Rayan dan rai, sepasang suami-istri, pasangan muda yang sebenarnya tengah di karuniai anak. namun kebahagiaan mereka di rampas paksa oleh seorang wanita yang sialnya ibu kandung rai, Rai terpisah jauh dari suami dan anaknya. ibunya mengatakan kepadanya bahwa suami dan anaknya telah meninggal dunia. Rai histeris, dia kehilangan dua orang yang sangat dia cintai. perjuangan rai untuk bangkit sulit, hingga dia bisa menjadi penyanyi terkenal karena paksaan ibunya dengan alasan agar suami dan anaknya di alam sana bangga kepadanya. hingga di suatu hari, tuhan memberikannya sebuah hadiah, hadiah yang tak pernah dia duga dalam hidupnya dan hadiah itu akan selalu dia jaga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happypy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua
Tiga tahun telah berlalu, tapi bagi rai, waktu seolah berhenti. Sore itu, langit yang mulai memudar dari jingga ke kelabu hanya menambah kesunyian di dalam hatinya. Rai duduk di samping jendela kamar, matanya hampa, menatap jauh ke cakrawala seakan berharap bisa menemukan bayangan suami dan anaknya yang telah lama pergi.
Angin sepoi-sepoi yang menerobos masuk dari celah jendela tak mampu menenangkan kerinduan yang terus tumbuh di hatinya. Setiap hembusan angin, setiap suara lembut dedaunan, semuanya mengingatkan dia pada masa-masa indah ketika rayan dan calon bayi mereka yang masih ada di kandungannya. Tiga tahun terasa seperti seumur hidup, waktu yang berjalan begitu lambat, penuh dengan rasa kehilangan yang tak kunjung mereda.
Ibunya sering berkata, “Rai, kau harus bangkit. Tak perlu bersedih sampai berlarut-larut. Hidupmu harus terus berjalan.”
Tapi bagaimana bisa? Bagaimana mungkin ia melupakan suaminya, cinta pertamanya, dan anaknya yang bahkan belum sempat ia peluk? Kerinduan itu begitu dalam, menenggelamkan setiap upaya untuk bangkit.
Rai tahu, ia seharusnya bergerak maju, tapi setiap hari yang ia lewati tanpa mereka hanya menambah luka di hatinya. Setiap pagi ia terbangun dengan perasaan hampa, dan setiap malam ia tidur dengan air mata yang mengalir di pipinya, merindukan kehangatan pelukan rayan, suara tangis anaknya yang tak pernah ia dengar.
Tiga tahun ini penuh dengan perjuangan. Orang-orang di sekitarnya mungkin melihatnya sebagai sosok yang tegar, tapi di dalam dirinya, Rai masih terperangkap dalam kegelapan kehilangan. Hanya langit sore yang menjadi saksi dari kerinduan yang tak pernah terucap, kerinduan yang tak pernah bisa ia lupakan.
Dan di balik semua itu, ada sebuah harapan kecil yang masih ia simpan, entah bagaimana, entah kapan, suatu hari ia bisa merasakan kehadiran mereka lagi, meski hanya dalam mimpi.
Lamunan rai pecah ketika suara ponselnya berdering, memecah keheningan yang menyelimutinya. Tangannya meraih ponsel di sampingnya dan melihat nama yang tertera di layar, Dina, manajernya. Rai menghela napas sejenak, menghapus sisa-sisa air mata di sudut matanya sebelum mengangkat panggilan itu.
"Halo rai? Kamu baik-baik saja?" Suara hangat dina terdengar, penuh perhatian seperti biasanya.
“Ya, aku baik kak ” jawab rai, meski suaranya terdengar lemah. Mereka berbincang sejenak tentang pekerjaan, namun setelah panggilan itu berakhir, Rai merasa sedikit lebih kuat. Ia bangkit dari tempat duduknya, berjalan perlahan menuju pintu unit apartemennya, dan membukanya. Di sana, Dina sudah menunggu, tersenyum lembut seperti seorang kakak yang selalu siap sedia.
Dina bukan hanya manajer bagi rai, dia adalah sahabat, bahkan seperti saudari yang tak pernah rai miliki. Kepada dina, Rai telah menceritakan semua, bahkan hal yang paling pahit dalam hidupnya, tentang pernikahannya dengan Rayan, tentang anak mereka, dan tentang kehilangan yang masih menghantui setiap langkahnya. Saat Rai pertama kali membuka diri dan menceritakan kisah tragis itu, Dina tak kuasa menahan air matanya. Meski Dina belum pernah menikah, ia bisa merasakan betapa dalam luka yang Rai bawa. Setiap kata yang keluar dari mulut Rai kala itu seperti belati yang menusuk hatinya.
