Di dunia yang dikendalikan oleh faksi-faksi politik korup, seorang mantan prajurit elit yang dipenjara karena pengkhianatan berusaha balas dendam terhadap kekaisaran yang telah menghancurkan hidupnya. Bersama dengan para pemberontak yang tersembunyi di bawah tanah kota, ia harus mengungkap konspirasi besar yang melibatkan para bangsawan dan militer. Keadilan tidak lagi menjadi hak istimewa para penguasa, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah dan api.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya, meskipun bintang-bintang berkilauan di langit Valyria. Ares duduk sendirian di tepi perkemahan, tangannya memegang erat benda bulat kecil yang ia temukan di Kuil Bayangan. Sejak mereka menghancurkan altar di kuil, benda ini terus-menerus berdenyut dengan energi yang aneh, seperti jantung yang berdetak pelan.
Di sekelilingnya, kelompok pemberontak sedang beristirahat, sementara Liora tetap berjaga di dekat api. Mereka semua kelelahan setelah pertempuran di kuil, tetapi Ares merasa bahwa perjuangan mereka baru saja dimulai. Ada sesuatu yang salah dengan benda ini. Sesuatu yang kuat, dan dia tidak tahu apakah itu adalah kekuatan yang bisa dia kendalikan.
Suaranya terdengar lemah dan berbisik, tapi cukup jelas bagi Ares. "Aku bisa membantumu..."
Ares tertegun. Ia menatap benda itu dengan tajam, memeriksa sekeliling untuk memastikan bahwa dia tidak sedang berhalusinasi. Suara itu terdengar seperti berasal dari dalam pikirannya, seolah-olah benda tersebut sedang berkomunikasi langsung dengannya.
"Kau... siapa?" bisik Ares, mencoba berkomunikasi kembali.
"Aku adalah bagian dari apa yang selama ini kau cari..." jawab suara itu, terdengar seperti gema jauh di dalam benaknya. "Kekaisaran, kegelapan, bayangan yang telah menghantuimu—aku adalah kunci untuk menghentikannya."
Ares menggenggam benda itu lebih erat, merasakan aliran energi yang semakin kuat. "Apa maksudmu?" desaknya, semakin bingung dan waspada.
Suara itu hening sesaat sebelum melanjutkan. "Kekuatan ini telah terikat pada Valyria selama berabad-abad. Ragnar menguasainya sebagian, tetapi bahkan dia tidak memahami kedalaman kekuatannya. Jika kau ingin menghancurkan bayang-bayang yang membelenggu kekaisaran ini, kau harus menerima kekuatan ini... dan menggunakannya."
Ares tersentak mundur, perasaannya bercampur aduk antara penasaran dan takut. "Kekuatan ini? Tidak, aku tidak bisa menggunakan sihir gelap seperti Ragnar. Aku tidak akan membiarkan diriku jatuh ke dalam kegelapan yang sama."
"Kegelapan hanya menjadi musuh jika kau membiarkannya mengendalikanmu," bisik suara itu kembali. "Tapi jika kau yang mengendalikannya... kau bisa membalikkan keadaan. Kau bisa melindungi Valyria. Kau bisa menghancurkan musuh-musuhmu."
Ares merasa hatinya berdebar lebih cepat, tapi bukan karena takut. Ada sesuatu dalam kata-kata itu yang terdengar masuk akal, meskipun dia tahu bahwa kekuatan seperti ini selalu berbahaya. Dia telah melihat apa yang dilakukan sihir gelap kepada Ragnar—membuatnya menjadi monster. Tapi apakah itu berarti semua kekuatan gelap harus dihancurkan?
Sebelum Ares bisa menjawab pertanyaan itu untuk dirinya sendiri, dia mendengar langkah kaki yang mendekat. Liora berjalan pelan ke arahnya, matanya penuh rasa ingin tahu. "Kau baik-baik saja?" tanyanya, suaranya tenang.
