NovelToon NovelToon
Talak Di Malam Pertama (Kesucian Yang Diragukan)

Talak Di Malam Pertama (Kesucian Yang Diragukan)

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintamanis / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Wanita Karir / Naik Kelas
Popularitas:8.6M
Nilai: 4.8
Nama Author: Rositi

“Meski kita sudah menikah, aku tidak akan pernah menyentuhmu, Mbi. Haram bagiku menyentuh wanita yang tidak mampu menjaga kesuciannya seperti kamu!” Kalimat itu Ilham ucapkan dengan tampang yang begitu keji, di malam pertama mereka.

Selain Ilham yang meragukan kesucian Arimbi walau pria itu belum pernah menyentuhnya, Ilham juga berdalih, sebelum pulang dan menikahi Arimbi, pria itu baru saja menikahi Aisyah selaku putri dari pimpinan tertinggi sekaligus pemilik pondok pesantren, Ilham bernaung. Wanita yang Ilham anggap suci dan sudah selayaknya dijadikan istri.

Arimbi tak mau terluka makin dalam. Bertahun-tahun menjadi TKW di Singapura demi membiayai kuliah sekaligus mondok Ilham agar masa depan mereka setelah menikah menjadi lebih baik, nyatanya pria itu dengan begitu mudah membuangnya. Talak dan perpisahan menjadi satu-satunya cara agar Arimbi terbebas dari Ilham, walau akibat talak itu juga, Arimbi mengalami masa-masa sulit akibat fitnah yang telanjur menyebar.

(Merupakan kisah Mas Aidan, anak Arum di novel : Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4 : Tidak Ada Perjanjian Dan Tidak Bisa Digugat

“Mbi, masalah uang dan pengabdian kamu selama ini kan sudah aku tebus dengan aku yang menepati janjiku yaitu menikahi kamu. Namun karena kemarin malam kamu meminta talak, berarti semuanya selesai. Sudah tidak ada yang perlu diributkan karena soal uang pun, aku tidak pernah memaksa,” ucap Ilham lembut sekaligus berwibawa. “Kamu sudah tidak bisa menuntut apa pun karena kamu sudah bukan istri aku. Kecuali kalau kamu istri aku, aku pasti akan berusaha memenuhi kebutuhan sekaligus tuntutan kamu karena itu sudah menjadi kewajibanku.”

“Dikembalikan saja ke Mas, ... Mas punya malu enggak, makan uang dariku yang kata Mas haram?! Pokoknya aku enggak mau tahu, balikin semua uangku yang sudah Mas Pakai! Enak saja, buat ibuku saja, aku bela-belain hutang dan aku rela jadi pembantu kerja enggak kenal waktu. Sekarang setelah aku sudah bikin kamu sukses dan kamu dapat yang jah lebih menguntungkan dari aku, kamu menganggap hubungan kita sebagai gotong royong! Kamu merasa tidak pernah memaksa.”

“Memang tidak sampai ada perjanjian hitam di atas putih karena niat awal kita bersama pun untuk maksud baik,” lanjut Arimbi yang sudah langsung ditahan oleh Ilham.

“Nah, itu yang aku maksud, Mbi. Enggak ada hitam di atas putih, jadi andai kita enggak jadi, ya sudah,” sela Ilham.

“Sudah dengkulmu?! Uangku yang kamu pakai enggak jumlah ribuan, ratusan, atau malah jutaan. Ratusan juta karena aku pun sampai jual sawah jatah warisanku, Mas! Tahu malu dikit kenapa, kamu? Balikin uang-uangku. Kalau kamu belum ada ya usaha, jual rumah kek. Jual otak kamu juga enggak apa-apa daripada dipakai kamu tapi cuma kamu pakai buat fitnah orang yang kamu anggap kotor rendahan seperti aku!” Arimbi sudah sangat ingin mengamuk. Di hadapannya, Ilham yang sudah berdiri menjadi sibuk menghela napas dan tak hentinya beristigfar, sungguh pemandangan yang sangat membuat orang tak mungkin menganggapnya sebagai orang bejad.

