cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.
Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.
Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Aktif nya mode dewa Kei dan Reina.
Angin berdesir membawa bau anyir darah dan debu yang menyesakkan. Matahari tampak malu-malu di balik awan kelabu, menerangi medan perang yang bagaikan lukisan neraka. Ribuan mayat berserakan, membentuk hamparan merah mengerikan di antara reruntuhan bangunan yang hancur. Suara jeritan, rintihan, dan benturan senjata masih menggema, meskipun sebagian besar pasukan Zhang Jiao telah hancur lebur. Di tengah kekacauan ini, Reina, dengan rambutnya yang terurai dan pakaian perang yang compang-camping namun tetap memancarkan aura keanggunan, bertempur dengan lincah. Pedang katananya, Ashinamaru, menari-nari, menebas tubuh musuh dengan kecepatan kilat. Swish! Thwack! Clang! Suara-suara itu bercampur dengan desingan angin yang dibelah oleh gerakannya yang cepat.
"Kei, setelah kita membunuh semua pertahanan tengah, kita harus ngapain lagi?" tanya Reina, suaranya sedikit terengah-engah, namun tetap bersemangat. Keringat bercampur darah membasahi wajahnya yang cantik, namun senyumnya tetap terpatri. Dia menebas seorang prajurit yang mencoba menyerangnya dari belakang, Slash! Tubuh prajurit itu terbelah dua dengan rapi.
Kei, dengan kedua pedang kegelapannya yang menetes darah, menjawab dengan datar, "Kita akan ke tempat tiga saudara kita... lalu hancurkan Zhang Jiao..." Tatapannya dingin, tanpa emosi, namun sorot matanya menunjukkan tekad yang bulat. Swish! Swish! Kedua pedangnya bergerak dengan kecepatan yang tak terduga, membelah tubuh musuh dengan mudah. Aura kegelapan pekat menyelimuti dirinya, seakan-akan menelan cahaya matahari yang sedikit menembus awan. Kekuatan Ashura, dewa kegelapan yang bersemayam di dalam dirinya, terasa sangat kuat. Itu bukan sekadar kekuatan fisik, melainkan kekuatan yang menghancurkan jiwa musuh. Kegelapan itu bukan hanya warna, tapi sebuah entitas yang hidup, yang haus akan darah dan kematian.
"Reina... mari kita selesaikan dengan mudah..." Kei mengambil ancang-ancang, aura kegelapan di sekelilingnya semakin pekat, berdenyut-denyut seperti jantung iblis yang berdetak kencang.
"Maksudnya...?" tanya Reina, menyesuaikan posisi pedangnya, cahaya emas Ashinamaru bersinar terang, menandingi kegelapan Kei. Cahaya itu bukan sekadar pantulan matahari, melainkan energi suci yang melindungi dan memberikan kekuatan. Itu adalah energi kehidupan, berlawanan dengan energi kegelapan Kei, namun keduanya saling melengkapi, menciptakan keseimbangan yang mematikan.
"Aku akan mengeluarkan kabut kegelapan untuk membuat ribuan musuh bingung. Setelah mereka bingung... kita akan maju dan kamu lakukan dengan kecepatan seranganmu itu... setelah itu, aku akan menyuruhmu mundur dan aku akan memberikan serangan terakhir..." Strategi Kei terungkap, sayap dan tanduk iblis hitam pekat muncul di punggungnya dengan kecepatan luar biasa. Transformasi Ashura telah dimulai.
Reina, dengan mahkota emas yang muncul di atas kepalanya dan sayap bidadari yang berkibar anggun, mengaktifkan mode Ashinamaru. "Ayok..." Cahaya emas di sekelilingnya semakin terang, menciptakan kontras yang dramatis dengan kegelapan Kei.
Reina dan Kei bagaikan dua meteor yang bertolak belakang—Kei, sebuah badai kegelapan yang menggulung, langkahnya berat namun penuh kekuatan, setiap pijakannya menggetarkan tanah; Reina, sebuah kilat cahaya yang menari-nari, geraknya begitu cepat dan lincah, menghindari setiap serangan musuh dengan mudah. Dia seperti angin puyuh yang memotong tubuh-tubuh musuh dengan katananya, Swish! Swish! Swish! suara pedangnya beradu dengan daging dan tulang, menciptakan simfoni kematian yang mengerikan.
