Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Tiga kali menjalin asmara, tiga kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Cerita
Di sebuah Mall, Erik benar-benar menikmati perannya sebagai orang kaya. Meski kadang masih ada rasa canggung ataupun kaget, tapi kebersamaannya dengan Tante Denada, membuat Erik tidak terlihat buruk bersikap layaknya orang kaya.
Bahkan tanpa disadari, meski hari sudah berganti malam, Erik seakan tidak lelah menghabiskan waktu bersama orang yang baru dia kenal sebagai bagian dari keluarganya.
Danada Castilo adalah anak ketiga dari pasangan Carlos Castilo dan Eliza merquez. Denada memiliki dua anak laki-laki dan perempuan yang memasuki usia sekolah dasar. Wanita itu menjalankan bisnis bersama suaminya dibidang jual beli perhiasan mewah.
Meski saat ini usia Denada sudah menginjak angka di atas 30 tahun, wanita itu masih kelihatan cantik dan awet muda. Maka itu banyak yang mengira Erik dan Denada adalah sepasang kekasih.
Bersama Denada, Erik memasuki hampir semua ritel brand yang terkenal dengan harganya yang mahal. Pemuda itu juga saat ini menenteng sebagian barang belanjanya karena barang yang lain sudah di bawa menuju rumah.
Karena tidak sanggup membawa semua barang belanjaan, Denada memanggil beberapa orang kantor untuk mengambil barang-barang tersebut dan mengantarnya ke rumah.
"Hm, enak banget," seru Denada kegirangan sesaat setelah dirinya menikmati hidangan di hadapannya. "Udah lama aku tidak makan beginian."
Kening Erik berkerut. Dia nampak heran dengan ekpresi yang ditunjukan Tantenya Padahal bagi Erik, makanan yang mereka nikmati saat ini bukan makanan mewah.
Setelah lelah berkeliling dan keluar masuk ritel, Tante dan keponakan itu memilih singgah sejenak di salah satu rumah makan yang menyediakan menu nasi campur dan beberapa jenis makanan lainnya.
Ada beberapa makanan yang mereka pesan dan harganya memang lumayan mahal. Tempat dan kualitas barang memang tidak main-min di Mall ini, termasuk jenis-jenis makanannya.
"Tante tuh kalau berkunjung ke negara ini, lebih suka hidangan-hidangan seperti ini, Rik. Lebih kaya bumbu, jadi rasanya tidak mengecewakan."
Erik mengangguk sembari menikmati sepiring iga sapi bakar. Erik sangat menikmati hidangan yang jarang sekali dia nikmati saat masih kekuarangan.
"Emang kalau di negara tempat Tante tinggal, nggak ada yang jual makanan seperti ini?"
"Ada sih, cuma nggak setiap kota ada, rumah makan, yang menjual makanan khas negara ini," balas Denada. "Kalaupun ada, harganya juga jauh lebih mahal. Maka itu Tante lebih suka masak sendiri kalau di rumah."
"Oh..." balas Erik sembari mengangguk. Erik tidak melempar pertanyaan kembali. Dia bingung harus bertanya apa lagi dengan wanita yang baru hari ini bertemu.
"Setelah ini, apa rencana kamu berikutnya, Rik?" tanya Denada.
"Setelah ini? Maksud Tante?" Erik malah bertanya balik karena dia memang belum mengerti maksud dari pertanyaan Denada.
"Maksud Tante, setelah kamu tahu kalau kamu penerus kerajaan bisnis Ayah kamu. Apa rencana kamu selanjutnya? Apa sudah diatur oleh Castilo? Apa bagaimana?"
Erik agak tercenung beberapa detik, mencerna pertanyaan Tantenya. Setelah paham, pemuda itu mengangguk beberapa kali.
"Yah, ayah sudah mengatur beberapa jadwal. Katanya, yang harus aku lakukan, hanya fokus belajar," balas Erik. "Belajar bisnis yang dikelola Ayah, berat nggak sih, Tan?"
Denada sontak tersenyum mendengar pertanyaan sang keponakannya. Dari pertanyaan tersebut, Denada dapat menyimpulkan kalau sang keponakan masih begitu polos untuk mengetahui dunia ayahnya.
"Berat atau tidaknya, semua tergantung bakat dan niat kamu, Rik. Untuk bisnis sekelas Ayah kamu, selain belajar melalui orang-orang yang tepat, kamu juga perlu turun langsung ke lapangan. Kamu bisa mempelajari semuanya dari berbagai sudut pandang."
