Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia ...
Rafi kini ikut Yaya ke minimarket. Mereka memilih barang yang ingin mereka beli sambil mengobrol seputar apa yang mereka lewati hari itu.
"Mbak Yaya, Rafi, wah kebetulan banget ketemu kalian di sini," ujar Nora.
"Eh, kamu." Yaya tersenyum. Nora pikir Yaya memang benar-benar saudara Rafi. Ia pun berniat mendekati Rafi melalui Yaya.
"Mbak, mau beli apa? Mau aku bantu?"
"Ah, aku bisa sendiri kok. Kamu tinggal di sekitar sini juga?"
Nora mengangguk sambil mensejajari langkah Yaya. Rafi berdecak. Padahal ia ingin berduaan saja dengan Yaya, tapi Nora justru hadir.
"Mbak, Mbak itu kakak perempuannya Rafi, sepupu, atau saudara jauhnya?" tanya Nora iseng. Ia tak punya bahan obrolan, jadi ia bertanya hal itu.
"Eh, aku ... "
"Kamu kepo banget sih jadi orang. Mau dia kakak perempuan aku, saudara jauh, atau bukan, itu bukan urusanmu," ucap Rafi sedikit ketus.
Bukan tanpa alasan ia bersikap demikian, sebab di rumah sakit, Nora selalu menyebarkan rumor kalau mereka sedang melakukan pendekatan. Sebenarnya itu bukan urusan Rafi. Mau Nora suka padanya atau tidak, itu hak Nora sendiri. Tapi lama-lama Rafi merasa risih sebab hampir setiap orang yang bekerja di rumah sakit dan mengenal mereka selalu menghubung-hubungkan dirinya. Apalagi saat ia sedang mengobrol dengan rekannya yang berbeda jenis kelamin, maka akan ada yang menyindir-nyindirnya seolah ia sudah berselingkuh dari Nora.
Yaya sontak terkejut dengan respon Rafi. Pun Nora yang merasa malu dengan Yaya. Karena ia pikir Yaya benar-benar saudara Rafi membuatnya benar-benar malu.
"Raf, kamu nggak boleh begitu. Dia 'kan teman kerja kamu," tegur Yaya.
"Mbak habis ini mau kemana? Makan nasi goreng di simpang sana yuk. Enak lho nasinya. Ada ekstra ikan asinnya juga," ajak Rafi mengalihkan perhatian agar tidak membahas tentang Nora lagi.
"Wah, beneran! Mbak mau lah. Kamu Ra, mau ikut nggak?" tawar Yaya yang merasa tak enak hati dengan Nora. Tak mungkin 'kan ia mengusir atau meninggalkannya begitu saja.
"Wah, Nora juga mau, Mbak. Kebetulan Nora juga laper," sahut Nora kegirangan. Bahkan ia sudah tersenyum lebar sekali.
"Ck, Mbak ngapain sih ngajak dia?" protes Rafi.
"Raf, nggak boleh gitu lah. Ya udah, yuk kita ke kasir dulu."
"Sini, Mbak,biar Rafi aja yang bayar!" Rafi meraih gagang keranjang belanja Yaya sehingga tangan mereka bersentuhan.
Degh ...
Jantung keduanya jadi deg-degan sendiri
"Mbak bisa bayar sendiri kok, Raf," ujar Yaya salah tingkah.
"Nggak papa, Mbak. Sekalian aja. Udah ah, sini!" Rafi menarik keranjang itu dari tangan Yaya. Yaya pun akhirnya pasrah menyerahkan keranjang belanjaannya.
Melihat kedua orang itu tampak salah tingkah, membuat mata Nora sedikit memicing. Ia bisa melihat ada interaksi yang tidak biasa diantara keduanya.
...***...
"Kenapa wajahmu ditekuk gitu sih, Ra? Habis dari mana?" tegur kakak Nora. Ia baru saja kembali dari makan malam dengan Yaya dan Rafi. Seharusnya ia senang bisa ikut makan malam dengan laki-laki pujaan hatinya, tapi sayang, hasil tak sesuai ekspektasi. Bukannya senang, ia justru berakhir bete. Itu karena Rafi yang bukan hanya mengabaikannya, tapi juga lebih memperhatikan Yaya. Selalu saja Yaya. Apa-apa Yaya. Jelas saja Nora yang melihatnya kesal sendiri.
"Habis makan malam sama Rafi, Kak."
"Lho, seharusnya kamu seneng dong bisa makan malam sama Rafi. Tapi kok mukamu kecut gitu. Ngalah-ngalahin asemnya jeruk purut," seloroh sang kakak yang masih duduk di tempatnya. Nora menghempaskan bokongnya tepat di samping sang kakak. Lalu ia merebahkan kepalanya di pundak kiri sang kakak. Sang kakak tersenyum kecil melihat tingkah sang adik yang masih begitu manja padanya.
