Apa jadi nya, jika hidup mu yang datar dan membosankan tiba-tiba berubah berwarna. Semua itu, karena kehadiran orang baru.
Alin yang sudah lama di tinggal Mama nya sedari kecil, menjadi anak yang murung dan pendiam. Hingga tiba suatu hari, sang Papa membawa Ibu Tiri untuk nya.
Bagaimana kah sikap Ibu Tiri, yang selalu di anggap kejam oleh orang-orang?
Akan kah Alin setuju memiliki Mama baru?
Jawaban nya ada di novel ini.
Selamat membaca... 😊😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Malam itu, Aisyah ngambek. Ia tidak mau tidur bersama dengan suami nya. Aisyah ngambek, karena Aslan tidak memberitahu nya, siapa wanita-wanita yang sudah menya-kiti Alin.
Bukan apa-apa. Aslan hanya tidak ingin Aisyah mengotori tangan nya dengan melakukan perbuatan buruk seperti dulu. Aslan tidak ingin, hanya karena diri nya dan Alin, Aisyah mendapatkan masalah.
Dan karena hal itu, Aisyah malah tidur bersama Alin malam itu. Ia tidur sambil membelai dan memeluk Alin. Seakan ada kerinduan yang mendalam antara diri nya dan anak sambung nya itu.
"Bunda."
"Iya sayang. Ada apa?"
"Alin senang."
"Senang kenapa?"
"Alin baru kali ini, kalau tidur di peluk."
"Papa dulu nggak pernah peluk Alin?"
"Nggak. Kata Papa Alin tidak boleh minta di peluk Papa. Karena Papa dan Alin berbeda jenis kelamin. Begitu pula dengan Pria-pria yang ada di luar sana."
"Bagus itu. Yang boleh peluk Alin cuma Bunda. Dan, orang yang membuat Alin nyaman. Ingat ya Alin, tidak boleh laki-laki menyentuh atau memeluk kamu. Kalau ada yang begitu, lapor pada Bunda."
"Memang nya mau Bunda apakan?"
"Bunda sentil ginjal nya."
Alin pun tertawa saat mendengar perkataan Aisyah. Mana ada ginjal di sentil. Seperti itu lah pikiran Alin yang tidak mengerti apa maksud Aisyah.
Aslan yang mendengar percakapan kedua perempuan itu, malah ketar ketir. Mudah-mudahan saja, tidak ada yang mengganggu Alin.
Tidak bisa ia bayangkan, jika nanti orang tersebut akan berhadapan dengan Aisyah yang berdarah dingin jika sudah marah.
Ya walaupun ia sudah keluar dari kelompok nya. Akan tetapi, Aisyah tetap lah pernah menjadi salah satu dari mereka. Aslan berusaha sebaik mungkin menutupi itu semua dari anak dan keluarga nya.
Lama tidak terdengar lagi suara percakapan. Aslan pasti mengira jika mereka sudah tertidur. Namun siapa sangka, saat Aslan akan membuka pintu kamar, Alin dan Aisyah malah mengejutkan nya.
Boooo...
"Eh copot.. Copot..." Ucap Aslan yang sangat terkejut. Niat nya ingin melihat anak dan istri nya. Tapi malah dia yang di kejutkan.
Aslan pun merasa heran. Sejak kapan anak dan istri nya berada di depan pintu. Bahkan tadi, mereka masih berbincang.
Aslan lupa. Jika Aisyah bahkan bisa mendengar suara langkah Aslan dari depan pintu. Bahkan, suara nafas mereka saja ia tahu.
Aisyah langsung menggendong Alin dan meringankan tubuh nya sampai ke pintu. Hingga saat Aslan akan membuka pintu, ia lah yang lebih dulu mengagetkan Aslan.
Alin sangat senang dan tertawa lebar saat melihat ekspresi Papa nya yang terkejut.
"Papa lucu kalau terkejut. Maaf ya Pa."
"Iya sayang, nggak apa kok. Kalau melihat Papa terkejut membuat mu bahagia, Papa rela terkejut terus."
Aslan pun bahagia. Baru kali ini ia melihat Alin tertawa lepas seperti itu. Selama ini, jangan kan tertawa, tersenyum saja Alin jarang.
Ia hanya akan tersenyum saat memang perlu tersenyum. Itu pun seperti di paksakan. Aslan bersyukur, Aisyah memberi banyak pengaruh yang baik untuk anak nya.
"Papa ini ada-ada saja. Pa, Bunda tidur dengan Alin ya malam ini. Alin pengen tidur dipeluk Bunda."
