Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 - Menikahinya Adalah Ibadah - Faaz
"Wah hebat ya, Mas benar-benar sudah terpengaruh sepertinya," ucap Alifah yang tak terima lantaran perubahan sikap Faaz. "Mana Mas Faaz yang dulu kukenal?"
"Tidak ada yang mempengaruhiku, jaga bicaramu."
"Oh iya? Tapi kenapa Mas sampai hati bersikap kasar padaku hanya demi membela bocah itu?"
"Ganeeta, istriku punya nama dan dia bukan bocah," tegas Faaz penuh penekanan di setiap kata yang terlontar dari bibirnya.
Sudah tentu sikap Faaz membuat Alifah semakin murka. "Hem, baiklah ... mungkin Mas benar, dia bukan bocah!! Karena tidak mungkin, 'kan bocah bisa se-liar itu pergaulannya?"
"Sampai kapan kamu terus terpaku dengan hal itu? Basi, Alifah basi!!"
"Basi Mas bilang? Justru ini sangat penting untuk dibahas!! Mas tidak malu beristrikan gadis na-kal seperti dia? Dimana-mana orang itu butuh istri yang baik."
"Kenapa aku bilang gitu? Karena nantinya seorang istri akan menjadi madrasah pertama bagi keturunanmu, kalau ibunya saja begitu bagaimana selanjutnya? Pikir!!"
"Sampai detik ini aku masih tidak mengerti kenapa Mas seyakin itu untuk menikahinya? Padahal, puluhan wanita baik-baik yang aku perkenalkan selalu Mas tolak dengan alasan belum siap ... aku pikir Mas menolak mereka karena mencari yang seperti Mbak Shanum hingga aku memaklumi keputusanmu untuk terus melajang, tapi!!" Ucapan Alifah sampai terhenti demi menarik napas sebelum kemudian lanjut bicara.
"Setelah aku melihat siapa yang Mas pilih pada akhirnya, aku benar-benar kecewa ... kamu seperti tidak punya pilihan lain, apa matamu sudah mulai buta sebenarnya?"
Panjang lebar Alifah berucap, Faaz sama sekali tidak menyela dan membiarkan Alifah berkicau semaunya.
Hingga, setelah wanita itu diam, barulah Faaz menimpali dengan satu kata tanya. "Sudah?"
"Kalau sudah, Mas yang mau bicara," lanjut Faaz kemudian.
"Kamu bebas menganggap Mas penakut atau bodoh ... tapi, perlu kamu ketahui satu-satunya cara untuk menyelamatkan pondok pesantren yang Abi dirikan adalah dengan menikahi Ganeeta."
"Maksudnya?"
"Kamu pasti tahu tanah yang merupakan tempat pesantren itu didirikan adalah milik kakek Ganeeta dari pihak Papinya, Profesor Madani ... karena akad tanahnya bukan wakaf atau sekadar pemberian, maka orangtua Ganeeta masih berhak dan bebas melakukan apa saja yang beliau mau, Alifah."
"Karena itu, sewaktu Mas diamanahi tugas untuk mendidik Ganeeta Mas tidak punya pilihan ... apa sulit bagimu untuk paham? Hem?"
Sebenarnya Faaz tidak berniat mengungkapkan hal ini pada siapapun. Tekadnya untuk menjaga rahasia tentang alasan di balik keputusan melamar Ganeeta sudah begitu bulat dan tidak terbantahkan pada awalnya.
Namun, setelah melihat sikap Alifah yang kian di luar batas, Faaz berubah pikiran seketika. Berharap dengan cara ini mata Alifah akan terbuka dan bisa sedikit sadar diri agar tidak bertindak semaunya.
Alih-alih sadar diri, begitu mendengar pengakuan Faaz justru menghadirkan senyum tipis di wajahnya.
"Sudah kuduga," ucap Alifah disertai helaan napas kasar. "Tebakanku benar, Mas pasti mendapat paksaan dari orangtua gadis itu, 'kan?"
"Jujur, awalnya memang iya," aku Faaz tak ingin menutup-nutupi masalahnya, toh memang sudah telanjur basah. "Tapi, perlu digaris bawahi di sini Mas tidak merasa tertekan setelah menjalaninya."
"Bohong, tidak ada ceritanya sebuah pemaksaan tidak akan membuat yang dipaksa tertekan, Mas Faaz," ucap Alifah seakan paling tahu isi hati Faaz, padahal yang merasakan saja mengatakan hal demikian.
"Itu menurutmu, lain yang Mas rasakan jadi tidak perlu kamu samakan."
"Pandai sekali mulutmu berucap, apa tidak kasihan pada dirimu sendiri?"
"Kasihan? Kasihan kenapa? Mas tidak sedang di fase yang perlu dikasihani saat ini."
Kembali Alifah seolah menyepelekan Faaz. "Kasihan saja, hanya karena kekuasaan seseorang harus rela mengorbankan diri sendiri ... padahal, keluarga kita cukup kaya, uang Abi sangat cukup untuk mengganti rugi tanah milik keluarga Ganeeta jika memang itu masalahnya."
"Masalahnya tidak sesederhana itu, jika hanya tentang harta mudah saja ... satu hal yang perlu kamu ketahui, dari Nol perjuangan Abi itu sudah dibantu ... sebagai manusia yang tahu malu jelas akan berpikir sama dengan Mas, bukan denganmu."
"Maksudnya aku tidak tahu malu?" tanya Alifah sedikit meninggi dengan mata yang kian membulat sempurna.
"Tanpa perlu Mas jawab, kamu bisa menyimpulkan sendiri, Alifah," pungkas Faaz mengambil ancang-ancang untuk berlalu meninggalkan Alifah begitu saja.
"Mas tunggu!!"
"Apa lagi? Apa penjelasan Mas masih belum cukup untuk membuatmu mengerti?" tanya Faaz menatap lesu Alifah yang agaknya belum bisa memahami.
"Mengerti, aku sangat mengerti ... tapi coba Mas pikir lagi, apa yang Mas lakukan saat ini sama halnya dengan menyiksa dirimu sendiri!!"
"Sudah Mas katakan tidak ada yang tersiksa, Mas bahagia menjalaninya ... bukankah kamu tahu, memaksakan diri untuk sebuah ibadah adalah sesuatu yang baik?"
"Ini tidak sesederhana itu!! Jangan samakan dengan ibadah dong, Mas."
"Kenapa tidak? Bagiku ... menikahinya adalah ibadah," ucap Faaz menarik kesimpulan sebagaimana yang memang dia tekankan pada diri sendiri sejak awal.
"Ya Allah, Mas kenal anak itu, 'kan? Dia itu na-kal!! Mauren adalah salah-satu saksi sena-kal apa istrimu itu, pergaulannya sangat bebas!! Entah sudah berapa laki-laki yang tidur bersa_"
"Mauren tahu apa? Dia hanya melihat Ganeeta dari sudut pandangnya ... sampaikan pada iparmu itu untuk jangan terlalu banyak bicara!!" ketus Faaz sebelum berlalu pergi.
Kali ini tak berbohong, Faaz benar-benar berlalu meninggalkan Alifah yang terpaku di tempatnya.
"Satu lagi, apa yang kita bicarakan malam ini cukup berhenti di kamu ... sampai Abi dan Umi tahu, Mas tidak akan segan balik mengacak-ngacak rumah tanggamu."
.
.
- To Be Continued -
kel. megantara belum turun tangan nih lihat anggota kesayangan dpt masalah 🥰