NovelToon NovelToon
KUTUKAN 99 HARI

KUTUKAN 99 HARI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Matabatin / Mata Batin / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror / Hantu
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Tsaniova

Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.

Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.

Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.

Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.

Jam Update pukul 9.00 pagi dan malam pukul 19.00 wib

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hana Kesurupan

Dengan perasaan kesal dan berpikir masih diikuti, Junaidi pun menggerutu membuatnya yang sedang berjalan kaki menjadi pusat perhatian bagi siapa yang melihat.

"Gua udah bilang, gua nggak lihat lu, berhenti ngikutin gua, gua nggak punya apa-apa yang lu cari!" ucapnya dengan terus berjalan lurus menuju warung yang ada di seberang jalan, karena itu dia terlihat sedang bicara sendiri sampai ada anak kecil yang sedang bermain mobil-mobilan bertanya, "Om, Om kenapa?"

Junaidi pun menghentikan langkah, dia menoleh mencari-cari dia yang bergaun putih.

"Huft, syukurlah kalau dia udah nggak ngikutin," gumamnya dan pria berkaos polos putih itu melanjutkan langkahnya, mengabaikan anak kecil yang masih memperhatikan.

Sesampainya di warung makan, Junaidi yang baru melangkahkan kakinya masuk itu seketika terdiam, hatinya begitu berdebar saat matanya saling tatap dengan sosok yang terbungkus kain putih usang, wajahnya hitam pekat, mata melotot ke arahnya.

"Kayanya mulai sekarang gua harus ngafalin ayat kursi, dah," gumam Junaidi seraya berbalik badan, dia keluar dan sesekali menoleh ke dalam dan saat itu, Junaidi melihat sosok tersebut sedang mengeluarkan cairan atau lendir dari mulutnya di atas makanan para pembeli.

"Ueekk!" Seketika, Junaidi merasa mual, dia pun memuntahkan isi perutnya yang baru terisi hanya air putih saja dan menyesal karena telah berlangganan di warung makan tersebut.

"Tidaaaaaaakk!" Junaidi pun berteriak dengan menatap langit yang terlihat cerah, dia frustasi mengetahui dirinya selama ini makan dibumbui kuah iler dari pocong.

Sekarang, Junaidi menangis dengan berlutut di tepi jalan, ingin memuntahkan semua isi perutnya. Tapi, Junaidi sedikit lega saat mengingat semua makanan dalam perutnya sudah menjadi kotoran.

Tapi, bayangan menggelikan saat mulutnya mengunyah makanan yang sudah terkontaminasi iler pocong itu masih mampu membuatnya merinding.

Sekarang, pria tampan berkaos polos putih itu bangun. "Ada untungnya juga bisa lihat hantu, gua jadi tau mana rumah makan jujur dan nggak," gumam Junaidi dalam hati.

Kemudian, Junaidi pergi ke minimarket sebelah, dia membeli roti sobek juga sekotak susu coklat. Singkat cerita sekarang, Junaidi sudah berada di depan kamar kosnya dan dia mendapatkan panggilan dari adiknya yang menanyakan uang.

"Mas, gimana?" tanya Hana.

"Nanti, Mas pilihin sepatunya dulu buat kamu baru kirim," jawabnya seraya membuka pintu kamar kosnya.

"Mas, Hana mau pilih sendiri, Mas kirim uangnya aja, ya," pinta Hana dengan sedikit merengek, mendengar itu, Junaidi pun mengiyakan.

"Hana mau beli bareng temen, boleh kan, Mas?" tanyanya.

"Iya, ya udah ntar Mas ke konter dulu buat kirim uang," jawab Junaidi.

Selang beberapa hari, Junaidi yang sudah mulai terbiasa dengan kondisinya saat ini pun ingin beraktivitas normal kembali. Sekarang, Junaidi yang mendapatkan orderan pun memakai helmnya dan saat itu juga Marni menghubunginya.

"Halo, Bu. Ada apa?" tanya Junaidi, dia berpikir negatif lebih dulu dengan mengira kalau Marni akan membahas uang.

"Kamu sibuk nggak? Ibu pengen ngobrol," sahutnya dengan sedikit berbisik.

"Ngobrol apa, Bu? Juna dengerin." Junaidi mendengarkan seraya naik ke motornya, duduk di atas motornya yang dia standar dua.

"Begini, adik kamu setelah pulang dari jalan-jalan, dia agak beda, tingkahnya aneh, ibu takut, Jun," desis Marni, jantungnya berdebar-debar, sesekali melirik pada Hana yang tak berhenti menatap dirinya di cermin, berlenggak-lenggok kecentilan.

"Jalan-jalan? Kok, Juna nggak tau, Bu," tukas Junaidi, dahinya mengernyit, hatinya penuh tanda tanya.

"Lho, kata Hana udah ijin sama kamu, kamu juga yang kirim uang buat ongkos, kan?" Marni bertanya dan sekarang, mereka sadar kalau Hana sudah berbohong.