Ares segera menyimpan benda itu di balik jubahnya dan mengangguk. "Ya, aku hanya sedang berpikir."
Liora duduk di sampingnya, memandang ke langit malam yang penuh bintang. "Aku juga merasakan ada sesuatu yang berbeda," katanya perlahan. "Sejak kita meninggalkan kuil, ada perasaan bahwa sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. Apa menurutmu kita benar-benar sudah menghentikan kekuatan gelap itu?"
Ares terdiam sejenak sebelum menjawab. "Aku tidak tahu, Liora. Kekuatan yang ada di kuil itu… rasanya seperti hanya sebagian dari sesuatu yang jauh lebih besar. Dan sekarang, kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Liora mengangguk setuju. "Kita sudah jauh dari titik balik. Tidak ada jalan kembali. Ragnar sudah mati, tetapi ancaman yang lebih besar mungkin sedang bangkit."
---
Keesokan harinya, mereka kembali ke Valyria dengan hati-hati, menempuh perjalanan selama beberapa hari melalui hutan yang sunyi. Kota itu tampak berbeda setelah peristiwa di Kuil Bayangan. Kekuasaan Ragnar yang telah hancur mulai menunjukkan efeknya. Rakyat Valyria tampak kebingungan, tak yakin siapa yang harus mereka ikuti. Kekosongan kekuasaan telah menciptakan ketidakstabilan, dan setiap orang tampaknya berusaha mencari tempat baru di dunia yang berubah ini.
Namun, saat mereka tiba di gerbang kota, sesuatu terasa salah. Udara di Valyria terasa lebih berat daripada biasanya, seolah-olah ada sesuatu yang menyelimuti seluruh kota.
"Ada apa ini?" tanya salah satu prajurit pemberontak. "Kenapa suasananya begitu... gelap?"
Ares merasakan hal yang sama. Sejak mereka mendekati kota, dia bisa merasakan kehadiran kekuatan gelap yang lebih kuat daripada sebelumnya. Bayangan di sekeliling mereka terasa lebih tebal, seperti bergerak dengan sendirinya. Dia menggenggam benda misterius itu di balik jubahnya, dan untuk pertama kalinya, dia merasakan energi yang terpancar darinya semakin kuat.
"Ini bukan kekuatan biasa," kata Ares pelan, tatapannya tajam. "Ada sesuatu yang terjadi di sini."
Mereka terus maju, menyusuri jalan-jalan yang mulai sepi, hingga akhirnya tiba di pusat kota. Di sana, di depan istana yang pernah dikuasai oleh Ragnar, mereka melihat sesuatu yang mengerikan.
Sebuah sosok berdiri di atas tangga istana, sosok yang tinggi dan berjubah hitam, dengan mata yang bersinar merah darah. Sosok itu memandang ke arah mereka dengan tatapan yang dingin dan penuh kebencian.
"Ares Arvenius," suara sosok itu bergema di udara, meskipun dia tidak berbicara dengan keras. "Kau telah mengganggu keseimbangan kekaisaran. Dan sekarang, kau akan membayar harga untuk tindakanmu."
Ares berdiri tegak, meskipun hatinya penuh waspada. "Siapa kau?" dia menantang, suaranya tegas.
Sosok itu melangkah maju, bayangan di sekelilingnya bergerak bersamanya, seolah-olah dia adalah bagian dari kegelapan itu sendiri. "Aku adalah apa yang tersisa dari kekuatan kekaisaran. Bayangan yang kau pikir telah kau hancurkan di Kuil Bayangan. Tapi kau hanya menghancurkan cangkangnya. Sekarang, kekuatan itu telah bangkit lagi, dan aku akan mengembalikan Valyria ke tempatnya—di bawah kegelapan."
Mata Ares menyipit. "Jadi, kau yang selama ini mengendalikan sihir gelap ini?"
