Perjuangan dan kesabaran seorang Langit Maheswara, berakhir sia-sia. Wanita yang selalu dia puja, lebih memilih orang baru. Niat hati ingin memberikan kejutan dengan sebuah cicncin dan juga buket bunga, malah dirinya yang dibuat terkejut saat sebuah pemandangan menusuk rongga dadanya. sekuat tenaga menahan tangisnya yang ingin berteriak di hadapan sang kekasih, dia tahan agar tidak terlihat lemah.
Langit memberikan bunga yang di bawanya sebagai kado pernikahan untuk kekasihnya itu, tak banyak kata yang terucap, bahkan ia mengulas senyum terbaiknya agar tak merusak momen sakral yang memang seharusnya di liputi kebahagiaan.
Jika, dulu Ibunya yang di khianati oleh ayahnya. maka kini, Langit merasakan bagaimana rasanya menjadi ibunya di masa lalu. sakit, perih, hancur, semua luka di dapatkan secara bersamaan.
Ini lanjutan dari kisah "Luka dan Pembalasan" yang belum baca, yuk baca dulu 🤗🥰🥰
jangan lupa dukungannya biar Authornya semangat ya 🙏🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengajian
Jam 5 sore.
Di rumah Meta mengadakan pengajian dengan mengundang Ustadz dan beberapa warga yang mau ikut mendoakan mendiang Gladys, lantunan ayat suci Al-Qur'an terdengar begitu menyejukkan hati. Kejora mengaji meskipun dengan suara tersendat-sendat, tiga orang tersayangnya sudah pergi meninggalkannya yang tidak di harapkan. Entah bagaimana dengan kehidupannya di masa depan nanti, rasanya setiap malam Kejora menatap langit malam dengan keputusasaannya.
Langit bergabung dengan yang lainnya, dia membuka Al-Qur'an seperti yang lainnya, Laras setia berada di dekat Kejora menemani gadis yang selalu rapuh itu agar memiliki pijakan untuk berjalan.
Tepat jam 6 Sore menjelang Maghrib, pengajian itu selesai di laksanakan dan Ustadz pun menutupnya dengan doa untuk mendiang yang sudah pergi. Laras membagikan nasi kotak yang dia pesan dari restorannya, Kejora semakin tak enak hati karena sudah begitu banyak merepotkan orang lain.
Bulan menatap Kejora lamat-lamat, sampai kepalanya miring ke kana dan ke kiri membuat Kejora kebingungan, Kejora dibuat kikuk oleh tingkah laku gadis remaja di hadapannya.
"Bul, lu sakit leher? Kenapa kayak gitu sih?" Raja menyenggol lengan Bulan yang terlihat aneh.
"Kenapa Dek?" Tanya Angkasa lembut.
"Mbul kayak pernah lihat Kakak ini deh, tapi dimana ya?" Bulan menjawab pertanyaan kakaknya, dia mengetuk jarinya di dagu sambil mengingat wajah Kejora yang serasa familiar di dalam ingatannya.
"Anak-anak, ayo magrib dulu." Aiman mengajak anaknya sholat maghrib begitu terdengar suara lantunan Adzan di kumandangkan.
Orang-orang pun sudah pulang ke rumahnya masing-masing, Kejora sangat bersyukur karena banyak yang mendoakan adiknya dan juga mendiang Kakak serta Neneknya.
Semuanya pun bangkit dari duduknya dan para lelaki pun keluar mencari mesjid terdekat, sementara para perempuan sholat di rumah saja. Bulan sedang halangan, dia tetap berusaha mengingat wajah Kejora. Begitu ia ingat, wajahnya berseri dan bersorak sampai ibunya datang berkacak pinggang.
"Mbul, jangan berisik! Yang lainnya mau pada sholat loh, kalo lagi gak sholat ya baca sholawat kek atau apa gitu, dari pada jadi setan buat yang mau beribadah." Tegur Laras.
"Hehe, sorry Ibuku yang cantik jelita." Bulan menangkupkan kedua tangannya di depan, tak lupa ia menampilkan gigi putihnya.
"Sudah, diam dan jangan mengacau." Putus Laras dengan tegas.
Usai menunaikan sholat Maghrib, semuanya pun berkumpul di ruang tamu yang tak begitu luas milik Meta. Langit sibuk dengan ponselnya membaca ada beberapa email laporan yang masuk dari sekertarisnya, pun dengan Raja.
"Oh iya, Ibu, Papa, Abangku semua. Tadi kan Mbul udah berusaha sekuat tenaga buat mengingat siapa kakak cantik itu, ternyata kakak itu yang udah nolongin Bulan saat Bulan di kejar anjing waktu keliling di perumahan temen Mbul." Ucap Bulan antusias.
"Oh ya?" Laras ingat, suatu hari Bulan bercerita kalau dirinya di kejar anjing saat pulang dari rumah temannya yang ada di perumahan elit tak jauh dari kediaman Aiman.
Kejora mengernyitkan dahinya, dia mungkin lupa kapan kejadian itu terjadi. Tetapi dia mengingat waktu dirinya mengirimkan baju yang sudah di laundry ke perumahan tepat dimana Bulan berada.
"Oh, jadi kamu yang di kejar anjing sampai nangis panggil-panggil Abangnya?" Kejora mengingat kejadian itu.
