Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Bertemu Halwa
"Nih, cobain dulu seragam Persit ini, minggu depan ada acara Persit di kantor," ujar Aldian seraya memberikan bungkusan plastik bening yang masih rapi. Di dalamnya ada sebuah seragam berwarna hijau toska.
Haliza meraih plastik itu dengan tidak antusias, lagipula dia tidak paham acara Persit dan rasanya tidak penting ada acara begituan, hanya buang waktu saja, pikirnya.
"Memang acara apa itu Mas, Persit? Aku tidak mau ikutan dan datang, lagipula Mas harus tahu aku ini orangnya jarang bergaul. Dan paling malas kalau sudah ngumpul-ngumpul. Aku ini jenis orang yang introvert." Tanpa ditanya Haliza sudah menjelaskan jenis orang kayak apa dirinya.
Aldian tertawa kecil, dia merasa kocak dengan penjelasan Haliza yang menyebut dirinya jenis orang introvert. Padahal bullshit.
"Dulu saat kamu di Yogyakarta pernah bekerja di perusahaan orang, kan, lalu kamu pernah pacaran dengan kekasih tercintamu yang ninggalin kamu itu, apakah itu bisa digolongkan manusia introvert? Introvert itu jenis orang yang benar-benar tertutup, dan tidak mudah bergaul dengan orang lain termasuk lawan jenis," jelas Aldian diimbuhi tawa kecil tapi terdengar ngikik.
Mata Haliza jeleng-jeleng tidak suka dengan ucapan Aldian yang terdengar mengejeknya. "Aku memang bekerja dan tetap berinteraksi dengan orang lain dan lawan jenis, tapi aku ini jarang bergaul. Setelah bubaran kerja, aku langsung pulang dan jarang ngumpul sama teman-teman. Begitu lho yang dimaksud dengan introvert jenis aku." Haliza memberikan pembelaan.
"Lalu kamu pacaran dan ketemu pacar kamu, apakah itu termasuk introvert?" kilah Aldian lagi.
"Tapi, selama pacaran, aku jarang mau diajak jalan keluar selain kafe langganan. Aku selalu membiarkan pacarku datang ke rumah," jelas Haliza lagi membela diri.
"Ah, sudahlah. Tidak akan ada habisnya jika bahas makna introvert versi kamu dan aku. Yang penting sekarang, kamu harus cobain dulu seragam Persit itu. Kalau kegedean, nanti bisa ditukar di koperasi," ujar Aldian tidak sabar.
"Kenapa harus ada acara Persit sih, aku paling tidak suka ketemu banyak orang?" dumel Haliza lagi dengan muka yang kesal.
"Cobalah dulu seragam itu. Lagipula aneh saja perempuan seperti kamu pemalu dan introvert, aku tidak percaya," ceplos Aldian ambigu.
"Maksud Mas Aldian perempuan seperti apa aku ini, kok kata-katanya ambigu tapi seakan berkonotasi negatif? Mulai deh ngata-ngatain aku yang negatif, padahal nggak terbukti," protes Haliza masih belum mau mengakhiri perdebatannya bersama Aldian. Baginya kata-kata Aldian itu mengandung makna yang mengarah pada hal negatif.
"Apa sih kamu ini, jangan menyimpulkan lebih dulu kalau belum mendengar lebih lanjut ucapanku. Lagipula kalau aku ucapkan, bisa-bisa hidungmu yang tidak seberapa mancung itu lama-lama bisa terbang," ejek Aldian semakin membuat Haliza cemberut.
"Ya sudah, aku tidak mau mencoba seragamnya." Haliza berdiri bermaksud pergi, ia merajuk.
"Kamu ini, pengen jelas saja. Sini aku bilangin, ya. Tadi aku mau bilang perempuan secantik kamu kok pemalu dan introvert, aku ini tidak percaya. Biasanya kalau merasa punya wajah yang lumayan, dia sering tebar-tebar pesona dan percaya diri. Tapi, kamu bilang kamu introvert dan aku sama sekali tidak percaya," jelas Aldian masih tidak yakin kalau Haliza introvert.
Haliza tidak menyahut lagi, meskipun Aldian sudah mengakuinya kalau Haliza cantik, tapi Haliza terlanjur tidak suka dengan ejekan Aldian tadi.
"Ayo dong, pakai! Gitu saja lama. Aku hanya ingin tahu bagaimana jika di badan kamu, apakah pas atau masih longgar? Kalau longgar, bisa aku tukar lagi besok di koperasi," titah Aldian sedikit menekan karena Haliza terlihat sangat ogah-ogahan.