Sang kakak memang sudah tahu kalau adiknya itu menyukai salah satu rekan koasnya. Sang kakak yang juga dokter di rumah sakit tersebut tentu tidak keberatan sebab Rafi bukan hanya calon dokter yang cekatan, ia pun tampak, ramah, dan baik hati.
"Gimana nggak kesel, Kak, Rafi sibuk sama kakak perempuannya aja. Sementara dengan aku, uh cuek bener. Jangankan perhatian, noleh aja kayak alergi banget. Apa aku kurang cantik ya, Kak, makanya Rafi nggak tertarik sama sekali sama aku?" Nora menangkup ke wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Bibirnya mengerucut, terlihat lucu di mata sang kakak.
"Kata siapa kamu nggak cantik? Kamu cantik kok. Mata Rafi aja yang siwer jadi nggak bisa ngeliat kecantikan kamu," sahut sang kakak yang bukannya menasihati kalau kecantikan saja tidak menjadi patokan untuk seseorang jatuh hati karena perkara hati memang tidak bisa dipaksakan sama sekali.
"Bener, matanya siwer. Tapi dia sama kakak perempuannya malah baik pake banget. Perhatiannya tuh udah kayak pasangan kekasih aja. Nora jadi iri liatnya," ujar Nora dengan ekspresi bersungut-sungut. Terus terang saja, ia benar-benar cemburu melihatnya.
"Kakak perempuan? Perasaan Rafi itu nggak punya kakak perempuan deh. Yang ada saudara laki alias adik laki-laki. Kakak 'kan pernah baca bio dia," ujar sang kakak yang teringat betul kalau Rafi itu tidak memiliki saudara perempuan. Apalagi di rumah sakit itu, Rafi menjadi asistennya jelas sedikit banyak ia mengetahui tentang identitas Rafi. Termasuk siapa ayah Rafi. Oleh sebab itu, saat mengetahui adiknya menyukai Rafi, laki-laki yang tak lain adalah dokter Elvan itu setuju.
Nora yang mendengar hal itu sontak menegakkan punggungnya. Ia baru tahu akan hal itu.
"Eh, serius, Kak? Tapi Rafi memperkenalkan perempuan itu sebagai kakak perempuannya. Soalnya usianya kelihatan lebih dewasa gitu. Cantik sih. Nggak terlalu nampak kalo usia mereka berbeda, tapi dari penampilan dan gaya bicaranya, emang terkesan dewasa gitu. Walaupun dari mukanya nggak begitu mencolok karena emang rada baby face gitu mukanya. Mana mukanya rada mirip, jadi aku langsung percaya aja pas perempuan itu bilang kalau dia saudara perempuan Rafi."
"Oh ya? Tapi kakak ingat bener lho dia itu cuma dua bersaudara. Kalau adiknya juga masih SMA."
"Hah, serius? Jadi perempuan itu siapanya Rafi? Apa sepupunya ya?"
"Memangnya siapa nama saudara perempuannya itu?"
"Yaya. Nama panjangnya aku lupa. Cuma Rafi selalu memanggilnya Mbak Yaya."
"Yaya?" Dokter Elvan sedikit familiar dengan nama itu, tapi ia tidak ingat siapa sebab yang ia ingat nama Yaya adalah Rayana. Ia lupa kalau nama panggilan Rayana adalah Yaya.
"Kamu punya fotonya?" tanya dokter Elvan penasaran.
"Ah, kebetulan aku punya. Sebentar."
Kebetulan tadi setelah makan nasi goreng, Nora mengajak Yaya berfoto. Ia melakukan itu berharap Rafi bisa ikut nimbrung, tapi sayang, Rafi tidak mau ikut berfoto sama sekali. Bahkan saat Yaya memintanya. Alhasil, Nora hanya memiliki foto ia dan Yaya saja.
Nora lantas menunjukkan foto ia dan Yaya di warung nasi goreng tadi. Dokter Elvan menerima ponsel itu dan seketika membelalakkan matanya setelah melihatnya.
"Dia ... " seru dokter Elvan dengan mata terbelalak.
...***...
Alhamdulillah, sakit kepalanya udah agak mendingan jadi bisa double up. Ganti yang kemarin pendek banget. ☺️☺️☺️
...Terima kasih doa dan dukungan kakak semua. Good night....
... 🥰🥰🥰...
...Happy reading 🥰🥰🥰 ...
yang dapat menyebabkan bengkak dan kembung selama 9 bulan
lanjut bosquu