Arumi harus menelan kekecewaan setelah mendapati kabar yang disampaikan oleh Narendra, sepupu jauh calon suaminya, bahwa Vino tidak dapat melangsungkan pernikahan dengannya tanpa alasan yang jelas.
Dimas, sang ayah yang tidak ingin menanggung malu atas batalnya pernikahan putrinya, meminta Narendra, selaku keluarga dari pihak Vino untuk bertanggung jawab dengan menikahi Arumi setelah memastikan pria itu tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun.
Arumi dan Narendra tentu menolak, tetapi Dimas tetap pada pendiriannya untuk menikahkan keduanya hingga pernikahan yang tidak diinginkan pun terjadi.
Akankah kisah rumah tangga tanpa cinta antara Arumi dan Narendra berakhir bahagia atau justru sebaliknya?
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada calon suami Arumi hingga membatalkan pernikahan secara sepihak?
Penasaran kisah selanjutnya?
yuk, ikuti terus ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 26
Suasana hati Arumi kini menjadi lebih tenang. Hatinya kembali dipenuhi oleh rasa haru yang tidak berkesudahan setelah mendengar langsung jawaban dari suaminya. Meski awalnya dirinya tidak ingin percaya begitu saja, tetapi melihat ketulusan Narendra selama beberapa hari ini membuat Arumi mengukuhkan hatinya untuk dilabuhkan pada suaminya.
“Kamu tidak menyesal?” tanya Arumi pelan, setelah ia selesai menenangkan dirinya.
“Tidak, jadi berhenti membuat dirimu merasa rendah hanya karena masa lalumu. Oke, baiklah, sudahi semuanya. Ayo, ikut aku!” Narendra berseru kemudian beranjak dari duduknya.
Arumi tampak mengernyit, ini masih di jam kerja, tetapi Narendra mengajaknya pergi. Lalu, bagaimana dengan teman-temannya atau karyawan lain jika tahu akan dirinya yang pergi bersama atasan mereka. Itu pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan.
“Kita mau ke mana? Memangnya kamu nggak kerja?” tanya Arumi.
Narendra yang baru saja menutup laptopnya pun lekas menoleh ke arah Arumi yang masih duduk di sofa dengan raut wajah penuh tanya.
“Sebetulnya pekerjaanku hari ini tidak banyak karena kemarin sudah aku selesaikan semuanya. Hari ini hanya mengecek beberapa berkas sebelum nantinya aku tandatangani,” jawab Narendra.
Pria itu menyambar ponsel sekaligus jas yang tergantung di stand hanger yang terletak di sudut ruangannya dan memakainya, kemudian menghampiri Arumi.
“Ayo!” ajaknya sembari meraih tangan sang istri dan hendak membawanya keluar ruangannya.
“Tapi ini masih jam kerja, Ren. Aku masih ada banyak pekerjaan yang harus kukerjakan, kalau ketahuan Bu Desi bisa-bisa aku kena marah!” protes Arumi ketika Narendra menarik tangannya. Wanita itu sampai tergopoh-gopoh karena harus menyeimbangkan langkah kakinya dengan Narendra.
Narendra yang semula berjalan di depan Arumi dan hendak membuka pintu lantas berhenti dan menoleh. “Kalau dia berani marahi kamu, itu berarti dia sudah siap untuk dipecat.”
Pernyataan Narendra membuat Arumi melongo.
“Sementang punya kuasa,” cibir Arumi. Namun, bibirnya mengulas senyum tipis, ia bahagia diperlakukan seperti ini oleh suaminya.
Ini benar Narendra, kan, batin Arumi seraya menatap tangannya yang lagi-lagi digenggam oleh suaminya.
Keduanya berjalan keluar dari ruangan Narendra. Satria yang kala itu baru saja kembali ke ruangannya tentu terkejut mendapati sang atasan berjalan bersama office girl yang ia duga adalah istri atasannya. Mendapati ada orang lain di depan sana, Arumi melepas pegangan suaminya kemudian sedikit menjaga jarak dengan menundukkan kepalanya membuat Narendra langsung mendengkus kesal.
“Anda ingin pergi, Tuan?” tanya Satria sambil sesekali mencuri pandang ke arah Arumi.
“Ya, kosongkan jadwal saya hari ini karena saya tidak akan kembali lagi ke kantor hari ini,” jawab Narendra.
“Lalu, untuk pertemuan dengan Pak Hendri bagaimana, Tuan?” tanya Satria memastikan.
Pasalnya pukul satu nanti Narendra akan meeting bersama mitranya. Jika Narendra pergi, otomatis Satria akan menunda atau kemungkinan lain, dirinyalah yang diminta untuk menggantikan Narendra meeting nanti siang.
“Tunda saja,” pungkas Narendra kemudian segera melangkah dengan kembali menggenggam tangan istrinya.
Satria menatap kepergian atasannya dengan bibir mencibir. Jika seperti ini dirinya yang akan kembali bekerja sendirian dan juga menghandle pekerjaan atasannya.
Memasuki lift, Narendra sama sekali tidak melepas genggamannya. Pria itu justru lebih mengeratkan agar Arumi tidak lagi melepasnya.
“Jangan seperti ini, Ren. Kalau orang-orang tahu bagaimana?” Arumi menegur Narendra. Wanita itu Sungguh tidak mau membuat Narendra malu karena membawa dirinya pergi bersamanya.
“Kenapa harus malu. Justru itu lebih baik jadi nanti ketika kita mengadakan pesta, mereka tidak akan terkejut, “ jawabnya santai.
