NovelToon NovelToon
Bloodlines Of Fate

Bloodlines Of Fate

Status: sedang berlangsung
Genre:Vampir
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Detia Fazrin

Aiden Valen, seorang CEO tampan yang ternyata vampir abadi, telah berabad-abad mencari darah suci untuk memperkuat kekuatannya. Saat terjebak kemacetan, dia mencium aroma yang telah lama ia buru "darah suci," yang merupakan milik seorang gadis muda bernama Elara Grey.

Tanpa ragu, Aiden mengejar Elara dan menawarkan pekerjaan di perusahaannya setelah melihatnya gagal dalam wawancara. Namun, semakin dekat mereka, Aiden dihadapkan pada pilihan sulit antara mengorbankan Elara demi keabadian dan melindungi dunia atau memilih melindungi gadis yang telah merebut hatinya dari dunia kelam yang mengincarnya.

Kini, takdir mereka terikat dalam sebuah cinta yang berbahaya...

Seperti apa akhir dari cerita nya? Stay tuned because the 'Bloodlines of Fate' story is far form over...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mimpi

...»»————> Perhatian<————««...

...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apapun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....

...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...

...🌸 命运血统 🌸...

Setelah bangun dari mimpi buruknya, Elara duduk di tempat tidur, mencoba menenangkan diri. Keringat dingin membasahi dahinya, dan jantungnya masih berdegup kencang. Dia memandang sekeliling kamar yang gelap, hanya diterangi cahaya redup dari rembulan yang menembus tirai tipis.

“Kenapa mimpi itu terasa begitu nyata?” gumamnya sambil meremas kalung di lehernya.

Tidak tahan dengan suasana kamar yang terasa semakin mencekam, Elara memutuskan untuk keluar. Dia berjalan menuju kamar Nenek Mika.

Saat membuka pintu pelan-pelan, dia mendapati Nenek Mika sedang tidur pulas bersama Bibi Lena. Mendengar dengkuran halus dari mereka berdua, Elara tersenyum tipis. Kehangatan suasana itu sedikit menenangkan hatinya.

Namun, dia tidak ingin mengganggu. Dengan hati-hati, dia menutup pintu kamar mereka dan melangkah kembali ke lorong.

Ketika dia akan kembali ke kamarnya, sebuah gerakan menarik perhatiannya. Di ujung tangga, dia melihat seseorang berjalan perlahan. Rambutnya, bahunya, dan cara jalannya itu adalah Aiden.

“Aiden?” panggil Elara dengan suara bergetar.

Aiden tidak menjawab. Dia hanya terus berjalan menuju tangga, dan dalam sekejap, dia menghilang seperti bayangan yang lenyap ditelan kegelapan.

Elara membeku di tempatnya, merasa bulu kuduknya berdiri. "Apa yang sebenarnya terjadi?" pikirnya tidak jernih, Elara lupa bahwa Aiden adalah vampir.

Perasaan takut mulai menguasai dirinya. Tidak mungkin Aiden hanya menghilang begitu saja. Elara berlari ke arah tangga, berharap bisa menemukannya.

“Aiden!” teriaknya lagi, kali ini sedikit lebih keras.

Namun, tidak ada jawaban. Semua terasa sunyi. Hanya suara detak jam dinding di ruang tamu yang menemani keheningan itu.

"Ah diakan Vampir, itu sebabnya dia bisa menghilang cepat..." ucap penuh ketakutan.

Elara menelan ludah dan memutuskan untuk pergi ke kamar Aiden. Ketika membuka pintunya, ruangan itu tampak gelap, hanya diterangi sedikit cahaya dari lampu jalan di luar jendela.

“Aiden?” bisiknya pelan sambil masuk ke kamar.

Dia melihat Aiden tidur dengan tenang di ranjangnya, selimut menutupi tubuhnya hingga ke dada. Nafasnya teratur, dan wajahnya tampak damai, seolah tidak ada yang terjadi.

“Bagaimana mungkin…” Elara bergumam, merasa bingung.

Tapi rasa takut dari mimpi buruknya masih membayanginya, ditambah pengalaman aneh yang baru saja dia alami. Dia tidak ingin kembali ke kamarnya sendirian.

Elara perlahan mendekati tempat tidur Aiden. Dia ragu sejenak, tapi rasa takutnya lebih besar daripada rasa malunya. Dengan hati-hati, dia menggeser selimut dan berbaring di samping Aiden, memastikan tidak membangunkannya.

"Aku hanya butuh sedikit rasa aman," pikirnya.

Suasana kamar yang tenang dan kehangatan tubuh Aiden mulai membuat Elara merasa nyaman. Dia memejamkan matanya, berharap bisa tidur tanpa mimpi buruk lagi.

Di tengah malam, Aiden terbangun sejenak. Dia merasakan kehadiran seseorang di sampingnya dan menoleh. Dia melihat Elara yang tertidur dengan ekspresi gelisah di wajahnya.

“El…” gumam Aiden pelan, tidak ingin membangunkannya.

Dia menghela napas panjang dan menarik selimut lebih rapat untuk melindungi Elara dari udara dingin. Meskipun bingung, Aiden memilih untuk tidak bertanya. Dia hanya berbaring kembali, memastikan Elara aman di sisinya.

Dan malam itu, untuk pertama kalinya sejak lama, Elara merasa terlindungi dari segala ketakutannya.

...🌸 命运血统 🌸...

