[Update Setiap Hari]
Suatu hari dunia mengalami perubahan. Gate dan monster terus bermunculan. Tugas manusia sekarang adalah membasmi para monster sebelum monster-monster itu yang membasmi mereka. Ini adalah cerita seorang pria yang terkenal dengan julukan 'Swordsman Mage terlemah', yaitu Zeha. Dia tiba-tiba mendapatkan kekuatan dari kristal aneh, dan demi menjadi yang terkuat, dia harus mencari sepuluh 'Fragments Of Eternal Power'.
High-Demonic Eyes, kekuatan dari Immortal Demon yang tersegel di dalam Demon Crystal, secara tidak sengaja diaktifkan dan akhirnya menjadi miliknya. Zeha harus menjalani hidup antara cahaya dan kegelapan, kekuatan para dewa dan iblis yang dia miliki, menjadi tumpuan di mana dia akan menjadi yang terkuat.
Dengan kekuatan itu, dia bertekad menjadi penyihir terkuat, melindungi manusia dan membebaskan dunia dari bencana.
+
+
Karya Fantasi-Aksi pertama!
Ayo buruan bacaaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vivi Aulina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 - ENERGI YANG FAMILIER
Setelah dikejutkan oleh kedatangan Zeha secara tiba-tiba, mereka berdua duduk berhadapan di sofa, masih di dalam kantor pribadi Klaus. Joe juga sudah menyediakan teh, ia juga cukup terkejut melihat kedatangan Zeha tanpa kabar.
Sekitar sepuluh menit telah berlalu, namun Klaus masih tak bisa mengalihkan pandangannya dari Zeha tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hal itu jelas membuat Zeha tertekan dan merasa tidak nyaman. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tetap tersenyum meski pandangannya pindah ke arah lain.
Tatapan Klaus padanya seperti seseorang yang tengah meneliti sesuatu.
Klaus terkejut dalam diam. Ia bisa merasakan dengan jelas ada banyak perubahan pada Zeha yang sekarang. Mulai dari proporsi badan, energi sihir dan auranya. Semuanya berbeda dari dulu.
“Meski masih lemah, tapi dia benar-benar sudah memiliki energi sihir.” Klaus tiba-tiba merasa cemas.
Perkataan Xavier waktu itu jelas bukan sebuah kebohongan. Tentu Klaus merasa aneh oleh Zeha yang tiba-tiba bisa memiliki sihir. Padahal sebelumnya, selama bersekolah di akademi, Zeha tidak memilikinya.
Seseorang pernah berkata kepada Klaus.
[“Anak itu, akan menjadi seseorang yang luar biasa. Kau mungkin tidak percaya karena dia tidak memiliki sihir. Tapi itu hanya sementara, tak lama lagi, bencana akan datang bersamaan dengan dia yang sudah memiliki sihir.”]
Mau dipikirkan sebagaimana pun, Klaus yakin kalau Zeha berhubungan dengan bencana yang dimaksud oleh seseorang itu.
“Apakah bencana yang dimaksud itu adalah gate?” monolognya dalam hati sembari menyentuh dagunya dan menatap ke arah lain.
“A-anu...” Tiba-tiba Zeha angkat bicara, membuat Klaus sontak mengalihkan atensinya. Ia melihat Zeha yang tengah tersenyum canggung padanya.
“Apa yang sedang anda pikirkan sejak tadi?” Zeha jelas penasaran. Selama lebih sepuluh menit, Klaus hanya diam tanpa bersuara. Padahal ada tamu yang duduk di sebelahnya.
Klaus sukses tersentak, lantas tertawa. “Maaf, ya. Aku terlalu fokus memikirkan hal yang belum pasti. Jadi, ada perlu apa kau tiba-tiba menemuiku setelah sekian lama?”
“Ah, itu...” Zeha gugup, menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal. Ia sedang berpikir untuk mencari kata-kata yang tepat agar terdengar sopan saat mengajukan permintaan.
“Sebelum itu.” Klaus tiba-tiba menyela. “Apa kau ingin mencoba untuk bertarung denganku sekali?”
“Oh, iya...” Tanpa sadar Zeha menyetujuinya tanpa tahu konteks yang ia dengar. Setelah sadar, ia sontak terkejut. “E... Eeeeeeeehhhh?!”
...****...
Di sinilah mereka sekarang, di sebuah tempat pelatihan khusus akademi. Tempat latihan bagi para murid-murid kelas spesial di akademi.
