Rumah tangga Nada Almahira bersama sang suami Pandu Baskara yang harmonis berubah menjadi panas ketika ibu mertua Nada datang.
Semua yang dilakukan Nada selalu salah di mata sang mertua. Pandu selalu tutup mata, dia tidak pernah membela istrinya.
Setelah kelahiran putrinya, rumah tangga mereka semakin memanas. Hingga Nada ingin menyerah.
Akankah rumah tangga mereka langgeng? Atau justru akan berakhir di pengadilan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Ibu," tangisan Nada pecah di pelukan ibunya.
"Nada, ada apa?" Ranti bingung, putrinya datang-datang langsung menangis sejadinya.
"Nada, ada masalah apa?" Nora berlari kecil dari kamarnya mendekati adiknya.
Nada masih susah berbicara, dadanya masih terasa sesak. Hatinya bukan lagi hancur, melainkan hilang lenyap dibawa luka yang terus menyayatnya.
"Nada gagal, Buk, Mbak," ucapnya dengan tangis yang masih sesenggukan.
"Gagal apa?" Ranti memandang Nora meminta jawaban dari Nora.
Namun, anak sulungnya itu juga tidak tahu, kenapa sang adik mengatakan hal itu?
"Nada, kamu tenang dulu baru katankan dengan jelas." Nora mengusap punggung Nada.
Nora memberikan air minum kepada Nada, agar dia lebih tenang lagi.
"Apa ini ada hubungannya sama suamimu?" tebak Nora, sejak Nada sering datang ke rumah tanpa suaminya Nora merasa ada yang tidak beres dengan rumah tangga adiknya.
Nada menganggukkan kepala, ia menyeka air matanya yang terus mengalir.
"Sakit hati Nada, Buk, Mbak," katanya dengan memandang ibu dan kakaknya.
"Pandu selingkuh?"
"Iya sempat ingin berselingkuh. Tak hanya itu, Mas Pandu tak mau menyentuhku lagi. Sudah hampir satu tahu lebih," air matanya tumpah kembali.
Ia juga mengimbuhkan jika uang bulanan tidak sepantasnya dan mertuanya yang selalu ikut campur. Sampai keuangannya pun lebih banyak diatur oleh mertuanya.
"Ceraikan saja lelaki tidak tanggung jawab itu," geram Nora. Dia menyesal telah memberikan restu pernikahan adiknya.
Sejak awal dia ragu dengan Pandu, tapi dengan Nada yang terus meyakinkan akhirnya dia luluh.
"Memangnya tidak ada cara lain, selain bercerai?" ujar Ranti. Dia masih berharap anaknya bisa mendapatkan solusi yang terbaik selain perpisahan.
Dia mengatakan ujian pernikahan itu selama lima tahun, jika mereka mampu melewati fase itu keluarganya akan langgeng.
"Buk, tidak akan langgeng jika berjuang sendiri. Nada, besok aku antar kamu mendaftar ke pengadilan," ujar Nora. Kesabaran dia sudah habis, dia tidak bisa melihat adiknya terus menderita.
"Aku sudah mendaftarkan ke pengadilan, aku minta Mbak Nora sama Mas Rama sebagai saksi," pinta Nada.
"Tentu saja, kami bersedia. Ingat jangan mau untuk berdamai dengan dia."
Nada lumayan lega setelah menceritakan kepada keluarganya. Mereka semua mendukung keputusannya. Meskipun awalnya sang ibu meminta agar dia meperbaiki hubungannya.
...----------------...
"Nada, tarik gugatan kamu, aku tidak mau bercerai denganmu," kata Pandu saat Nada kembali ke rumahnya.
"Mas, kamu kenapa ke mari?"
"Aku bilang, cabut tuntutan kamu," titah Pandu.
Nada menghela napas, dia masuk ke rumah lalu duduk di sofa. Menaruh tas dan bawaanya di meja.
"Mas, harusnya kamu senang kan dengan keputusanku ini," ujar Nada.
"Aku tidak mau cerai, kita akan terus bersama sampai kapan pun," ujar Pandu. Dia mencintai Nada, tidak mau pisah dengan anak dan istrinya.
"Mas, jangan egois. Kamu mau ingin tetap bersama tapi tak mau memberikan nafkah lahir batin. Bukanya sama saja itu hidup sendiri?" ujar Nada dengan tertawa hampa.
"Nada, beri waktu aku sebentar saja. Aku hanya ingin tenang sebentar." Pandu memegang tangan Nada.
Nada tertawa kecil, "Mas, menunggu untuk apa? Dicampakan?"
Nada menarik tangannya, suaminya benar-benar egois. Meminta dia menunggu sesuatu yang tidak pasti.
