Fujimoto Peat, aktris papan atas yang dimanja oleh dunia glamor berlibur ke pulau tropis. Di sana ia bertemu Takahashi Fort yang merupakan kebalikan sempurna dari dunianya.
Pertemuan mereka memicu percikan antara pertemuan dua dunia berbeda, keanggunan kota dan keindahan alam liar.
Fort awalnya menolak menjadi pemandu Peat. Tapi setelah melihat Peat yang angkuh, Fort merasa tertantang untuk ‘’mengajarinya pelajaran tentang kehidupan nyata.’’
Di sisi lain, ada satu pasangan lagi yang menjadi pewarna dalam cerita ini. Boss, pria kocak yang tidak tahu batasan dan Noeul, wanita yang terlihat pemarah tapi sebenarnya berhati lembut.
Noeul terbiasa menjadi pusat perhatian, dan sikap santai Boss yang tidak memedulikannya benar-benar membuatnya kesal. Setiap kali Noeul mencoba menunjukkan keberadaannya yang dominan, Boss dengan santai mematahkan egonya.
Hubungan mereka berjalan seperti roller coaster.
Empat orang dalam hubungan tarik ulur penuh humor dan romansa, yang jatuh duluan, kalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bpearlpul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Fort Maraton Film
Peat berdiri di atas singgasana batu besar, mengenakan gaun gelap dengan ornamen emas yang memancarkan aura jahat. Matanya dipenuhi kemarahan yang membara, dan dengan suara penuh keagungan, ia menyuarakan ancaman terakhirnya.
‘’Dunia ini telah lama melupakan rasa takut. Tiga Dunia harus dihancurkan untuk menciptakan satu kekuasaan baru, milikku!’’
Ketujuh Dewa berdiri berjajar di hadapannya, masing-masing dengan senjata mereka.
Pemimpin mereka, seorang aktor berwajah tegas, maju dan berkata, ‘’Kami telah bersumpah untuk melindungi dunia, bahkan jika itu berarti mengorbankan segalanya. Hari ini, takdirmu berakhir di sini, Dewi Iblis!’’
Pertempuran dimulai dengan ledakan besar. Cahaya energi berwarna-warni menyelimuti lokasi syuting, menciptakan efek kehancuran yang spektakuler. Peat sebagai Dewi Iblis, melompat turun dari singgasananya dengan elegan, melepaskan serangan mematikan yang membuat tanah retak dan udara bergetar.
Adegan itu penuh dengan koreografi yang intens. Para aktor bertukar pukulan dengan kombinasi pedang, sihir, dan kekuatan super. Kamera menangkap setiap gerakan mereka dalam detail yang mengesankan, sementara efek visual menambah dimensi epik pada pertarungan.
Ketegangan mencapai puncaknya ketika salah satu Dewa menyerang dengan kekuatan terakhirnya, mengorbankan diri untuk melindungi rekan-rekannya.
Sutradara berhenti sesaat untuk memastikan semua aktor tetap fokus dan memberi isyarat untuk melanjutkan dengan klimaks yang menghancurkan.
Adegan berakhir dengan ledakan besar dan kesunyian yang menegangkan, menggambarkan kehancuran tiga dunia serta tumbangnya semua karakter utama.
‘’Ok Cut! Kita lanjutkan besok lagi. Terima kasih atas kerja kerasnya.’’
Semua orang di lokasi bertepuk tangan. Peat menarik napas dalam setelah syuting yang melelahkan hingga larut malam.
Mereka pun menuju ke ruang ganti dan bersiap pulang. Para aktor tersenyum lelah tetapi tetap ramah, saling bertukar ucapan terima kasih atas kerja keras hari pertama.
Setelah semua berpamitan, Peat keluar dari lokasi bersama Krismon.
......................
Sesampainya di mansion, Peat turun dari mobil Krismon.
‘’Kerja bagus hari ini. Saat masuk nanti, langsung tidur. Kau butuh istirahat lebih dari siapapun. Jangan biarkan si bajingan liar itu mengganggumu malam ini. Aku tidak mau kelelahanmu bertambah karena ulahnya.’’
‘’Aku mengerti. Jangan khawatir,’’ senyum Peat.
‘’Baiklah, aku pergi dulu. Masih banyak yang harus diurus.’’
‘’Hn, kerja bagus hari ini dan hati-hati di jalan.’’
Setelah Krismon pergi, Peat membuka pintu. Namun, begitu ia masuk, matanya langsung terbelalak.
Fort duduk santai di sofa ruang tamu, mengenakan kaos longgar dan celana pendek, dengan segelas kopi di tangan. Di depan layar televisi, salah satu film drama romantisnya sedang diputar.
‘’Serius? Kau masih terjaga, tengah malam begini?’’
Fort menoleh. ‘’Ah, kau pulang. Selamat datang, Dewi Drama.’’
Peat menghela napas panjang, melepaskan tasnya ke kursi terdekat. ‘’Siapa yang memberimu izin untuk menonton dramaku?’’
‘’Ini hiburan. Aku bosan sendirian di rumah sebesar ini, jadi kupikir kenapa tidak mengenal Dewi Drama lebih baik?’’ tanya Fort dengan nada menggoda.
Peat memutar matanya, berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air. ‘’Aku lelah. Jika kau tidak punya hal lain untuk dilakukan selain menonton dramaku, setidaknya kecilkan volumenya. Aku mau tidur.’’
Saat ia hendak menaiki tangga, Fort berseru, ‘’Hei, tunggu! Ini bagian yang paling menarik.’’
Peat menoleh dengan alis terangkat. ‘’Apa?’’
‘’Lihat betapa emosionalnya dirimu. Kau sungguh seperti... putri yang rapuh tetapi kuat,’’ kata Fort sambil menirukan intonasi puitis lalu tertawa pelan.
‘’Kau benar-benar punya waktu untuk mengejekku sekarang?’’ tanya Peat lelah.
Fort menatapnya, senyumnya berubah menjadi lebih lembut. ‘’Tidak mengejek. Aku hanya kagum. Kau benar-benar hebat.’’
Kata-kata itu membuat Peat terdiam sesaat, tidak tahu harus merespons apa. Namun, ia segera menguasai dirinya dan menghela napas panjang. ‘’Aku akan tidur. Matikan TV-nya jika kau selesai.’’
Fort hanya tertawa kecil dan mengangguk, matanya kembali ke layar. Peat yang berbalik untuk naik ke lantai atas tersenyum kecil. Pujian Fort, meski disampaikan dengan santai, entah kenapa membuatnya merasa sedikit lebih ringan setelah hari yang panjang.