Akademi Callister, seperti namanya, merupakan tempat untuk menciptakan murid-murid hebat dan berbakat. Untuk mewujudkan hal itu, akademi membuat kelas spesial bagi para murid yang dianggap berbakat.
Pada generasi Zeha waktu itu, murid-murid yang masuk ke dalam kelas spesial adalah Xavier, Riana, Kai, Crsytal, dan Ian.
Mereka adalah murid-murid yang diajarkan secara langsung oleh profesor ternama.
“Tapi siapa sangka kalau profesor ternama itu ternyata adalah nenek...” Zeha tak tahu harus menganggap pertemuannya dengan sang nenek itu merupakan sebuah kebetulan atau bukan. Tapi yang jelas, ia merasa sangat beruntung bisa mendapatkan pelajaran langsung dari seseorang yang hebat.
Dari pada itu, sekarang adalah hal yang lebih penting. Saat ini ia harus bertarung dengan Klaus—bukan sembarang orang, tapi Kepala Akademi.
Meski status Putra Mahkota lebih tinggi dari Kepala Akademi, tapi tetap saja berbeda.
Zeha tak tahu harus merasa sedih atau senang, atau mungkin takut. Yang bisa ia lakukan hanyalah pasrah. Klaus jelas lebih kuat dibandingkan werewolf yang ia lawan.
Peluang untuk menang adalah nol.
Zeha tersenyum pahit saat menyadari betapa lemahnya dirinya.
“Apa yang kau pikirkan di sana? Cepat bersiap!” Klaus berteriak—mengarahkan pedangnya ke depan.
Saat ini Klaus ingin menguji seberapa besar kemampuan yang dimiliki Zeha. Mungkin saja ia bisa mengintip ke inti mana milik Zeha. Meski itu sangat sulit untuk dilakukan.
Zeha menarik napas dalam-dalam, kemudian menarik pedangnya, bukan white sword, melainkan pedang biasa yang ia beli di black market. Zeha tak bisa sembarangan menunjukkan artefak itu kepada orang lain, mengingat reaksi yang diberikan Xavier saat itu. Zeha yakin, kalau Klaus juga mengetahui tentang artefak white sword.
“Saya tidak akan bisa mengalahkan anda,” ucap Zeha.
Klaus tersenyum miring. “Aku tidak menyuruhmu untuk mengalahkanku. Aku hanya ingin melihat kekuatanmu.”
Bilah pedang Klaus diselimuti oleh aura biru. Itu bukan sihir, melainkan mana.
“Dia bahkan tidak perlu menggunakan magic sword untuk melawanku. Yah... Itu memang wajar, sih.” Zeha memperkuat posisinya. Di sekujur bilah pedangnya mengeluarkan api.
Zeha bersiap untuk menyerang, sementara Klaus hanya berdiri dengan santai di sana.
“Aku mulai.” Zeha berlari dan melesat dengan cepat ke arah Klaus, melompat tinggi sebelum menarik pedangnya.
Ka Ching!
Kedua pedang mereka saling beradu. Zeha kesulitan untuk mendorong pedangnya lebih jauh, namun Klaus masih bersikap santai menahan serangannya seolah itu bukan apa-apa.
“Tidak buruk...” Klaus tersenyum. Zeha melompat mundur sebelum menyerang lagi. Ia telah mencurahkan semua kecepatannya tapi Klaus bisa menghindarinya dengan sangat mudah.
Menahan, dan menghindar. Semua itu bisa dilakukan oleh Klaus dengan sangat mudah. Meski begitu, Klaus merasa sangat takjub pada perkembangan Zeha.
Saat masih bersekolah di akademi, Zeha bahkan tidak memiliki kemampuan bertarung sama sekali, apalagi bergerak secepat itu. Meski masih sangat lemah, itu wajar karena Zeha mempelajarinya baru-baru ini. Itu pun sudah dianggap sangat hebat bagi Klaus.
Saat mengamati cara Zeha menyerang, Klaus menyadari satu masalah.
“Kau tidak bisa melakukan serangan jarak jauh, ya?” tanya Klaus disela-sela aksinya yang tengah menghindari serangan dari Zeha.
Zeha sukses terkejut dan sontak menjauh. Tatapannya pada Klaus dipenuhi rasa terkejut dan tidak percaya.
“Apakah teknik yang bisa kau lakukan hanyalah mengalirkan sihir ke pedang saja?”