"Aku tidak akan mencampakkanmu. Aku cinta sama kamu, Nada." Pandu kembali meraih tangan Nada.
"Aku hanya butuh waktu sebentar untuk memantapkan hati. Lalu aku akan kembali ke rumah ini," mohon Pandu agar Nada mau menberikan sedikit waktu dan kesempatan. Ia meminta agar Nada mencabut gugatan cerainya.
"Biarkan gugatan itu berjalan, jika memang semua bisa berubah keputusan juga bisa dirubah nanti," ujar Nada. Ia akan melihat perubahan pandu selama nantinya.
"Ini akan membuatku tertekan, cabut ya." Pandu benar-benar memohon agar Nada tidak melanjutkan niatnya.
"Apa selama ini kamu memikirkan aku tertekan atau tidak?" Nada menarik tangannya lalu menggeser tubuhnya agar menjauh dari Pandu.
"Maaf. Apa yang harus aku lakukan agar kamu mau mencabut gugatan cerainya?" tanya Pandu. Jika memang bisa dia akan mengabulkan semua persyaratan Nada agar mereka tetap bersama.
"Aku tidak yakin kamu bisa memenuhinya." Nada pesimis dengan omongan Pandu. Sebenarnya sangat mudah, tapi dia tidak bisa.
"Katakan." Pandu ingin tahu seberapa berat syarat sampai Nada tidak percaya dirinya tidak sanggup memenuhinya.
"Kembali ke rumah ini, dan biarkan aku yang mengurus keuangan kita. Semua urusan rumah tangga aku yang mengatur, bukan ibumu," ucap Nada dengan sangat jelas.
"Nada, kamu tahu ayahku sudah meninggal. Dan aku tulang punggung keluarga. Apa pantas aku meninggalkan keluargaku?" Pandu keberatan dengan permintaan sang istri.
"Aku tidak menyuruh meninggalkan keluargamu. Aku hanya ingin rumah tanggaku, aku yang mengatur. Kamu paham tidak, Mas?" katanya dengan suara meninggi.
Nada hanya ingin ibu mertuanya ikut campur urusan mereka. Dia akan memberikan uang yang dibutuhkan ketika Pandu telah memberikan nafkah kepadanya. Bukan malah diberikan ibunya baru sisanya Nada.
"Bagaimana?" Nada menatap lekat menunggu respon Pandu. "Sudahlah, kamu tidak akan mampu. Lebih baik kamu pulang sekarang."
Nada malas bertemu dengan Pandu yang tidak menemukan solusi baik. Dia tetap teguh kepada pendiriannya yang membuatnya muak.
"Nada, tolonglah," Pandu masih berusaha membujuk.
"Pergi Mas," Nada menarik tangan Pandu lalu mendorongnya pergi keluar dari rumahnya.
"Nada, aku masih suamimu. Kamu tidak bisa mengusirku seperti ini." Pandu menahan diri agar tidak keluar.
"Ini rumahku, aku bebas mengusir siapa pun yang aku mau," Nada mendorong sampai Pandu benar-benar keluar dari ruang tamunya.
"Nada," Panggil Hugo.
"Hai," Nada melewati Pandu untuk menemui Hugo.
Pandu menoleh, tangannya mengepal melihat kedatangan Hugo. Orang yang sedang mencuri kesempatan untuk mendapatkan hati Nada.
Pandu berdiri di samping Nada dan menggandeng tangannya. Nada berusaha menarik tangannya, tapi Pandu semakin mengeratkan genggamannya.
"Nada, gimana jadi tidak?" tanya Hugo. Nada berdua sudah membuat janji untuk membahas pekerjaan dengan Hugo di rumahnya.
"Tidak, kau lebih baik pergi dan jangan pernah ganggu Nada," ancam Pandu.
"Kamu apa-apaan sih? Kamu yang pergi dan jangan menggangguku!" Nada melepaskan tanganya kemudian menarik Hugo masuk ke rumahnya.
"Berhenti!" teriak Pandu.
Nada memutarkan tubuhnya, "Mas, jangan membuat masalah atau satpam akan mengusirmu!" ancam Nada.
Pandu berjalan mendekat, "Aku masih suamimu, aku masih berhak untuk melarangmu bertemu dengan siapa saja!"
Hugo merasa tidak enak melihat pertengkaran antara Pandu dan Nada.
"Nada, kita bahas pekerjaan besok saja. Aku pulang dulu." Hugo pamit.
Wajahnya merah padam, "Mas, berhenti bersikap seperti ini!"
"Oh, jadi karena dia kamu meminta cerai?" Pandu berkacak pinggang.
Nada mendorong pundak Pandu, "Kamu benar-benar tidak berubah!"