Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku tidak akan memperkosamu
Dambi menelan ludah. Mata hitam pekat yang terus menatapnya dalam itu membuatnya merasa sedikit ciut. Gadis itu berdeham, mengusir serak ditenggorakannya dan berpura-pura biasa saja. Ia ingin membuat keadaan yang tegang terlihat seperti biasa saja. Percuma sajakan ia datang jauh-jauh tapi ujung-ujungnya malah tidak jadi berakting. Apalagi kakak Yuka ini memiliki ketampanan yang luar biasa, jarang-jarang bisa melihatnya. Pokoknya ia harus memanfaatkan kesempatan ini baik-baik.
"Kau sudah siap berakting denganku malam inikan? Aku harap kau bisa terlihat seperti gigolo beneran saat kita mengambil gambar nanti."
Pria itu mengangkat alisnya, kearoganannya tampak begitu jelas di wajah tampannya yang tak bernoda sedikitpun itu.
"Gigolo?" pria itu bertanya tentang kata itu menggunakan nada heran dan jelas sekali ia tidak suka mendengar kata itu. Dambi merasa aneh. Pria didepannya ini seperti tidak tahu apa-apa. Apa dia sudah lupa perjanjiannya ditelpon dengan Yuka siang tadi?
"Kau lupa? Tadi siang kau sudah berjanji pada Yuka untuk membantuku beracting." pria itu menatap Dambi sejenak dan Dambi bisa melihat kalau otaknya sedang berpikir keras. Mungkin dia benar-benar lupa janji yang dia buat dengan adiknya tadi siang dan sedang mencoba mengingat-ingat sekarang.
"Kau ingat sekarang?"
"Masuklah. Kita bicara di dalam. Aku tidak suka orang lain mendengar pembicaraan kita. Katamu kita harus berakting beneran kan? Maka anggap saja aku memang adalah seorang gigolo." pria itu membuka pintu dengan lebar lalu berdiri diujung pintu dengan pandangan tidak terbaca.
Dambi tertegun sejenak, menatap ke arah lorong yang sepi dan juga menatap ke arah pria itu. Kenapa ia jadi merinding begini? Tenang Dambi, tenang, kalian hanya berakting, tidak benar-benar melakukannya.
Gadis itu lalu melangkah masuk. Ia merasa bulu kuduknya meremang mendengar suara pintu yang ditutup. Mungkin karena pendingin ruangan ini disetel sampai batas maksimal atau bisa saja ini adalah bentuk lain dari rasa gugupnya. Berduaan saja dengan lelaki asing diruangan ini tentu saja membuat otaknya berputar kemana-mana.
Dambi berbalik cepat saat tidak merasakan keberadan pria itu dibelakangnya. Ternyata pria itu masih berdiri dipintu yang telah tertutup itu dengan tatapan yang tidak terbaca. Mata pekatnya menelusuri tubuh Dambi.
Angkasa.
Pria yang tengah berdiri dipintu itu bukan Kevin, tapi Angkasa. Kevin sudah pulang selesai meeting sore tadi. Sementara Angkasa sendiri masih betah berlama-lama dalam hotel itu. Ia merasa Kevin sudah lupa janjinya dengan sahabat adiknya, makanya pria itu memutuskan pulang. Angkasa sendiri nanti mengingatnya ketika gadis itu berbicara. Ia ingat cerita Kevin ketika mereka makan bersama siang tadi.
Ada yang berbeda pada laki-laki itu. Biasanya Angkasa tidak akan pernah tertarik sedikitpun pada gadis yang pertama kali dilihatnya. Tapi, saat seseorang mengetuk pintu kamar itu dan ia membukanya, seorang gadis yang ia yakin jauh lebih muda darinya itu berdiri tepat didepannya dengan tampang tak berdosa tiba-tiba menarik perhatiannya.
Entah apa yang membuat gadis itu menarik dimata Angkasa hingga lelaki itu betah sekali berlama-lama menatapnya tanpa berniat menutup pintu. Awalnya ia berpikir gadis itu mungkin salah kamar, namun ketika mendengar ucapan gadis itu yang membuatnya kesal karena kata gigolo yang keluar dari mulutnya, ia langsung teringat dengan perkataan Kevin siang tadi. Sayangnya Kevin tidak ada di sini. Pria itu sudah pergi.