“Aku tak bisa bayangkan bagaimana rasanya rai ” kata dina, suaranya penuh dengan empati.
“Tapi aku ada di sini. Kamu tak sendiri.”
Sejak kehilangan keluarganya, ibunya terus mendorong rai untuk bangkit, pura-pura mencoba menyelamatkan anaknya dari jurang kesedihan yang dalam. Ibunya tahu, tak mudah bagi rai untuk menjalani hari-hari tanpa rayan dan bayi mereka, tapi dia juga tahu bahwa rai perlu terus hidup. Maka, dengan dorongan dan bujukan ibunya, Rai mulai terjun ke dunia musik sebuah dunia yang awalnya terasa asing, tapi perlahan menjadi pelarian dari rasa sakitnya.
"Jadilah penyanyi rai " kata ibunya. "Lakukan ini untuk mereka. Lakukan ini agar kamu punya sesuatu untuk terus maju, agar kamu bisa fokus pada masa depan."
Dan Rai melakukannya bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi untuk suami dan putrinya yang telah tiada. Setiap langkah di atas panggung, setiap nada yang ia nyanyikan, semuanya dipersembahkan untuk mereka. Dina, yang selalu ada di sisinya, memahami hal itu. Baginya, Rai bukan hanya seorang klien, dia adalah seseorang yang butuh dukungan, cinta, dan kesempatan untuk melangkah maju di tengah keterpurukan yang masih mengikatnya.
Namun, meskipun kariernya mulai berkembang, di dalam hatinya, Rai masih membawa beban kerinduan yang tak terucapkan. Setiap malam, sebelum tidur, ia masih memikirkan mereka Rayan dan anaknya, cinta yang hilang namun tak pernah pudar.
🦋🦋
Di sebuah kota yang berbeda, di bawah langit senja yang mulai meredup, sebuah toko kue kecil dengan papan nama “Toko Kue zeline” tampak sedang bersiap-siap untuk tutup. Di dalam toko, seorang pria tampan dengan wajah penuh ketenangan sedang sibuk merapikan etalase. Pria itu adalah rayan, seorang ayah yang kini menjalani hidup baru bersama putri kecilnya.
Toko kue zeline menjadi buah dari kerja keras rayan selama tiga tahun terakhir, sejak kepindahannya ke kota ini. Toko itu bukan hanya sekadar tempat usaha baginya, tapi juga sebuah harapan baru tempat di mana ia mencoba melupakan masa lalu yang penuh kesedihan, dan sekaligus menjadi tempat untuk memulai hidup baru dengan putrinya yang kini tumbuh semakin besar. Seperti malam-malam sebelumnya, putrinya yang masih kecil ikut membantu menutup toko, meski bantuannya lebih sering berupa celoteh ceria yang mengisi ruangan dengan tawa.
“ ayah, kue ini bentuknya lucu sekali!” Seru putrinya sambil menunjuk salah satu kue di rak. Rayan tersenyum melihat keceriaan anaknya. Di balik senyuman itu, tersimpan kehangatan seorang ayah yang begitu mencintai putrinya satu-satunya warisan terindah dari masa lalu yang tak akan pernah ia lupakan.
"Ya, sayang. Adek juga lucu sekali " balas rayan sambil mengusap kepala putrinya dengan lembut. Meski hatinya masih sering dirundung kerinduan pada rai, ia selalu berusaha tampil kuat di hadapan anaknya, karena kini, putrinya adalah alasan dia tetap berdiri tegak.
Toko kue zeline yang kini semakin ramai pelanggan, bahkan memiliki beberapa karyawan yang membantu menjalankan bisnisnya, adalah hasil dari setiap tetes keringat Rayan. Setiap pagi hingga malam, dia bekerja keras untuk memastikan hidup putrinya nyaman dan bahagia. Kue-kue yang dijual di sana bukan hanya sekadar kue, tapi simbol dari perjuangan dan cinta yang masih ia bawa setiap hari, cinta untuk rai yang selalu ada di hatinya, meski mereka telah terpisah oleh nasib.
Saat pintu toko terakhir kali tertutup, Rayan dan putrinya saling bergandengan tangan, berjalan menuju rumah dengan senyum hangat di wajah mereka. Malam semakin larut, namun hati rayan penuh dengan rasa syukur. Meski banyak cobaan yang telah ia lalui, dia tahu bahwa selama ia masih memiliki putrinya, segala kesulitan bisa dihadapi bersama.