Zira terjebak dalam tawaran Duda saat dimalam pertama bekerja sebagai suster. Yang mana Duda itu menawarkan untuk menjadi sugar baby dan sekaligus menjaga putrinya.
Zira yang memang sangat membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan juga biaya pengobatan bibinya terpaksa menerima tawaran gila itu.
"Menjadi suster anakku maka konsekuensinya juga mengurus aku!" Ucap Aldan dengan penuh ketegasan.
Bagaimana cara Zira bertahan disela ancaman dan kewajiban untuk mendapatkan uang itu?
follow ig:authorhaasaanaa
ada visual disana.. ini Season Dua dari Pernikahan Dadakan Anak SMA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
0004
Aila sudah berangkat ke Sekolah, sungguh Zira menjadi tenang setidaknya satu tugas sudah selesai. Sekarang tinggal bicara dengan Papa dari anak itu, dan pasti ini sangat menguras energi Zira nanti.
“Tuan..” Zira berdiri disamping Aldan yang sedang santai meminum kopi.
“Apa?” Aldan terlihat santai saja, seperti tidak habis mengatakan apapun kepada bocah sepolos Aila.
“Kenapa Tuan malah_”
“Soal Aila memanggilmu dengan sebutan Mama?” Aldan memotong pertanyaan Zira, dengan cepat Zira mengangguk kepala karna memang itu yang ingin ia tanyakan.
“Bukankah kita akan menikah pagi ini? Lalu, tidak salah kalau Aila memanggil dirimu Mama bukan?” tanya Aldan balik.
Apa yang dikatakan Aldan sangatlah benar sama sekali tidak salah. Hanya saja Zira yang terlalu berpikiran jauh, ia menjadi malu sudah menanyakan hal itu.
“Kau sudah belajar soal hubungan itu?” tanya Aldan kepada Zira yang termenung tadi.
“Sudah, Tuan,” Itu benar karna Zira memang benar-benar belajar dengan Rania kemarin malam. Bisa dikatakan jika sepanjang malam Zira tidak tidur karna untuk mempelajari hal yang perlu dilakukan saat melakukan hubungan intim.
“Bagus, tunjukkan hasil belajarmu nanti malam,” ucap Aldan, ia menenggak habis kopi pahit itu.
Liam selaku asisten pribadi Aldan sudah menunggu diambang pintu masuk. Semua berkas-berkas yang dibutuhkan sudah siap, tinggal mengucapkan kata akad saja. Zira ragu sebenarnya, semakin dekat malah semakin ragu.
“Ayo!” Aldan menarik tangan Zira untuk melangkah bersamanya, dan tubuh Zira seakan terhuyung karna Aldan berjalan sangat cepat.
Tidak ada yang Zira pikirkan saat ini selain memikirkan tentang nasibnya nanti malam. Bukan hal lain yang Zira takutkan, melainkan takut kalau sempat ia tidak bisa mempraktikkan dengan baik apa yang telah Rania ajarkan.
*Sedikit FLASHBACK kemarin malam..
“Udah gitu doang kok, Ra. Lo tinggal goyang aja diatas tubuh dia kalau senjata itu udah nancap di anu, Lo!” suara dari ponsel itu membuat Zira bingung tentunya.
Sungguh Zira tidak bisa membayangkan apapun sekarang, ia tidak bisa melakukannya. “Gimana, Nia.. Gue nggak tahu..” Zira pasrah sekarang, ia tidak bisa melakukan hal itu.
“Lagian Om itu kok aneh si, masa iya nggak suka sama yang perawan?” tanya Rania yang mana sebenarnya Zira juga penasaran akan itu.
“Udah jangan khawatir, Lo perhatikan cara Gue main dengan gadunku. Makannya, Ra.. Kalau diajak untuk nakal tuh mau, tuh lihat.. Cowok zaman sekarang mah nyarinya yang pengalaman,” ucap Rania yang mana membuat Zira menganga tidak percaya.
Sungguh bola mata Zira seakan mau keluar kala melihat dari panggilan video itu Rania yang mempraktikkan secara langsung tidak hanya dari teori saja. Suara menjijikan itu terdengar, Zira langsung mematikan panggilan itu begitu saja.
Melempar ponselnya ditempat tidur, ia terus memukul kepalanya sendiri yang sudah melakukan hal yang tidak tidak.
“Astaga, Zira! Kenapa hidupmu menjadi kacau begini gara-gara duda gila itu!” teriak Zira pada dirinya sendiri.