"Sudah, kita bahas di rumah saja. Kamu pulang ya, Jun. Ibu khawatir, mana adik kamu sesekali nyengir sendiri di kaca," sambung Marni, setelah itu, dia pun memutuskan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban sang putra.

****

Adzan maghrib berkumandang, Marni yang berdiri di tengah pintu kamar Hana itu mengetuk pintu, memberitahu sang putri akan kehadirannya, Hana yang sedang duduk di tepi ranjang dengan menyisir rambutnya itu menoleh, dia tersenyum tipis.

"Hana, udah maghrib, kita sholat dulu, yuk!" ajak Marni seraya menatap putrinya yang terlihat menakutkan.

"Sholat?" tanya Hana seraya mengangguk, lalu menggeleng dengan mata yang terpejam, seolah merasa dirinya sangat cantik, kemudian, dia kembali membuka mata lebar, menatap tajam Marni yang sedikit tersentak.

"Astaghfirullah," ucap Marni seraya mengusap dadanya yang berdebar kencang, dia merasa kalau Hana bukanlah Hana, apalagi dengan tatapan tajamnya itu.

"Kamu aja sana," jawab Hana lagi seraya kembali memperhatikan dirinya di cermin lemarinya dan anehnya lagi, Hana yang sebelumnya tak pernah menyanyikan lagu Jawa itu bersenandung.

Mendengar alunannya membuat Marni merinding, seluruh bulu halusnya berdiri saat ini. Lalu, wanita berambut pendek itu menutup pintu kamar Hana lagi.

Sekarang, Marni kembali menghubungi sang putra. Junaidi yang sedang mengantarkan penumpang ke stasiun itu tak segera menerima panggilannya, karena itu, dia pun mempercepat laju kendaraannya.

Sesampainya di stasiun dan setelah penumpang turun, Junaidi pun menghubungi ibunya. "Bu, Juna pulang malam ini, ada apa?" tanyanya.

"Kalau bisa cepet, mah, cepetan! Adik kamu aneh banget, Jun! Apa Ibu bawa ke orang pinter aja, ya?" tanya Marni dan saat itu juga ponselnya melayang karena Hana yang mendengar itu tiba-tiba saja mengambil ponsel Marni, gadis berusia delapan belas tahun itu diam-diam sudah berdiri di belakang ibunya, dia juga membanting ponsel tersebut.

"Bu?" panggil Junaidi saat salurannya tiba-tiba terputus.

"Duh, ada apa, sih? Bikin khawatir aja," gumam Junaidi yang ingin kembali ke kos untuk mengambil beberapa barangnya. Tapi, karena begitu risau memikirkan mereka yang ada di rumah, Junaidi pun mengurungkan niatnya.

Pria berjaket ojol itu mencari penitipan motor terdekat dan segera membeli tiket pulang kampung dadakan ini. Selama di perjalanan, Junaidi yang mencoba tenang itu terus memejamkan matanya. Ya, Junaidi berpura-pura seolah tak melihat mereka yang tak kasat mata.

Sementara itu, Hana tengah kedinginan sedang duduk di bawah pohon, dia menahan tangis, menyembunyikan wajahnya di antara dua lututnya.

"Riri, Sita, kalian dimana?" tanya Hana dalam hati. Hana yang tak berani membuka mata saat gelap menyapa ini hanya bisa pasrah menunggu siang datang.

"Aneh, kenapa aku selalu bolak-balik disini, aku capek, aku laper." Hana bicara dalam hati.

"Mas Juna, tolongin Hana, Mas," rintihnya membuat Junaidi yang berpura-pura tidur segera membuka mata lebar.

"Hana," ucap Junaidi dengan lirihnya, entah mengapa tiba-tiba saja dia seolah mendengar Hana memanggilnya.

Sementara itu, di rumah Marni, wanita berbadan kurus tersebut dimintai untuk menyisir rambut putrinya. "Han, udah malem ini, nyisir terus juga nanti bisa bikin rambut kusut, lho," ungkap Marni.

Deg! Dengan cepat tangan Hana segera menahan pergelangan tangan ibunya, tanpa banyak bicara Hana bangun dari duduk, dia membuka pintu kamarnya.

Seolah mengerti kalau Hana mengusirnya dari kamar, Marni pun segera keluar dan saat itu juga dia mengambil kunci yang menggantung di pintu.

Klek... Klek! Marni mengunci pintu kamar Hana dari luar.

1
🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞
Kebanyakan enncumm tu pikiran tman mu juneddd😂
🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞: Tak perlu 😂
Tsaniova: 😂😂😂😂 jangan kasih clue
total 4 replies
Aono Morimiya
🌟Saya sering membawa cerita ini ke kantor untuk membacanya saat waktu istirahat. Sangat menghibur.
Tsaniova: Terima kasih, kak. 😇😇
total 1 replies
Sukemis Kemis
Aku suka banget ceritanya, terus berinovasi ya thor!
Tsaniova: Alhamdulillah, makasih akak. 😇😇😇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!