Suamiku Tak Mau Menyentuhku Lagi

Suamiku Tak Mau Menyentuhku Lagi

Bab 1

"Apa ini Mas?" tanya Nada kepada suaminya.

Nada menaruh kertas bukti kiriman uang suaminya atas nama ibu mertua yang baru dia temukan di tasnya.

Pandu, suami Nada yang baru satu tahun menikahinya itu buru-buru mengambil bukti kertas pengiriman uang serta mengambil tas kerjanya.

"Kenapa kamu mengotak-atik barangku," katanya dengan wajah kesal.

Pandu mengembalikan tasnya ke meja kerja yang masih satu ruangan dengan kamar tidurnya.

"Mas, kamu kenapa memberi uang ibu tidak ngomong sama aku?" tanya Nada masih dengan suara normal.

"Memangnya kenapa? Ini kan uangku, aku bebas memberikan uang kepada siapa pun," ketusnya dengan mengusap rambutnya yang basah.

"Tapi, Mas, uangmu kan harusnya menjadi uangku," katanya dengan mengikuti langkah suaminya pergi.

Lelaki itu merasa jengah dengan istrinya yang tidak berhenti mengomel. Dia menikahi Nada Almahira karena perempuan itu sangat ceria, sopan, dan baik.

Namun, setelah satu tahun menikah rasanya pusing dengar cerocosan istrinya. Perempuan yang penuh semangat ini membuatnya bosan.

"Baiklah, aku minta maaf. Nanti aku akan bilang sama kamu," katanya enteng sembari masuk ke dalam selimut.

Nada memandang suaminya dengan kecewa, dia tidak mempermasalahkan dia memberikan uang untuk ibunya. Dia hanya ingin kejujuran dari sang suami.

Nada mengusap perutnya, "Aku harus sabar, mungkin mama memang sedang membutuhkan uang."

Nada ikut masuk ke selimut, Pandu langsung memiringkan tidurnya. Dia malas melihat sang istri.

"Mas," panggil Nada pelan.

"Ada apa lagi? Kamu ini semakin lama kenapa semakin bawel?" ketusnya. "Aku sudah minta maaf kamu mau apa lagi?" imbuh Pandu dengan dengusan keras.

"Kenapa kamu jadi marah-marah, aku hanya mau kamu tidur memelukku," pinta Nada dengan suara tak kalah ketus.

Selama menikah mereka berdua itu sangat romantis. Membuat semua orang yang melihatnya iri. Pernikahan mewah bak negeri dongeng membuat teman dan semua tamu undangan iri.

Meraka yang bak ratu dan raja waktu itu, kini rumah tangganya tidak seindah pagelaran pernikahannya.

Nada memiringkan tubuhnya sehingga saling membelakangi. Rasa sakit dari ketidakjujurannya belum hilang, kini ditambah lagi dengan sikapnya yang dingin.

"Maafkan aku," bisiknya di telinga Nada sembari mengeratkan pelukannya ditubuh Nada.

Nada masih belum bergeming, matanya yang terasa panas kini sudah menjadi buliran-buliran panas yang membasahi pipi.

Pandu memutar tubuh Nada sehingga mereka saling berhadapan.

"Kamu kenapa menangis?" tanya Pandu tidak peka.

"Tidak apa," kata Nada hendak memutar tubuhnya, tapi ditahan oleh Pandu.

"Aku menyakitimu?" tanya Pandu dengan mengusap air mata Nada.

"Menurut kamu? Apakah perkataanmu tadi menyakitiku atau tidak?" Nada membalikan pertanyaan kepada sang suami.

Pandu menatap Nada dengan wajah bersalah, "Maafkan aku, karena kelehan kerja aku jadi tidak bisa kontrol emosi," ujarnya sembari mengusap air mata Nada kembali.

"Kamu tidak mau memaafkan suamimu ini?" ucapnya dengan suara memelas.

"Aku maafkan, tapi kamu jangan mengulangi lagi," kata Nada.

"Baiklah, aku janji." Pandu menarik sang istri ke dalam pelukannya.

Menjelang pagi, Nada bergegas bangun ketika rumahnya sangat berisik.

"Baru bangun?" tanya perempuan paruh baya yang sedang mengepel lantai dengan tatapan sinis.

"Ibu, kapan datang? Kenapa tidak bilang-bilang?" tanya Nada sembari menutup pintu kamarnya perlahan agar suaminya tidak terbangun.

"Memangnya ibu harus laporan dulu kalau ke sini, kamu sepertinya tidak suka ibu datang ke sini!" kata Wina sembari membanting pelnya.