Sosok itu tersenyum dingin. "Aku bukan pengendali, Ares. Aku adalah kekuatan itu sendiri."
Liora, yang berdiri di samping Ares, menghunus pedangnya. "Kami tidak akan membiarkanmu menghancurkan Valyria lagi!"
Sosok itu tertawa rendah. "Kalian pikir kalian bisa melawanku? Kalian bahkan belum memahami kekuatan yang sedang kalian hadapi."
Tanpa peringatan, sosok itu mengangkat tangannya, dan bayangan di sekelilingnya melesat ke arah Ares dan pasukannya. Gelombang kegelapan yang padat bergerak dengan kecepatan luar biasa, menutup jarak dalam sekejap.
Ares menghunus pedangnya dan bersiap menghadapi serangan itu. Namun, sesuatu terjadi. Benda di dalam jubahnya mulai berdenyut kuat, mengeluarkan pancaran cahaya hitam pekat. Energi yang kuat mengalir ke seluruh tubuhnya, dan sebelum dia bisa bereaksi, bayangan itu berhenti—seolah-olah ditolak oleh kekuatan yang ada di dalam benda itu.
Sosok berjubah hitam itu terkejut, meskipun hanya sesaat. "Jadi kau memiliki bagian dari kekuatan itu," katanya dengan suara rendah. "Tapi itu tidak akan cukup untuk menghentikanku."
Ares merasa tubuhnya penuh dengan kekuatan baru, tetapi dia tidak tahu bagaimana mengendalikannya. Benda itu memberinya kekuatan, tetapi juga menimbulkan rasa takut yang mendalam. "Apa ini?" gumamnya, menatap tangannya yang bersinar dengan energi hitam.
"Ini bukan kekuatanmu," kata sosok itu. "Ini kekuatan yang kau ambil dari Kuil Bayangan. Dan jika kau tidak hati-hati, kau akan dihancurkan olehnya."
Ares menggertakkan giginya, mencoba untuk tetap tenang. "Aku akan menghentikanmu, apapun yang terjadi."
Sosok itu tertawa kecil, lalu menghilang di tengah bayangan, meninggalkan suara yang bergema di seluruh alun-alun. "Kau akan segera memahami apa artinya menyentuh kekuatan yang seharusnya tak tersentuh, Ares. Saat itu tiba, kau akan tahu bahwa bayang-bayang selalu menang."
Suara itu memudar bersama sosoknya, meninggalkan Ares dan kelompoknya dalam keheningan yang mencekam. Hawa dingin tiba-tiba melingkupi udara, dan meskipun sosok itu telah pergi, bayang-bayang yang tersisa seolah masih memantau setiap gerakan mereka. Mata Ares menyipit, dan dia merasa sebuah keputusan penting harus segera diambil—dia tidak bisa lagi mengabaikan kekuatan yang ada di tangannya.
Liora melangkah mendekat, meletakkan tangan di bahu Ares. "Apa yang baru saja terjadi? Kekuatan itu... berasal dari benda yang kau temukan di kuil, bukan?"
Ares mengangguk perlahan. "Ya, benda ini memiliki kekuatan yang luar biasa, tetapi aku belum tahu bagaimana mengendalikannya. Rasanya seperti benda ini menghidupkan kekuatan di dalam diriku, tapi... aku khawatir kekuatan ini juga bisa menghancurkan."
Liora memandang Ares dengan tegas. "Kita perlu waktu untuk memahami kekuatan ini, Ares. Jika benar benda ini adalah kunci untuk melawan kekuatan kegelapan, kau harus belajar mengendalikannya. Tapi kau tidak bisa melakukannya sendiri."
Ares menarik napas dalam-dalam, lalu melepaskan genggaman di pedangnya. "Kita akan melawan. Apapun yang terjadi, kita harus menghentikan kekuatan itu sebelum Valyria jatuh lebih jauh ke dalam kegelapan."
cerita othor keren nih...