Zira terduduk lagi di pinggir ranjang, ia lebih memilih pergi saja sebenarnya hanya saja merasa kasihan dengan sang Bibi yang tengah sakit tidak berdaya. Mungkin saat ini Bi Ranum sangat sehat, tidak tahu sebulan kemudian mungkin saja sakit itu akan semakin parah.
“Ahhh bodoamat deh! Nanti bakal aku lakuin sebisanya aja, kalau dia nggak puas ya bodo!” Zira pasrah saja, menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
*FLASHBACK selesai..
Zira tersadar dari lamunannya kala mendapatkan jitakan maut dari Aldan. “Apa yang kau pikirkan? Cepetan masuk!” Aldan sudah menunggu sedari tadi tapi malah Zira asyik melamun.
Seketika Zira tersadar, ia tidak berbicara apapun karna masih bingung tentunya. Tapi, disaat Aldan ingin masuk.. Zira meraih tangan pria itu.
“Tunggu, Tuan..”
“Apa lagi?” Aldan sudah sangat lelah, dengan gerakan cepat Zira melepaskan tangan Aldan yang ia pegang.
“Aku tidak bisa melakukan itu jika atas inisiatif aku sendiri, jadi bagaimana kalau aku…” Sungguh Zira ragu akan melanjutkan hal apa yang ingin ia katakan.
“Bagaimana apa? Jangan bicara separuh, cepat katakan!” Desak Aldan, ia sudah terlanjur penasaran.
Zira membuang napas secara kasar. “Bagaimana kalau aku mempraktikkan dulu dengan orang lain_”
“Lalu aku mendapatkan bekas orang lain begitu?!” tanya Aldan dengan sedikit bentakkan.
Seketika Zira tersadar dengan apa yang baru saja ia katakan, kenapa ia bisa berpikir sampai sana. “Bukan seperti itu maksudku, Tuan..”
“Begini, Zira.. Kalau kau tidak berpengalaman maka aku akan mengajarimu sampai bisa. Tidak perlu mencari pengalaman dengan orang lain, mengerti?”
Zira mengangguk saja. “Padahal kemarin malam kau mengatakan jika kau benci dengan wanita yang tidak tahu apa-apa soal itu,” Apa yang dikatakan Zira membuat Aldan langsung tersadar.
Sebenarnya itu hanya perkataan Aldan di bibir saja, yang sebenarnya terjadi ia suka mendengar jika Zira masih sangat perawan dalam segi apapun. Hanya saja Aldan menutupi itu semua, tidak mungkin ia menunjukkan kesenangan itu di hadapan Zira.
“Sudah jangan cerewet, cepat masuk!” Aldan sedikit mendorong tubuh Zira agar masuk kedalam mobil.
“Sabar, Tuan..” Zira masuk sambil terus mengumpat Aldan yang sangat tidak sabaran.
Setidaknya Zira lega dengan permasalahan terbesar, soal tidak berpengalaman. “Kalau sempat aku harus belajar dengan orang lain tadi.. Maka aku sudah sama seperti_”
“Pelacur,” celetuk Aldan yang mengejutkan Zira.
“Bagaimana duda ini tahu kalau aku bicara itu? Apa duda ini seorang cenayang?”
“Ck! Bagaimana aku tidak tahu?” Aldan menjitak dahi Zira hingga wanita itu meringis kesakitan. “Kau saja tidak bicara didalam hati, melainkan bicara secara langsung. Dan apa tadi kau bilang? Duda cenayang?”
Zira baru menyadari itu sambil memukul mulutnya sendiri Zira mengelus dahinya yang sakit. Menatap tidak suka Aldan yang juga terus menatapnya, sebenarnya Aldan ragu ingin menjadikan Zira sebagai sugar baby.
“Bodoamat deh! Yang terpenting aku bisa tetap fokus bekerja, gairah ku terlampiaskan.” gumam Aldan didalam hati.
Sudah beberapa tahun ini Aldan terus menahan hasrat hingga tidak fokus bekerja. Bertemu dengan Zira termasuk keberuntungan baginya, setidaknya Aldan bisa menjadikan Zira sebagai ancaman hasrat yang ia miliki. Hanya saja tidak menyangka persyaratan dari Zira harus menikah dulu sebelum menyentuhnya, sungguh hal yang paling tidak masuk akal bagi Aldan.
“Kalau semua wanita malam diluar sana memiliki sifat seperti Zira, maka akan seperti apa ramainya balai pernikahan?” Aldan jadi bertanya-tanya sendiri sambil melihat kearah Zira yang tengah memejamkan mata bersandar pada jendela mobil.
dah sakit aja baru
tp kenapa yaaaa...si aila bisa seegois ituu 😞🙈pdhl dh liat tuhh papa nya nangis bombay di tgl ultahnya aila