Namun, saat malam terasa hening, hanya suara angin yang berbisik lembut melalui celah jendela. Aiden membuka matanya perlahan, merasakan sesuatu yang aneh. Elara, yang seharusnya tidur tenang, tanpa sadar memeluknya erat, seolah masih mencari perlindungan.

Pelukan itu membuat tubuh Aiden kaku seketika. Dia menatap wajah Elara yang begitu dekat dengannya bahkan terlalu dekat. Bibir Elara yang lembut mengingatkannya pada kejadian beberapa malam lalu. Ciuman yang seharusnya tidak terjadi, namun meninggalkan jejak di pikirannya.

Aiden menelan ludah, merasa gugup sekaligus tegang. “Kenapa dia harus berada di sini, di sampingku?” pikirnya.

Wajah Elara terlihat begitu damai dalam tidurnya, namun pelukan erat itu membuat Aiden merasa emosinya mulai tak terkendali. Napasnya perlahan menjadi berat, dadanya naik turun tidak beraturan.

Dia mencoba untuk menggerakkan tubuhnya sedikit, berharap Elara akan melepaskan pelukan itu. Tapi setiap kali dia bergerak, Elara justru memeluknya lebih erat, seperti seorang anak kecil yang takut kehilangan sesuatu yang berharga.

“Elara…” gumam Aiden pelan, hampir seperti bisikan.

Namun Elara tidak merespons, masih terlelap dalam mimpinya. Aiden mengalihkan pandangannya, mencoba mengendalikan pikirannya yang mulai dipenuhi hal-hal yang seharusnya tidak dia rasakan. Tapi aroma manis Elara, kehangatan tubuhnya, dan sentuhan tangannya yang lembut membuat segalanya semakin sulit.

“Aku tidak boleh seperti ini,” pikir Aiden sambil memejamkan matanya, berharap rasa itu akan hilang.

Tapi bayangan ciuman itu kembali menghantuinya. Dia ingat bagaimana sentuhan bibir mereka, kelembutan yang mengguncang seluruh dirinya, dan cara Elara membalas ciuman itu dengan malu-malu namun intens.

“Kenapa aku harus mengingat itu sekarang?” bisiknya pada diri sendiri.

Aiden merasakan tubuhnya mulai memanas, hasrat yang selama ini dia kendalikan dengan susah payah kembali muncul. Dia ingin menjauh, tapi tubuhnya tidak bisa bergerak. Matanya kembali menatap wajah Elara, dan dia merasa ada sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya.

“Elara…” kali ini suaranya sedikit lebih tegas.

Elara menggerakkan tubuhnya perlahan, matanya mulai terbuka. Dia tampak bingung sesaat, tetapi ketika menyadari posisi mereka, wajahnya langsung memerah.

“Ah, aku… maaf, Tuan Aiden…” kata Elara tergagap sambil buru-buru melepaskan pelukannya dan duduk menjauh.

Aiden hanya menatapnya, tidak mengatakan apa-apa. Dia mencoba menyembunyikan rasa gelisah nya, namun napasnya yang masih berat membuatnya sulit untuk terlihat tenang.

“Kenapa kamu ada di sini?” tanyanya akhirnya, suaranya terdengar datar meski dalam hati dia masih berusaha menenangkan diri.

Elara menunduk, merasa malu. “Aku… aku tidak bisa tidur setelah mimpi buruk itu, jadi aku…”

Dia tidak melanjutkan kalimatnya. Hanya dengan melihat wajah Aiden yang dingin namun penuh karisma, dia tahu betapa konyolnya tindakannya.

Aiden menghela napas panjang, mencoba menyingkirkan perasaan yang mulai menguasainya. “Kamu seharusnya tidak ke sini tanpa izin. Apa yang akan orang lain pikirkan jika mereka tahu kamu tidur di kamarku?”

Elara menggigit bibirnya, rasa bersalah mulai menguasainya. “Aku benar-benar minta maaf, Tuan Aiden. Aku hanya… aku tidak tahu harus ke mana.”

Mendengar nada suara Elara yang penuh penyesalan, hati Aiden sedikit melunak. Dia mengusap wajahnya, mencoba menghilangkan ketegangan di antara mereka.

“Elara, lain kali, jika kamu merasa takut atau butuh sesuatu, datanglah padaku di waktu yang wajar,” katanya dengan nada lebih lembut. “Tapi untuk sekarang, kembalilah ke kamarmu.”

Elara mengangguk pelan dan berdiri dari tempat tidur. Namun, sebelum dia melangkah pergi, dia berhenti sejenak.

“Tuan Aiden… terima kasih,” katanya sambil menatapnya sekilas.

Aiden hanya mengangguk, meski dalam hati dia masih berjuang melawan hasrat yang terus mengganggunya. Saat pintu kamar tertutup, dia membenamkan wajahnya di tangannya.

“Elara… kamu benar-benar akan membuatku gila,” bisiknya lirih.

1
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
lanjut kak
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
lanjut kak
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
lanjut kak
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
next
NT.RM: Terima kasih banyak sudah mampir dan terus mengikuti Bloodlines of Fate! Senang banget bisa berbagi cerita ini sama kamu. Semoga tetap seru dan bisa terus dinikmati! Jangan ragu buat kasih feedback atau pendapat, ya! 😊
total 1 replies
sella surya amanda
lanjut
KaylaKesya
terbaek thor 😇💪
KaylaKesya: sama2..semangat thor 💪
NT.RM: Terimakasih ya Laya~
total 2 replies
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
next
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
lanjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!