“Istighfar dan kata-kata apalagi janji manis, enggak bisa tiba-tiba ngasilin uang tanpa adanya ikhtiar, usaha, kerja, Mas! Karena jangankan orang rendahan seperti aku, orang kaya saja kalau memang enggak jadi, bahkan pihak laki-laki, biasanya wajib balikin.” Namun Arimbi terlanjur yakin, uang yang ia pakai untuk Ilham, tidak akan pernah ia miliki lagi.

“Jadi bagaimana, Ham? Kapan kamu mau balikin uang Rimbi? Bukan berarti karena kamu sudah menikahinya, kamu merasa itu sudah cukup, ya. Kamu enggak bisa gitu!” tegas Agung yang lama-lama juga jadi muak kepada Ilham. Ia sampai tidak betah duduk dan sudah ingin mengamuk Ilham.

“Ratusan juta itu banyak. Rimbi sudah habis-habisan modalin kamu. Kemarin pas Ibu amputasi, kamu sama sekali enggak mau pusing, kan? Nah, dari situ saja saya sudah merasa kamu enggak beres!” lanjut Agung.

Ilham menghela napas dalam kemudian kembali beristigfar. “Dari awal yang saya takutkan begini. Saya enggak minta apa lagi memaksa, tapi pas giliran enggak jadi dan itu pun karena kesalahan sendiri, diungkit-ungkit terus.”

“Maksud kamu bilang begitu apa? Sudah cukup bilang, mau balikin apa urusan sama polisi saja?!” kesal Arimbi.

Ilham menggeleng tak habis pikir. “Ya sudah, Romo Kyai, ... urusan saya dengan mereka benar-benar sudah beres. Paling nanti kalau sudah ada rezeki, pelan-pelan saya ganti biar kesannya enggak makan hak orang!” yakin Ilham lembut sambil menghadap sang bapak mertua yang duduknya dikawal oleh dua orang santri bertubuh tegap.

“Emang itu hak aku, loh, Mas. Itu hak ibuku. Kalaupun Mas merasa itu tidak ada perjanjian kuat, harusnya Mas enggak pura-pura amnesia, dulu Mas juga yang kasih rencana, di depan keluargaku. Kita sama-sama berjuang buat bangun masa depan lebih baik, selagi kita belum menikah dan punya anak. Jadi, Mas beneran wajib balikin!” tegas Arimbi sambil menangis-nangis. “Kalaupun enggak keluar semuanya, paling tidak Mas wajib balikin sembilan puluh sembilan persen. Karena dua persen pun bahkan walau Mas kecelakaan terus fatal hingga Mas punya alasan sulit balikin, aku enggak ikhlas kalau itu buat tukang fitnah sekelas Mas yang berlindung di pendidikan sekaligus agama Mas!”

Arimbi menyeka setiap air matanya yang terus berjatuhan, mewakili perjuangannya yang penuh kepedihan ketika mengais rezeki di negara orang tanpa kenal waktu.

“Kamu yakin, urusan kamu sudah selesai sama dia?” ucap pria terbilang sepuh yang Ilham panggil Romo kyai itu.

Menatap serius sang bapak mertua, Ilham mengangguk yakin. “Iya, Romo. Seperti yang saya katakan dari awal. Keadaan saya memang begini. Majun kena, mundur lebih-lebih. Makanya, sebelum saya pulang, saya sengaja menikahi Aisyah dulu ....”

“Karena pada kenyataannya menang ada yang diincar, makanya Mas buru-buru menikahi Aisyah.” Arimbi berucap tegas sekaligus cepat. Ia benar-benar sudah lelah, tak mau berurusan dengan Ilham lagi walau pria itu harusnya mengembalikan uang-uangnya.

“Sekarang gini saja. Yang namanya karma kan masing-masing juga yang buat. Walau tidak langsung terbukti, kits lihat saja apa yang terjadi. Namun jujur, di sini saya merasa dimanfaatkan. Saya merasa rugi lahir batin karena selain saya rugi waktu dan juga banyak uang sekaligus tenaga, saya juga sampai difitnah terbiasa berzina dengan majikan hingga saya punya banyak uang. Terakhir, saya juga sampai difitnah sedang hamil, tapi karena tidak terbukti, saya dituding sudah aborsii!” tegas Arimbi. “Doaku buat kamu masih sama, Mas. Semoga kamu diberi umur panjang agar kamu masih bisa mempertanggung jawabkan kelakuanmu yang sangat kejam.”

