Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Penolakan
Bab 3. Penolakan
"Maaf, aku tidak bisa, Ma," ucap Argani bersikukuh.
"Jangan egois begitu Argani! Andhira itu ibu dari penerus keluarga Atmadja. Bagaimana kalau dia membawa pergi penerus keluarga kalian?" Salah seorang sesepuh keluarganya ikut menekan putra sulung pasangan Mama Aini dan Papa Anwar.
"Tanpa aku nikahi, anaknya akan tetap bagian dari keluarga ini. Aku yakin meski tidak bersama kita, anak itu akan dirawat dengan baik oleh Andhira," balas Argani.
Laki-laki itu tidak bisa menikah dengan wanita mana pun. Akibat kecelakaan saat akan pergi honeymoon bersama Liana, membuat dia sulit untuk ereksi. Keperkasaan sebagai seorang pria hilang pada dirinya. Ya, Argani menjadi impo-ten.
Kelemahannya ini hanya diketahui oleh kedua orang tua, mantan istri, dan dokter yang mengobatinya dahulu. Argani tidak mau kekurangan dirinya ini tersebar. Selain merupakan sebuah aib dirinya, ini juga akan menjatuhkan nama baik keluarga besar Atmadja.
Mama Aini menangis tergugu. Dia sangat berharap putranya mau menikahi menantu kesayangannya itu. Andhira merupakan wanita sederhana dan patuh. Selalu bisa menempatkan diri di mana pun berada meski dirinya tidak mengenyam pendidikan sampai ke jenjang lebih tinggi.
"Jika kamu masih ingin memegang perusahaan properti milik keluarga Atmadja, maka nikahi Andhira. Jika tidak mau, kamu bisa menyerahkan jabatan itu ke sepupumu yang lain," ucap Papa Anwar langsung to the point. Laki-laki paruh baya itu pun berdiri, lalu pergi meninggalkan ruang keluarga yang luas dengan furnitur mewah dan berkelas.
Mama Aina pun mengikuti langkah suaminya. Beberapa kerabat keluarga Atmadja juga pergi satu persatu meninggalkan Argani seorang diri.
Keluarga Atmadja memiliki banyak perusahaan di beberapa bidang. Argani memegang tanggung jawab perusahaan yang bergerak di bagian properti. Sementara mendiang Andhika memegang perusahaan keluarganya di bidang pertambangan.
Terlihat Mama Aini dan Papa Anwar berjalan dengan tergesa-gesa. Melihat itu Argani bertanya-tanya.
'Ada apa? Apa terjadi sesuatu di rumah sakit?' batin Argani. Laki-laki itu mengikuti kedua orang tuanya.
***
Andhira meminta seorang perawat untuk membawanya ke ruang NICU. Dia ingin melihat putranya yang lahir semalam lewat operasi caesar.
Seorang bayi mungil terlihat di dalam sebuah inkubator dalam keadaan tertidur lelap. Air mata Andhira jatuh bercucuran ketika melihat putranya. Dia merasa kasihan karena sang anak sudah kehilangan ayahnya sebelum dilahirkan.
Masih jelas dalam ingatan Andhira percakapan dia dengan mendiang suaminya sekitar satu minggu yang lalu. Andhika begitu semangat mencari nama untuk putranya. Lalu, apa saja yang bisa mereka lakukan untuk menghabiskan waktu bersama sebagai seorang laki-laki.
Selama hampir delapan bulan pernikahannya bersama Andhika, baru satu bulan belakangan ini Andhira bisa merasakan indah dan manisnya sebuah ikatan pernikahan. Dia selalu bersabar saat menghadapi sikap suaminya yang dingin dan ketus. Namun, semua berubah setelah kejadian yang membuat laki-laki itu tidak berdaya dan membutuhkan dirinya.
Satu minggu setelah pernikahan, Andhika pulang dalam keadaan mabuk berat. Laki-laki itu merudapaksa istrinya sendiri. Hasil dari perbuatan satu malam itu membuat Andhira hamil.
Ketika sedang asyik memandangi wajah putranya, Andhira dikejutkan dengan kedatangan keluarga Andhika. Ucapan ibu tirinya tiba-tiba saja memenuhi pikirannya. Dia tidak mau dipisahkan dengan anaknya. Wanita itu tahu keluarga mertuanya memiliki banyak pengaruh dan bukan hal yang sulit jika menjauhkan putra semata wayangnya dari dia.