“Tapi nggak harus kayak gini, maksud aku, nggak perlu terang-terangan seperti ini. Aku takut mereka justru berpikir yang tidak-tidak!” Arumi berseru jengkel.
Ada banyak kemungkinan yang ia khawatirkan. Yang paling utama adalah pandangan orang-orang ketika melihat seorang OG bergandengan tangan dengan atasan mereka. Arumi benar-benar merasa khawatir sekarang.
“Biarkan saja. Anggap saja mereka nggak ada. Lagipula ini salah satu bentuk bukti dariku bahwa aku tidak main-main dengan keputusanku!”
Pintu lift berdenting kemudian terbuka. Narendra segera mengajak Arumi menuju ke parkiran karena setelah ini mereka akan meninggalkan kantor.
Seperti dugaan Arumi, beberapa karyawan yang kebetulan berlalu lalang di sekitarnya tampak memandang ke arahnya dengan ekspresi penuh tanya. Ada juga yang langsung berbisik pada temannya yang lain ketika tatapannya tanpa sengaja bertemu dengannya.
Berbeda dengan Arumi yang sedikit was-was, Narendra justru tidak peduli sebab yang berada di sampingnya adalah istrinya.
Tiba di parkiran, Narendra segera mempersilakan Arumi masuk ke mobil dan disusul olehnya.
“Sebenarnya kita mau ke mana, sih, Ren? Kita bakal balik ke sini lagi, ‘kan?” tanya Arumi.
“Kita ke rumah,” jawab pria itu kemudian segera melakukan mobilnya meninggalkan area kantor.
Arumi mendesah pelan, kemudian membuang pandangan ke arah samping. Jalanan sudah cukup lengang dibandingkan dengan tadi pagi ketika orang-orang baru saja berangkat bekerja. Mobil terus melaju dengan kecepatan sedang, melewati deretan bangunan besar yang berjejer di pinggir jalan.
Lima belas menit kemudian, tibalah keduanya di sebuah perumahan elit yang terlihat baru. Narendra membawa mobilnya masuk lebih dalam dan berhenti di sebuah rumah berlantai dua yang terlihat masih baru.
“Bukannya kita mau pulang? Kok, kita belok ke sini?” tanya Arumi sembari mengedarkan pandangannya.
Wanita itu sangat kagum melihat rumah yang begitu mewah di depan matanya. Desain yang begitu modern dengan warna putih membuat matanya begitu berbinar. Ini adalah salah satu impian Arumi, yaitu memiliki rumah mewah yang berada di perumahan elit.
“Iya … makanya, ayo turun,” ajaknya sembari melepas seatbeltnya.
Arumi mengangguk, wanita itu berpikir kalau Narendra ingin mengecek pekerjaannya karena memang perusahaannya bergerak di bidang properti dan mungkin ini salah satu proyek perusahaannya.
Wanita itu tidak banyak bicara, ia segera mengikuti Narendra yang masih memasukkan passcode pada pintu di hadapannya.
Pintu terbuka lebar, menampilkan ruangan yang masih kosong. Hanya terdapat sofa panjang yang terletak di ruang tengah, itupun masih dalam keadaan terbungkus plastik dengan rapi. Netra wanita itu semakin berbinar, rumah yang ia singgahi hari ini benar-benar seperti rumah impiannya.
“Mau aku tunjukkan kamar utamanya?” tanya Narendra membuyarkan lamunan istrinya.
“Memangnya boleh?”
Narendra mengangguk. “Tentu saja, Ayo, kamarnya ada di lantai atas.” Pria itu kembali menarik tangan istrinya dan membawanya menuju ke lantai dua di mana di sana ada beberapa pintu yang Arumi yakini itu adalah kamar.
Narendra membawa Arumi menghampiri salah satu pintu yang terlihat berbeda sebab hanya satu pintu itu yang menggunakan pintu ganda.
Ceklek!
Pintu terbuka, Arumi dapat melihat di sana terdapat ranjang berukuran besar serta meja rias yang begitu pas dengan nuansa kamar yang terang.
“Selamat datang di kamar kita,” kata Narendra yang berhasil membuat Arumi langsung menoleh ke arah suaminya.
“Maksud kamu?”
“Bukankah aku sudah bilang kalau aku akan membawamu ke rumah baru kita. Inilah rumahnya, kamu suka?”
“J-jadi, ini rumah kamu? Kita akan tinggal di sini?” dengan tergagap, Arumi mencoba mengkonfirmasi ucapan Narendra.
“Lebih tepatnya rumah kita. Kita akan tinggal di sini bersama anak-anak kita nanti. Kamu lihat beberapa pintu di samping kamar ini? Semua kamar itu nantinya akan menjadi kamar anak-anak kita,” jelas Narendra membuat Arumi langsung menoleh ke arah pria itu.
“WHAT?!”
Arumi sungguh terkejut akan perkataan suaminya. Bukan karena rumah ini juga miliknya, melainkan perkataan Narendra yang mengatakan jika semua kamar yang ada di sana nantinya akan menjadi kamar anak-anak mereka.
Wanita itu lantas berlari ke luar, menghitung berapa banyak pintu yang ada di lantai atas. Rupanya di sana terdapat enam kamar selain kamar utama. Bukankah itu berarti mereka harus memiliki banyak anak agar keenam kamar itu bisa terisi semuanya.
***
Jangan lupa komen yang banyak ya temen-temen💕
oh, iya, kalian boleh follow akun Nad lebih dulu, sambil nunggu Nad update bab baru🥳