Akhirnya Haliza mencoba seragam Persit yang berlengan pendek dan roknya hanya selutut.
"Kenapa tidak yang panjang saja, Mas?" protes Haliza nampak kurang suka dengan seragam Persit yang berlengan pendek dan roknya pendek itu. Perlahan Aldian mendongak lalu menatap Haliza. Lama-lama Haliza ini sangat menguji kesabarannya dan senang sekali berdebat dengannya.
"Bukankah kamu tidak memakai hijab?" heran Aldian.
"Iya, tapi aku maunya memakai seragam Persit yang panjang dan ada hijabnya. Kalau ini lengan pendek, nanggung," ucap Haliza kembali protes.
"Besok aku tukar di koperasi, tapi kamu harus janji untuk menghadirinya. Kalau tidak, maka aku tidak akan bicara lagi denganmu," tegas Aldian seraya berdiri dan beranjak dari sana dengan raut muka kesal.
Haliza mengangguk sekaligus ngeri kalau-kalau Aldian kembali mendiamkannya. Itu sungguh hal yang paling tidak menyenangkan dalam hidupnya.
***
Seminggu kemudian acara Persit itu tiba. Walaupun Haliza ogah-ogahan, dia terpaksa mengikuti perintah Aldian. Karena Haliza takut dengan ancaman Aldian yang akan mendiamkannya jika ia tidak mengikuti perintahnya.
Aldian melihat Haliza dengan dandanan barunya. Hati kecilnya mengakui kalau Haliza benar-benar cantik dan anggun.
Mobil Aldian pun segera meluncur menuju kantor Aldian.
Tiba di kantor, Haliza diantar langsung menuju sebuah gedung di mana acara Persit itu diadakan. Sudah banyak istri Persit di sana. Ada yang membawa anak ada juga yang tidak, seperti dirinya.
"Tunggulah dan ikuti arahan dari pembawa acara. Aku ke ruangan dulu sebentar," ujar Aldian sembari melangkah keluar ruangan. Haliza mengangguk pasrah diantara beberapa istri Persit lainnya yang sudah memasuki ruangan itu.
Kini Aldian keluar dari gedung itu, dia bermaksud menuju ruangannya. Namun, baru saja kakinya melangkah, ia seperti melihat sosok yang dikenalnya. Aldianpun terperanjat karena kaget plus kagum melihat perubahan Halwa yang semakin berbeda dan cantik.
Sejenak mata Aldian bergulir untuk memastikan bahwa di sekitar tempat itu tidak ada Cakar, suaminya Halwa.
"Azizah," sapa Aldian yang langsung mendapat respon dari Halwa.
"Mas Aldian. Siapa yang diantar ke aula ini?" heran perempuan yang disapa Aldian itu.
"Saya antar istri untuk pertama kali ke gedung ini."
"Oh ya? Mas Aldian sudah menikah?"
"Sudah. Itu makanya saya tadi ke sini untuk mengantar istri saya."
"Azizah, kamu sekarang berubah, semakin cantik," puji Aldian kemudian. Halwa terlihat menunduk malu, ia seakan tidak nyaman.
"Terimakasih, Mas. Tapi alangkah baiknya Mas Aldian segera pergi, suami saya sebentar lagi datang bersama anak saya," ujar Haliza mengusir secara halus.
"Tenang saja. Saya juga akan pergi. Tapi ada yang ingin saya sampaikan sama kamu. Jangan lupa, kita nanti akan besanan. Melanjutkan kisah masa kecil kita yang belum usai, lewat anak-anak kita. Permisi." Aldian langsung pergi dari hadapan wanita seusia Haliza itu tanpa menoleh.
Halwa tertegun sesaat setelah kepergian Aldian. Ia kepikiran dengan ucapan Aldian barusan. "Cinta masa kecil yang belum usai?" gumamnya tidak habis pikir. "Calon besan?" gumamnya lagi.
"Sayang, Kafeela haus sepertinya," ujar seseorang yang tiba-tiba datang menghampiri Halwa seraya memanggil mesra. Sementara di balik tembok aula, ada seseorang menatap iri kemesraan mereka diantara bocah tampan menggemaskan.
"Mereka begitu bahagia. Apakah kelak hubunganku dengan Mas Aldian akan seperti mereka juga?" batinnya bertanya.