"Andhira, kenapa kamu di sini, Sayang?" tanya Mama Aini. "Kamu jangan banyak bergerak. Kondisi tubuh kamu belum sehat betul, masih harus banyak istirahat."
"Aku hanya ingin melihat putraku, Ma," jawab Andhira. "Ternyata dia sangat mirip dengan Mas Dhika."
Andhira tersenyum tipis. Dia senang karena memiliki mertua yang sangat baik.
"Ya, kamu benar. Dia mirip dengan Andhika," ujar Mama Aini.
Papa Anwar melirik kepada Argani yang mengikuti ke mana pun mereka pergi. Terlihat putra sulungnya itu menatap tajam kepada Andhira.
'Semoga saja mereka benar-benar berjodoh,' batin Papa Anwar dengan penuh harap.
Andhira kembali ke ruang rawat inap kelas VVIP. Ternyata di sana sudah ada Pak Bagas dan Bu Rosdiana. Wanita itu menatap jengah pada keduanya. Dia sudah bisa membayangkan apa yang akan mereka lakukan kepadanya. Apalagi kalau bukan memaksanya untuk menikah dengan Argani.
"Eh, besan. Ternyata ada di sini juga," ucap Bu Rosdiana basa-basi sambil tersenyum manis.
"Iya, nengok mantu dan cucu," balas Mama Aini.
"Maaf sekali tadi pagi tidak bisa ikut mengantar ke pemakaman karena harus menjaga Andhira di sini?" ujar Bu Rosdiana masih memasang wajah ramah.
"Dhira, Papa mau bicara hal yang penting," ucap Pak Bagas.
Andhira diam karena sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh ayahnya. Hanya ada uang, uang, dan uang, dalam pikiran ayah kandungnya.
"Katakan saja, Yah," balas Andhira.
"Bagaimana kalau kamu dan Argani menikah? Demi bayi mungil itu!" kata Pak Bagas langsung ke inti pembicaraan.
Senyum kecut tercipta dari bibir pucat milik Andhira. Kuburan suaminya saja masih basah, sekarang ayahnya malah menyuruh menikah lagi dengan kakak iparnya.
"Yah, Mas Dhika baru saja meninggal! Tidak pantas kita membicarakan hal ini. Aku tekankan lagi, kalau aku tidak mau menikah!" balas Andhira dengan tegas.
Mata Pak Bagas melotot mendengar ucapan Andhira. Rasanya dia ingin memaki atau bahkan memakinya putri kandungnya sendiri.
Argani merasa senang dengan jawaban Andhira. Dia juga pasti akan menolak jika berada di posisinya. Orang gila mana yang menyuruh anaknya menikah di hari duka dalam hidupnya.
"Andhira, kamu mau hidup luntang-lantung di jalan ibu kota ini? Pikirkan nasib anakmu itu!" bentak Bu Rosdiana yang kini suka ikut campur urusannya dengan terang-terangan.
Mama Aini tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia akan menjamin menantu dan cucunya hidup berkecukupan. Begitu juga dengan Papa Anwar. Harta keluarga mereka banyak dan tidak akan habis cuma memberikan puluhan juta tiap bulannya untuk keperluan Andhira dan putranya.
"Siapa yang akan menjaga dan melindungi kalian nanti? Ayah hanya ingin kamu dan bayimu itu hidup terjamin dan ada yang melindungi," kata Pak Bagas dengan lembut kali ini.
Andhira memalingkan muka dari mereka. Dia tidak suka ditekan seperti ini. Mereka tidak pernah memikirkan apa yang sedang dirasakan olehnya.
"Jika kamu masih ingin bersama anakmu, maka kamu harus mau menikah dengan Argani, karena bayi itu adalah penerus keluarga Atmadja. Bayi itu milik mereka," ucap Bu Rosdiana memberi ancaman.
Mama Aina dan Papa Anwar terkesiap mendengar ucapan Bu Rosdiana. Tidak ada yang salah dengan ucapan barusan, tetapi tidak juga bisa dibenarkan.
"Kalian jangan memaksa jika Andhira tidak ingin menikah untuk saat ini. Wanita mana yang langsung menikah ketika suaminya baru saja meninggal," kata Argani menyindir mereka semua.
Andhira menatap Argani. Rasanya dia ingin berterima kasih kepada kakak iparnya itu.
"Sebaiknya kita pikirkan lagi setelah beberapa bulan ke depan," lanjut sang duda dan itu membuat Andhira berdecih.
***
cepat² lah tobat pak Bagas, sama nenek peyot.🤭 gregetan bgt sumpah