Angkasa berpikir sejenak. Apa dia suruh gadis ini pergi saja? Tapi gadis ini begitu menarik dimatanya, sayang sekali melewatkannya begitu saja. Setelah menimbang-nimbang, Angkasa memutuskan untuk bermain sebentar dengan gadis mungil didepannya ini. Baiklah. Ia akan membantu Kevin berakting dengan gadis ini. Tentu saja ia juga tertarik untuk menakut-nakutinya sedikit. Setelah menyuruh gadis itu masuk dan menutup pintu, Angkasa terus mengamati gadis itu. Sepertinya dia gugup. Tapi Angkasa tidak peduli. Ia sengaja membuat gadis itu gugup. Mau bermain-main dengannya bukan?
Dan untuk pertama kalinya Dambi merasa ditelanjangi hanya karena sebuah tatapan.
"Apa kau tidak ingin memakai pakaianmu?" gadis itu bertanya karena merasa jengah dengan apa yang bisa ia lihat dari tubuh berotot itu.
"Bukankah kita akan beracting dewasa? Seperti katamu, akting kita harus terlihat nyata, jadi aku tidak perlu pakaian."
Dambi merasa pria itu sedang menyindirnya. Ia menggigit bibirnya sendiri. Apa yang harus aku lakukan, apa yang harus aku lalukan? Dambi oh Dambi. Kau terlalu berlagak berani, kenyataannya kau hanya seorang gadis yang penakut. Dambi terus bergumam dalam hati.
Dari ujung sana Angkasa tersenyum. Diluar dugaan, sikap gadis yang terlihat takut-takut, salah tingkah, dan gugup di sana malah meluluhkan es yang membeku di dada Angkasa. Ia suka ketika gadis itu memainkan bibirnya.
"Siapa namamu?" harus dicatat bahwa ini pertama kalinya Angkasa bertanya lebih dulu nama seorang gadis yang baru dia temui. Sebelumnya, jangankan menanyakan nama mereka, melirik sekilas para wanita yang lewat didepannya saja itu mustahil. Secantik apapun wanita itu. Angkasa hanya sibuk dengan dunianya sendiri. Pria itu sudah seperti robot hidup saja. Jadi, seharusnya Dambi bangga menjadi perempuan pertama yang mendapat perhatian lebih oleh seorang Angkasa.
"Yuka nggak bilang? Aku Dambi." sahut Dambi menyayangkan pria itu yang belum mengetahui namanya. Dasar Yuka, awas saja kalau ketemu.
Kening Angkasa terangkat. Dambi? Sepertinya ia pernah mendengar nama itu di suatu tempat, tapi dimana? Ah, lupakan.
"Baiklah Dambi, kau ingin berakting apa denganku?" tanyanya kemudian. Padahal ia sudah tahu kedatangan gadis itu demi untuk mengambil gambar dirinya yang sedang tidur bersama seorang pria.
"Begini, mungkin Yuka tidak menjelaskan secara detail padamu."
Angkasa melangkah pelan, menyandarkan dirinya ke meja dan memandangi Dambi sambil bersedekap dada. Menunggu penjelasan gadis itu.
"Jadi, orangtuaku ingin menjodohkan dengan seorang pria yang tidak aku suka. Kau tahu, pria itu sudah tua, botak, gendut, suka gonta-ganti pacar jelek pula. Satu-satunya kelebihannya adalah dia kaya. Hanya karena orangtuaku dan orangtuanya berteman dekat dari kuliah, mereka dengan teganya mau menjodohkan kami." cerita Dambi panjang lebar dan berapi-api. Ia sengaja menggambarkan segala keburukan pria yang akan dijodohkan dengannya itu, padahal mereka saja belum bertemu sama sekali. Angkasa yang mendengarnya tersenyum tipis. Ia lebih fokus pada gadis itu bukan ceritanya.
"Jadi kau tidak menginginkan perjodohan itu?"
"Mm," angguk Dambi pasti.
"Kenapa tidak langsung menolak saja? Kau tidak menyukainya, orangtuamu pasti akan mengerti." ujar Angkasa sebagai pria yang memiliki akal sehat tinggi.
"Aku sudah coba, tapi mereka tetap bersikeras mau menjodohkan aku. Karena itu aku perlu bantuanmu. Tenang saja, meski aku tipe gadis yang agak liar, aku tidak akan melakukan sesuatu yang buruk padamu. Seperti memperkosamu. Kita hanya akan mengambil gambar, aku sudah berjanji pada Yuka tidak akan menyentuh kakaknya." Dambi tidak tahu ia mendapatkan keberanian darimana hingga bisa mengucapkan kalimat panjang itu dengan sebegitu santainya, sedang pria didepannya terus menatapnya dengan wajah tercengang.