ke arah depan rumahku, dan mendarat persis di depan tempat aku mengintip.
Sosok itu adalah Udin!! Tapi dia tidak menatap ku sama sekali. Lalu dia melompat lagi ke depan rumahnya. Lalu, masuk ke dalam rumahnya.
"Anjing. Apaan tadi?" tanpa aku sadari, aku berkata cukup kencang. Tak dapat di pungkiri, perasaan yang sudah lama hilang kini telah kembali datang.
Perasaan takut.
Nex
"Yon!!! Nono Riyonooooo!!! Kalo ga keluar tak dobrak pintu rumahmu!!" teriakan seseorang orang membangunkan aku dari tidur ku yang tidak lelap. Kejadian kemarin malam masih membekas di dalam ingatanku. "Yoonn!!! Oiii sudah siang. Nanti Elu telat, bego!!" itu suara Udin. Benar, itu suara Udin.
"Oi. Bentar." aku dengan berat hati meninggalkan ranjang ku yang nyaman untuk menemui Udin.
"Jam berapa sekarang?" kata Udin ketika pintu depan sudah aku buka. Aku menengok ke arah jam dinding. Jam tujuh lewat lima menit.
"Masih pagi. Mau kenama sih?" tanya ku.
"Sekolah lah bego!!" teriak nya.
"Elu ngelindur Tah? Sekarang hari Minggu!!"
"Nah? Lho?" Udin terlihat linglung ketika mendengar jawabanku. "Bukannya sekarang hari Sabtu?"
"Elu waras ga sih? Atau Elu beneran kesambet setan?" aku masuk lagi kedalam rumah. "Sudah ah. Gua mau lanjut tidur."
Nex
Angga dan Dika menghampiri aku dan Udin yang sedang berdebat ria di depan rumahku. "Oi, pagi-pagi sudah berisik. Kalian kenapa sih?" tanya Angga sambil memperhatikan penampilan Udin sedunia. "Elu kenapa Din? Ga papa kan dirimu?"
"Ha? Apa kamsud mu Ngga? Ngajak ribut juga?" jawab Udin sambil bercak pinggang.
"Hahaha, mau kemana? Pake seragam lengkap gitu? Ini hari Minggu, bego." sahut Dika yang di sambut tawa kami bertiga kecuali si Udin. Udin semakin keheranan.
"Ini, bukan hari Sabtu?" kata Udin pelan sambil menatap kami bertiga secara bergantian.
"Ini hari Minggu Udin benjol. Minggu. Tanggal merah, waktu libur. Paham?" kata Angga sambil tetap tertawa terbahak bahak. "Udahlah, ayok maen ke rumah. Lihat tipi, bokap gue baru beli tipi berwarna!! Kita lihat film kartun!!"
"Eh? Serius? Wah, anak orang tajir juga Lu Ngga." seru ku sambil masuk ke dalam rumah menuju kamar mandi, bersihin muka, gosok gigi, ganti baju. Dan, "Yokk. Gas Kuen!!"
Nex
Rumah Angga cukup besar, dia juga membuka warung makan lalapan dan es cendol, juga es serut. Angga ternyata mempunyai adik perempuan yang masih kelas enam SD, dia berwajah cantik, berkulit putih, berbibir mungil, dan berambut potong sebahu. Rambutnya bergelombang.
"Eh, ada teman-temannya Mas Angga. Silahkan masuk." sapa dia ketika melihat Angga pulang ke rumah diikuti oleh aku dan Udin.
"Hai. Adiknya Angga ya?" tanyaku basa basi.
"Iya. Namaku Ayu Ratna Karisma. Salam kenal." jawabnya sambil mempersilahkan kami masuk.
"Riyono." aku memperkenalkan diri. Dia tersenyum manis padaku.
"Aku Udin." Udin ikutan memperkenalkan diri. Saat Udin memperkenalkan dirinya, Ayu cuma melengos pergi begitu saja.
Nex
Kami di ajak ke ruang tengah, televisi berwarna yang ingin Angga pamerkan ke kami itu di taruh di meja berukuran besar yang di taruh tepat di bawah tangga. Tangga menuju ke lantai dua berleter L. Di tikungan tangga sana terlihat sangat suram walaupun saat ini terbilang masih pagi.
Angga mengambil remote televisi nya, dan menyalakannya tanpa menunggu kami perintah. Dan secara otomatis, kami mencari tempat duduk di lantai. Udin berada cukup dekat dengan televisi, Angga di sebelahnya. Aku duduk agak di belakang mereka, dan Ayu duduk tepat di sebelahku.
Acara Dragon ball lah yang pertama kali kami lihat di televisi. Lalu, di susul Doraemon. Lalu, let's and go. Lalu, acara favoritku, kesatria baja hitam!! Acar yang selalu aku tunggu di hari Minggu itu benar-benar menyihir ku. Selama ini aku melihat televisi hitam putih di rumahnya Udin. Dan untuk pertama kalinya melihat televisi berwarna, benar-benar memberikan kesan yang berbeda.
Di tengah-tengah acara kesatria baja hitam, di ujung mata kiriku seolah ada seseorang yang berdiri. Awalnya, aku cuek aja karena itu aku kira hanyalah bayangan suatu benda, atau saudaranya Angga yang lain. Tapi, sepertinya bukan cuma aku saja yang sadar akan hal itu. Ayu sepertinya juga melihat apa yang aku lihat. Dia bergeser dan mendekat ke arahku. Saat tangannya bersentuhan dengan tanganku, aku merasakan ada keringat dingin yang membasahi tangan Ayu.
"Mas Riyono. Jangan lihat ke arah kiri ya." bisiknya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Pokoknya jangan."
Sudah sifatnya manusia kan gaes. Kalau di larang, pasti menjadi semakin tertantang untuk melanggarnya. Begitulah aku, aku tidak mendengarkan kata-kata Ayu, dan melihat ke arah yang dia maksud.
Deg!
Jantungku seolah di pukul sekeras mungkin. Aku melihat sosok wanita berbaju hitam, berambut hitam sangat panjang, wajahnya tidak terlihat karena tertutup oleh rambutnya. Tapi, aku bisa merasakan tatapannya. Dia sedang menatap ke arah Ayu. Sosok itu....