"Iya, hahahaha." Jawab Bulan tertawa lebar.
Mereka pun berbincang sambil tertawa mendengarkan cerita Bulan saat bertemu Kejora, Aiman dan Laras mengucapkan terimakasih pada Kejora karena sudah menolong Bulan. Kejora pun tak mempermasalahkan itu, dia justru balik mengucapkan terimakasih karena keluarga Aiman begitu peduli dan mau membantunya dalam kesusahan sampai mau mengadakan pengajian untuk mendiang orang tersayangnya.
"Bang, dulu pas sekolah pernah bolos gak?" Tanya Galaxy pada Langit.
"Ya pernah lah, sampe di cariin Ibu malahan." Jawab Langit sambil menyuapkan kue ke mulutnya.
"Emangnya Abang bolos kemana?" Tanya Angkasa menyahuti ucapan Kakaknya.
"Bolos ke sekolah lain, ikut belajar juga disana."Jawab Langit.
"Lah, Kirain nongkrong atau kemana gitu." Ucap Bulan.
"Ya beres belajar ya nongkrong, habis gurunya asik sih hahhaha. Sekalian aja pas pulang ajak gurunya nongkrong sekalian mabar, keren gak tuh." Ucap Langit sambil tertawa mengingat kejadian itu.
"Ya Illahi." Bulan sampai tak percaya dengan Abang sulungnya ini.
"Iya, sampai Ibu di telponin gurunya. Tau gak, gurunya bilang apa? Gurunya bilang gini, Bu ini anaknya udah bolos selama 3 hari, dia bolos ke sekolah lain. Terus katanya kalo mau di pindahin ya pindahin aja sekalian, saya rela banget anak ibu pindah." Ucap Laras bercerita sambil menggelengkan kepalanya.
"Lah, ada guru yang kaya gitu?" Tanya Meta ikut penasaran.
"Ya ada lah, orang Langit bandelnya gak ketulungan. Sebenarnya dia itu pinter kalo soal pelajara, cuman gampang jenuh aja tuh anaknya maunya asik sendiri." Jawab Laras.
"Selain nakal, Langit juga ganjen anaknya." Ucap Aiman.
"Ya gunanya punya muka ganteng buat apa, kalo gak tebar pesona? Kan sayang nanti gantengnya keburu kadaluarsa." Sahut Langit.
"Umur 7 tahun aja udah mau ngenalin mantu, gila gak tuh." Ucap Laras.
Semua orang pun tertawa tanpa terkecuali, Kejora merasa hatinya menghangat melihat keseruan keluarga Langit yang terbilang cemara dan sempurna. Dia hanya bisa berandai-andai, jika kelak ia menemuka pasangan dan membangun rumah tangga, ia ingin membangun keluarga cemara seperti apa yang di impikannya dan memberikan kasih sayang yang tulus kepada anak-anaknya.
"Nak, Kejora. Kamu kerja ?" Tanya Laras.
"Tadinya sih kerja, Tante. Cuman karena udah mau nikah dan calonnya ngelarang saya kerja, jadinya saya resign dari laundry dan Cafe. Mungkin nanti saya bakalan cari kerjaan lagi, gak mungkin juga saya bergantung terus sama orang lain." Jawab Kejora.
"Lu ngomong apaan dah, kagak ada yang merasa di repotin kok." Protes Ayra.
"Ya kan semua orang pasti punya kebutuhan dan tanggungannya masing-masing, gue juga gak nyaman kalau harus terus ngandelin lu Ay." Ucap Kejora.
"Kalau mau kamu gitu, Kak meta gak bakal ngelarang. Tapi semisal kamu perlu apa-apa ya jangan sungkan, rumah ini akan selalu terbuka untukmu dan juga tangan kita bakalan terulur buat kamu Kejora." Ucap Meta.
"Iya, terimakasih atas segalanya Kak Meta, Ayra." Ucap Kejora menatap adik kakak itu bergantian.
Laras salut dengan keteguhan dan ketegaran yang Kejora miliki, ia teringat bagaimana perjuangannya untuk bangkit dari luka atas pengkhianatan dengan kondisi dirinya saat itu sangat down. Dia harus membiayai anaknya sekolah, masih berduka atas kehilangan anak yang di kandungnya.
"Kamu mau kerja di Butik Tante? Tante butuh orang yang bisa di percaya untuk menggantikan teman Tante yang mau resign, dia mau fokus sama keluarganya dan mengurus bayinya." Ucap Laras memberi tawaran.
"Tapi Kejora udah banyak repotin Tante, Kejora merada gak enak Tan." Ucap Kejora.
"Gak usah sungkan, bain Kejora, Ayra dan Meta sudah Tante anggap sebagai anak Tante sendiri, jadi kalau kalian butuh bantuan tinggal bilang sama Tante dan anggap saja Tante adalah ibu kalian." Ucap Laras dengan senyum indah menghiasi wajahnya.
Kejora, Meta dan Ayra merasa terharu akan kebaikan Laras, mata ketiganya pun berkaca-kaca dan saling memandang satu sama lain. Kejora pun menganggukkan kepalanya, dia setuju dengan tawaran yang di berikan oleh Laras.