Erik agak tercengang. "Ribet juga ya, Tan?"
Seketika Denada malah tertawa renyah. "Nggak apa-apa, pelan-pelan aja belajarnya. Ayah kamu juga pasti nanti akan terus memantau perkembangan hasil belajarmu," ucap wanitanya. "Tapi kamu siap kan? Mengikuti jejak ayahmu?"
"Ya gimana lagi ya, Tante, siap nggak siap, mungkin memang ini udah jalanku. Jadi ya aku pasrah aja, sekalian berusaha."
Denada mengangguk beberapa kali. Wanita itu merasa puas mendengar jawaban sang keponakanan.
"Sebelum kamu bertemu sama ayah kamu, apa kamu sudah memiliki rencana untuk masa depan kamu, Rik?"
Erik tersenyum tipis. Sebelum menjawab, tangan kanannya meraih tisu untuk membersihkan bibirnya.
"Sebenarnya sih, aku masih bingung, Tante. Cuma berhubung saat itu aku diterima di perusahaan ayah sebagai petugas kebersihan, ya udah, aku jalani aja pekerjaan yang ada. Paling enggak, aku punya penghasilan untuk meringankan beban Ibu."
Denada kembali tersenyum manis. "Tapi untuk saat ini, kamu sedang tidak punya pacar, kan?"
Erik sontak tersenyum lebar. "Baru kemarin aku diputusin oleh wanita yang tadi ngaku hamil. Untuk saat ini, aku belum kepikiran menjalin asmara dulu."
"Baguslah," Denada nampak senang mendengarnya. "Biar nasib kamu tidak seperti ayahmu. Disuruh belajar ngurus perusahaan, malah nikah muda. Ya sudah pasti ayahmu ditentang Mommy."
Erik tertegun sejenak. Seketika dia teringat dengan peristiwa tadi saat dia hendak masuk ke ruangan ayahnya.
"Apa dulu, Nenek sangat membenci Ibu?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Erik sedikit membuat Denada terperanjat.
"Sebenarnya Mommy tidak ada maksud untuk membenci ibu kamu, Rik. Setelah jadi orang tua, Tante sadar, kenapa dulu, Mommy bersikap berlebihan kepada hubungan Ibu dan ayah kamu. Pasti semua orang mengira, status lah, yang membuat Mommy tidak merestui mereka. Tapi sebenarnya, lebih ke rasa kecewa seorang ibu kepada anaknya."
Erik terdiam. Pikirannya mencerna ucapan Tantenya, agar dia tidak salah paham dengan masa lalu yang terjadi antara nenek dan ibunya.
"Dulu tuh, sebelum ketemu ibu kamu, Ayah kamu memang lagi nakal-nakalnya sebagai anak laki-laki. Pekerjaanya hanya main dan suka menghamburkan uang. Ganti-ganti pacar udah kaya ganti baju aja. Coba kamu bayangkan, jika Ibumu berada di posisi Nenek, dan kamu berada di posisi ayah kamu, kamu pasti bisa merasakan bagaimana kecewa seorang ibu jika kelakuanmu sama sekali tidak mencerminkan kebaikan."
Erik mengangguk cepat.
"Itu lah yang dirasakan Mommy. Bukannya Mommy tidak ingin melihat ayahmu bahagia, Rik. Tapi Mommy hanya ingin Ayah kamu berubah terlebih dahulu dari kebiasan buruknya. Tapi Mommy malah semakin dibuat kecewa, kala ayah dan ibumu memutuskan untuk menikah di usia yang masih sangat muda. Belum lagi pengaruh buruk dari orang-orang sekitarnya, ditambah kehadiran Natalia dan victoria yang mengaku hamil, membuat Mommy mengambil tindakan diluar nalar, dengan menemui Ibu kamu, di saat rumah ibumu sedang kebakaran. Itulah yang sebenarnya dirasakan Nenek kamu, Rik."
Erik terdiam. Pikirannya benar-benar mencerna semua ucapan wanita di hadapannya.
####
Sementara itu di rumah Morgan, Dave tercenung beberapa saat begitu mendengar ucapan yang keluar dari mulut Morgan. Kening anak muda itu berkerut, karena sedang mencerna ucapan pria muda yang duduk di seberang meja.
"Emang, rencana apa yang akan kita lakukan?" Pertanyaan Dave sontak membuat Bobby tersenyum lebar.
"Rencana kita? Begini..." ucap Bobby.