“Kalaupun setelah ini hidupku jadi dipenuhi fitnah, ... bismilah, semoga fitnah-fitnah itu kembali ke yang buat!” Tanpa pamit, Arimbi langsung jongkok di depan sang mamah yang awalnya masih duduk. Ia pergi dari sana sambil menggendong mamaknya.

Tak beda dengan sang adik, Agung juga menatap Ilham penuh kekecewaan. Tak lupa, ia kembali menagih uang yang memang hak Arimbi kepada Ilham. Masalahnya, Ilham yang sok pintar sekaligus sok alim, sama sekali tidak masalah dengan sikap mereka. Termasuk walau sang bapak mertua mengingatkan Ilham untuk pelan-pelan mengembalikan uang Arimbi. Ilham tetap dengan keyakinannya bahwa dirinya tidak bersalah.

Pak RT maupun Pak RW yang ada di sana juga langsung pamit tanpa banyak berani berkomentar, walau mereka juga sampai memberi masukan, meminta Ilham untuk mulai menyicil mengembalikan uang Arbi.

“Kalau memang uang itu enggak keluar, di ikhlasin saja, Mbi. Toh enggak akan berkah juga buat mereka. Syukur-syukur memang keluar, biar kamu cepat beres urusannya sama ibu Irma. Ibu Irma kan terkenal kejam. Suaminya saja rentenir dan sekarang, ibu Irma juga ikut belajar jadi rentenir,” ucap ibu Warisem yang masih membiarkan tubuhnya digendong sang putri melalui jalanan licin.

“Tapi nanti aku mau coba konsultasi ke mas Aidan, Bu,” balas Arimbi.

“Mas Aidan itu siapa?” balas ibu Warisem.

“Dia itu pengacara yang menangani kasus Mas Rio. Mas Rio anak pertamanya ibu Irma kan jadi korban tabrak gitu, Bu. Nah, nanti aku maun konsultasi ke mas Aidan kalau beliau mampir ke rumah ibu Irma. Kata mas Rio sih, rumah Mas Aidan ada di dekat alun-alun kota, Bu.”

Mas Aidan, putra pertama Arum yang ternyata mengikuti jejak Kalandra, ayah sambungnya.

1
Nandang cslk
Aiden keren 👍
Anonymous
ojanku tamat 😂
Anonymous
q yg baca aja cekikikan 🤣🤣🤣
Anonymous
tabrak aj ojan 🤣🤣
Noryta Agustikakinata
sukurin
Noryta Agustikakinata
ubtubg mama ilham dak pingsan
Noryta Agustikakinata
harus lapor polish
Anonymous
mampus 🤣🤣
Anonymous
laki" gak tau diri ilham iku 🙄🙄
Sami
seru kasian chole,,,semoga beriring nya waktu suaminya bucin
Eka Meilyan Sari
Luar biasa
Fe
sumpah aku ga habis fikir sama para pembaca yg hanya melihat dari sisi buruknya saja.. namanya novel kan dunia halu.. masak harus kamu yg nentuin kalo org muslimah harus kaya gimana, ya suka2 authornya lah.. kan yg penting enggak merugikan orang lain kan.. ada kok di dunia nyata kerja jadi guru di ponpes kelakuan minus kan.. tetep semangat ya kakak author
Fe
weh pak Haji ojan kamu belum tau kalau aisyah ga pakek cadar ditambah lagi pas nyengir.. behh pingsan deh kamu ntar wkwk
Fe
ini mah kaya kisah nyata.. bener2 kaya yg real gitu gasih malah bagus loh..
Fe
🤣🤣🤣🤣🤣
Fe
tukang tipu kena tipu wkwk kasian amat lu ham
Eva Nietha✌🏻
🤣🤣🤣 kocak ojan
Meita Fitriani
Luar biasa
riana irma
🤣🤣🤣🤣🤣🤣......om jin.......
riana irma
wkwkwkwk.....masyaallah /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!