Zeha membenarkan posisinya dan berdiri seperti biasa. “Tidak. Aku bisa melakukan serangan jarak jauh, tapi membutuhkan waktu yang cukup lama.”
Klaus memiringkan sedikit kepalanya, tampak cukup bingung. “Maksudnya bagaimana?”
“Seperti ini.” Zeha menjulurkan kedua tangannya ke depan, kemudian mencoba untuk fokus.
Klaus masih tidak mengerti dengan apa yang tengah dilakukan oleh Zeha. Zeha masih fokus, dan tak lama kemudian, sebuah lingkaran sihir berukuran sedang muncul di depannya.
Setelah melihat itu, Klaus pun akhirnya mengerti. “Jadi seperti itu. Pasti kau kesulitan menggunakannya saat bertarung, ya?”
“Begitulah.”
“Hm...” Pandangan Klaus beralih pada pedang yang dipegang oleh Zeha. “Omong-omong, apakah itu benaran pedangmu?”
Zeha tersentak dan refleks melihat pedangnya. “Benar... Ini pedang saya... Apa ada yang salah?”
“Benarkah? Tapi aku merasa kalau kau tidak sinkron dengan pedang itu. Apa hanya perasaanku saja?”
Zeha sukses terkejut. Ia tak menyangka kalau kemampuan indra Klaus bisa setajam itu.
“Pedang itu bukanlah pedang yang asal kau beli di black market, kan?”
Kali ini, keterkejutan Zeha bertambah dua kali lipat. “Mustahil...”
Tingkat kemampuan sense setiap orang berbeda-beda. Seorang swordsman mage terkuat pun belum tentu memiliki sense yang tinggi. Salah satu contoh orang yang memiliki kemampuan sense yang tinggi adalah Crsytal, seorang swordsman mage yang berada pada generasi yang sama dengan Xavier dan Riana.
Klaus juga termasuk ke salah satu orang yang memiliki kemampuan sense yang tinggi, tapi tidak begitu tinggi.
“Zeha, ikuti aku.”
-
-
Setelah itu, Klaus membawa Zeha menelusuri lorong rahasia yang berada di akademi. Lorong itu sangat sunyi hingga mengeluarkan sensasi yang cukup menggidik. Tujuan akhir mereka adalah sebuah ruangan yang dibatasi oleh sebuah pintu besar, terukir sebuah simbol aneh di sekelilingnya. Tingginya hampir menyamai tinggi ruangan, sekitar sepuluh meter.
“Pintu ini memiliki tebal sekitar dua puluh sentimeter.” Klaus tiba-tiba membuka suaranya, dan sukses membuat Zeha terkejut bukan main.
“Lalu bagaimana cara membukanya? Pasti tidak hanya cukup didorong saja, kan?”
“Tentu saja tidak. Pintu ini diperkuat dengan sihir, dan disegel dengan kuat. Orang yang bisa membukanya hanya diriku seorang.”
Zeha sukses kagum oleh penjelasan Klaus. Ia fokus memperhatikan setiap gerak-gerik Klaus yang sedang mencoba untuk membuka pintu. Klaus meletakkan telapak tangannya pada pintu. Beberapa saat setelahnya, garis-garis yang terukir pada pintu itu mengeluarkan cahaya putih. Setelah seluruh garisnya terhubung, pintu pun terbuka.
Sekali lagi Zeha tak bisa menutup rasa kagumnya.
“Kelihatan sederhana, tapi tidak ada yang bisa melakukannya selain diriku. Ayo masuk.”
“O-oh, baik.”
Mereka pun melangkah masuk. Hal pertama yang tertangkap di mata Zeha adalah ruangan yang ukurannya lebih dari sepuluh meter itu dipenuhi oleh berbagai jenis senjata dengan ukuran yang berbeda-beda.
Energi sihir yang terpancar dari ruangan itu benar-benar kuat sampai berhasil membuat seluruh tubuhnya merinding.
“Ini adalah ruang penyimpanan artefak,” ucap Klaus—sedang berdiri di antara pedang-pedang yang terpajang di sana.
“Begitu, ya? Pantas saja energi sihirnya sangat ku—”
Tiba-tiba, jantung Zeha berdetak sangat kuat, seperti sesuatu yang hendak meledak dari jantungnya. Zeha tak bisa mendeskripsikan perasaan seperti apa yang tengah ia alami. Terasa sangat familier tapi juga asing.
“Perasaan apa ini...?!”
......*******......
...Jangan lupa tinggalin jejaaak...