"Tapi kan Alin udah gede. Masak anak yang udah gede masih minta peluk. Bunda biar tidur dengan Papa aja ya. Lagian, emang nya kasur kamu, muat?"
"Kalau nggak muat, kita nanti tidur di bawah aja. Gimana Alin?"
Aisyah pun langsung menjawab karena melihat raut wajah Alin yang sudah tidak enak. Aisyah juga memasang wajah menyeramkan.
Aslan langsung terdiam saat melihat raut wajah Aisyah. Ya bagaimana sih, Aslan sebucin itu pada istri kedua nya.
" Ya sudah, bagaimana kalau kita tidur rame-rame di kamar kamu? Papa nggak berani tidur sendirian."
"Sejak kapan Papa tidak berani tidur sendirian?"
"Semenjak menikah dengan Bunda mu."
Aslan hanya nyengir saat mengatakan hal itu. Akhir nya, drama pun usai. Mereka tidur bertiga di kamar Alin.
Tapi Aslan mau nya Aisyah yang di tengah. Supaya dia bebas melakukan apa saja pada istri tercinta nya itu.
"Sayang, Alin udah tidur. Kamu masih marah?" bisik Aslan di telinga istri nya.
"Aku ngantuk. Besok harus bangun cepat dan menyiapkan sarapan.."
"Biar aku saja yang menyiapkan sarapan."
"Tidak!"
"Kenapa tidak? Biasa nya juga aku yang menyiapkan nya."
"Sayang, tidur sekarang!"
"Iya. Iya deh. Aku tidur nih."
Setelah melalui perdebatan yang panjang, akhir nya Aslan tidur juga. Saat melihat suami nya telah tertidur, Aisyah pun mengecup mesra suami nya. Dan ia pun, tertidur juga.
*****
"Tidak,, jangan. Aku mohon jangan.."
Hahhahahaha
"Lebih baik dia tiada. Hadir nya hanya akan membuat mu lengah."
"Tidak. Aku mohon jangan. Jangan. Aaaaaaaa"
"Aisyah, Aisyah. Ada apa? Apa kamu bermimpi?"
Aisyah bangun dengan nafas tersengat. Untung saja Alin tidak ikut terbangun. Aslan memberikan segelas air putih agar istri nya tenang.
"Mimpi itu lagi."
"Mimpi apa?"
"Aku juga tidak tahu. Aku sama sekali tidak mengingat apapun tentang mimpi itu."
"Mungkin memang hanya mimpi saja. Sudah lah. Aku mau tidur lagi."
"Iya sayang. Tidur lah. Subuh masih beberapa jam lagi."
Setelah Aslan tertidur, Aisyah bangun dan mandi. Ia tidak bisa tertidur lagi setelah itu. Setelah mengenakan pakaian olahraga dan masker penutup wajah, ia pun berlari di pukul dua dini hari.
Aisyah tidak takut apapun. Siapa sih yang berani mengganggu wanita seperti diri nya. Ia pun berlari keliling komplek.
Semenjak pulih dari tragedi di hari itu, Aisyah sering sekali bermimpi tentang orang asing. Ia juga tidak mengenal orang-orang yang ada di mimpi nya itu.
Ia menjadi sangat takut, apa jangan-jangan mimpi itu adalah petunjuk. Agar ia dan keluarga baru nya lebih berhati hati lagi saat ini..
Aisyah pun benar-benar tidak ingin semua itu terjadi. Ia tidak ingin, apa yang ada di dalam mimpi nya itu, kenyataan. Ia tidak ingin mereka mengusir Alin dan juga Aslan. Mereka segala-galanya untuk Alin.
Setelah puas berlari mengelilingi komplek. Ia pun pulang. Sebentar lagi subuh. Alin dan Papa nya pasti akan bangun.
Ia pun masuk perlahan melalui pintu pagar yang memang khusus untuk berjalan kaki. Diam-diam ia masuk melalui jendela kamar nya yang terbuka.
Jendela itu memang selalu terbuka saat Aisyah keluar masuk dari sana. Ia bisa lebih leluasa saat melakukan hal yang lainnya jika jendela itu terbuka.
Ia pun bisa memanjat dinding dengan mudah, tanpa gangguan. Bagi nya, dinding yang ada di rumah suami nya, tidak seberapa bila dibandingkan dengan dinding curam dan ta-jam yang ia lewati saat itu.
ada juga part lawaknya...
kweni...
kau memang anak pintar Alva...
bukan gerahnya.
aku harap Alin adalah yg asli
bermakna ada wanita lain ka?....