"Bukan begitu, Buk, kalau Nada tahu pasti akan menyiapkan semuanya," kata Nada. Ia menarik napas panjang, mengatur diri agar tidak emosi di pagi hari dengan mertuanya.

"Ada apa sih pagi-pagi sudah ribut?" Pandu keluar dari kamar sembari mengacak-acak rambutnya.

"Ibu, ibu, kapan datang?" tanya Pandu langsung mencium tangan sang ibu. Kedua matanya langsung berbinar saat ibunya datang ke rumahnya.

"Ibu baru saja sampai, tapi istrimu ini sepertinya tidak suka dengan kehadiran ibu," adu Wina kepada Pandu.

Pandu langsung melirik ke arah istrinya, Nada menggelengkan kepala pelan.

"Ibu, ayo duduk. Bik, tolong buatkan teh hangat," seru Pandu meminta pembantunya membuatkan minum.

Nada mendengus keras, ibu mertuanya senang membuat kegaduhan di rumahnya. Datang-datang marah-marah tidak jelas.

"Pagi buta datang ke rumah, ngepel lantai juga, apa sebenarnya yang ibu cari?" tanya Nada kepada dirinya sendiri.

Nada mengembalikan pel ke tempatnya lalu bergabung dengan suami dan mertuanya.

"Ibu, harusnya kalau mau ke sini bilang. Biar Pandu jemput," ujar Pandu.

Wina menaruh cangkir teh panas setelah menyesapnya sedikit.

"Kalau ibu bilang mau datang ke sini, tidak akan melihat istrimu yang pemalas ini," cibir Wina dengan menatap Nada sinis.

Wina bisa berbicara lembut dengan Pandu, tapi selalu ketus saat berbicara dengan Nada. Dia seakan tidak senang dengan menantunya itu.

"Buk, ini masih pagi buta," dalih Nada. Biasanya dia bangun pagi untuk salat malam lalu mengaji menunggu subuh.

Namun, hari ini dia sangat capek sehingga memilih bangun setelah kumandang adzan subuh.

"Alasan kau, jangan mentang-mentang hamil bisa malas-malasan," ujar mertua Nada, ia tidak percaya dengan Nada.

Nada memandang Pandu, dia meminta pembelaan dari sang suami. Namun, Pandu hanya diam saja.

"Buk, jangan marah-marah terus. Ibu datang ke sini ada apa?" tanya Pandu dengan lembut sembari mengusap punggung tangan ibunya agar dia lebih tenang.

"Pandu, Ayu adikmu sebentar lagi kan lulus. Biarkan dia tinggal di sini ya," katanya dengan enteng. Wina juga mengimbuhkan agar Pandu membiayai kuliah adiknya nanti.

"Iya Buk, ajak saja Ayu ke mari. Rumah ini masih ada kamar yang kosong kok," katanya sengan senyuman manis yang langsung disambut pelukan oleh ibunya.

Nada hanya bisa menghembuskan napas panjang, dia sama sekali tidak dianggap oleh suami dan mertuanya.

Nada beranjak meninggalkan ruang tamu menuju ke kamarnya.

"Apa-apaan Mas Pandu, main terima adiknya tinggal di sini," katanya sambil melipat kedua tangan di dadanya.

Tak selang lama Pandu menyusul Nada masuk ke kamarnya. "Kamu ini kenapa? Tidak sopan main pergi kita sedang bicara," omel Pandu.

"Kita? Kamu sama ibumu saja tidak denganku," ketusnya, dada Nada bergemuruh mendengar ucapan suaminya.

"Kamu ini kenapa? Sejak kemarin marah-marah terus." kesal Pandu.

"Kamu tanya kenapa?" kata Nada sembari tertawa. "Coba kamu pikir, ini rumah kita, kenapa ibumu hanya minta persetujuan kamu?" tanya perempuan berhijab oblong dengan mengerucutkan bibirnya.

"Nada, kenapa selalu mempermasalahkan hal-hal sepele macam ini?" dengus Pandu sembari duduk di samping Nada.

"Mas, kamu bilang ini masalah sepele. Kamu membawa adikmu ke rumah ini tanpa persetujuanku lho." Nada geregetan masalah seperti ini dianggap sepele.

Pandu selalu saja menganggap apa yang berhubungan dengan keluarganya hanya masalah biasa yang tak perlu berunding dengan sang istri.

Pandu beranjak dari duduknya, "Jangan bilang kamu tidak setuju?"

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

keren

2024-08-10

0

Inisial EY

Inisial EY

pandu gila🤨 mampir thor😀

2024-05-03

1

Anita Jenius

Anita Jenius

Mampir di sini dulu

2024-04-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!