Kei, mendekat, melompat dengan kekuatan dahsyat, tubuhnya melesat ke atas seperti roket. Sayap iblisnya mengepak dengan keras, WHOOSH! suara angin bergemuruh, menciptakan pusaran angin hitam pekat yang menyedot segalanya ke dalam kegelapan. Kabut kegelapan itu bukan sekadar asap, melainkan entitas hidup yang mencengkeram, membutakan, dan menghancurkan. "Reina... sekarang!" teriak Kei, suaranya menggema di tengah badai kegelapan.
Reina, seperti panah yang dilepaskan dari busur, melesat masuk ke dalam kabut. Whizz! Whizz! Whizz! Gerakannya begitu cepat, hanya bayangan yang tersisa. Dia membantai musuh dengan keganasan yang luar biasa, katananya menebas dengan presisi mematikan. Slash! Slash! Slash! Tubuh-tubuh musuh terbelah, darah menyembur bagaikan air mancur, membanjiri tanah yang sudah basah oleh darah. Dia seperti penari kematian yang anggun namun mematikan, menghilangkan nyawa demi nyawa dengan setiap gerakannya. Setelah menyelesaikan tugasnya, Reina dengan cepat keluar dari kabut kegelapan, meninggalkan jejak darah dan mayat di belakangnya.
Kei, dengan tatapan dingin dan tanpa ekspresi, menyerap aura kegelapan dari darah musuh yang berceceran. Dia seperti iblis yang haus akan kekuatan, menyerap energi kematian untuk menambah kekuatannya. Reina hanya bisa menyaksikan, merinding namun kagum melihat kekuatan mengerikan kekasihnya.
Setelah menyerap semua aura kegelapan, Kei terbang tinggi, menghilang di balik awan gelap. Lalu, muncul kembali, menjulang tinggi di atas medan perang, membayangi ribuan musuh yang tersisa. Sayap iblisnya terkembang luas, menutupi cahaya bulan. Di tangannya, bola kegelapan yang awalnya berukuran sedang, membesar dengan cepat, menelan cahaya bulan hingga menjadi bola raksasa yang menakutkan. Keheningan tiba-tiba menyelimuti medan perang, semua mata tertuju pada bola kegelapan itu. Cao Cao, komandan sekutu, bergumam takjub, "Siapa dia...?"
Kemudian, Kei menjatuhkan bola kegelapan itu. Bukan dengan pelan, bukan dengan halus, melainkan dengan kekuatan yang luar biasa. GWAAARRRGHHH!! Jeritan misuh Kei menggema, suaranya penuh dengan amarah dan kebencian yang terpendam. Bola kegelapan itu jatuh dengan kecepatan luar biasa, DUARRR!! suara keras mengguncang bumi, menciptakan gelombang kejut yang dahsyat. Tanah bergetar hebat, dan BUUUMMM!! suara ledakan yang menggelegar mengguncang seluruh medan perang. Puluhan ribu pasukan musuh lenyap dalam sekejap, hanya menyisakan darah dan kepingan tubuh yang berserakan. Kei, dengan tenang, menyerap aura kegelapan dari darah yang berceceran.
Reina terbang mendekat, "Wah Kei, serangan pemungkasmu sangat mematikan..." suaranya bercampur kagum dan kekaguman.
"Iya... aku hampir saja tidak bisa mengendalikan kekuatan yang sangat besar itu..." Kei menjawab, suaranya datar, namun matanya menunjukkan kelelahan.
Reina, merasakan semangat sekutunya, terasa kekuatannya meningkat. Sayap bidadarinya bersinar lebih terang, pakaiannya yang compang-camping berubah menjadi pakaian bidadari yang anggun. "Ayok Kei..." suaranya penuh semangat, menunjukkan tekad untuk segera mengakhiri pertempuran.
Mereka berdua terbang menyusul Liu Bei dan dua saudaranya, meninggalkan jejak cahaya emas dan aura kegelapan ungu yang indah namun mengerikan.